[Dampak] Pertambahan Penduduk Terhadap Stabilitas Produksi Pangan

Prolog : sebenarnya sudah cukup lama ingin membuat postingan yang terinspirasi dari artikel di website VOA Indonesia pada tanggal 11 Maret 2012, tentang “ 44 Negara Hadiri Konferensi Pangan di Vietnam ” konferensi yang diadakan untuk membahas masalah-masalah kebijakan dan peraturan, termasuk keadaan pangan dan pertanian di kawasan Asia-Pasifik, dan prakarsa untuk memetakan keamanan pangan dan tindakan perbaikan gizi serta meninjau ulang laporan mengenai cara-cara untuk mempercepat kemajuan menuju sasaran pengurangan separuh tingkat kelaparan di Asia-Pasifik sebelum tahun 2015. Sejalan dengan hal tersebut, bahwa pangan adalah hak azasi manusia yang didasarkan atas 4 (empat) hal berikut:
Pangan Padi. Ilustrasi dari http://www.spi.or.id/?p=2550
Pangan Padi. Ilustrasi dari http://www.spi.or.id/?p=2550
  1. Universal Declaration of Human Right (1948) dan The International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (1966) yang menyebutkan bahwa “everyone should have an adequate standard of living, including adequate food, cloothing, and housing and that the fundamental right to freedom from hunger and malnutrition”.
  2. Rome Declaration on World Food Security and World Food Summit 1996 yang ditanda tangani oleh 112 kepala negara atau penjabat tinggi dari 186 negara peserta, dimana Indonesia menjadi salah satu di antara penandatangannya. Isinya adalah pemberian tekanan pada human right to adequate food (hak atas pemenuhan kebutuhan pangan secara cukup), dan perlunya aksi bersama antar negara untuk mengurangi kelaparan.
  3. Millenium Development Goals (MDGs) menegaskan bahwa tahun 2015 setiap negara termasuk Indonesia menyepakati menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuhnya.
  4. Hari Pangan Sedunia tahun 2007 menekankan pentingnya pemenuhan Hak Atas Pangan. 
Berdasarkan artikel tersebut dan melihat fenomena alih fungsi lahan pertanian yang marak terjadi dimana-mana, sehingga saya tertarik untuk mereviewnya terkait dengan potensi ketahanan pangan Indonesia khususnya dan secara global pada umumnya dengan mengambil  point of view dampak pertambahan penduduk terhadap stabilitas produksi pangan. Maka Bismillahirrahmaanirrahiim  jika membahas tentang tingkat kelaparan dan gizi buruk, tentu tak bisa lepas dari angka pertumbuhan penduduk dan akibatnya pada stock produksi pangan [dunia]. Laju pertumbuhan penduduk memberikan dampak secara langsung yaitu meningkatnya  (demand) konsumsi bahan pangan dan dampak tidak langsung yakni bertambahnya kebutuhan pemukiman yang otomatis akan mengubah lahan pertanian untuk dijadikan tempat tinggal. Secara lebih sederhana, sebab dan akibat tersebut seperti multiple efect yang tak terpisahkan. Pertambahan penduduk membutuhkan papan dan pangan, sedang produksi pangan juga sangat tergantung oleh lahan yang saat ini juga mengalami penyempitan karena alih fungsi untuk pemukiman. Krisis pangan sekarang dan di masa mendatang bukan hanya masalah kronis negara-negara miskin, tetapi juga akan jadi masalah serius bagi negara-negara maju dari semua belahan benua. Tanda-tanda dunia mengalami kekurangan pangan terlihat dari ketidakseimbangan jumlah penduduk dunia dengan produksi pangan global dimana asumsi jumlah penduduk dunia bisa mencapai 9 miliar pada tahun 2045. Kondisi demografi ini membutuhkan produksi pangan dunia yang harusnya naik 70 persen dari produksi saat ini.

Akan tetapi, target produksi pangan yang sedemikian besar terkendala oleh faktor bencana alam, fluktuasi iklim yang semakin tidak menentu, krisis energi, krisis ekonomi dan krisis politik ( yang berdampak pada mahalnya harga pupuk dan obat) serta pola penanaman yang menggunakan bahan-bahan kimia mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan tanah dalam jangka panjang yang semua itu merupakan penghalang significant terhadap peningkatan produksi pangan. Kondisi tersebut masih ditambah lagi dengan menyempitnya lahan pertanian  karena pergerakan alih fungsi untuk pemukiman (sebagai konsekuensi lain dari pertumbuhan jumlah penduduk juga) yang juga merupakan penyebab yang cukup kritis untuk dicermati. Laju penurunan lahan pertanian di Indonesia  setiap tahunnya mencapai sekitar 2,8 juta hektar/tahun dan tingkat alih fungsi lahan pun terus meningkat setiap tahunnya sekitar 110.000 hektar/tahun (Data Kementerian Pertanian, 2011).

Pertanian, secara khusus dalam komoditi padi merupakan sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dunia. Bersama Filipina dan Malaysia, Indonesia disiapkan menjadi lumbung pangan di ASEAN yang diharapkan bisa bersama-sama mendukung Jepang, China, dan Korea Selatan untuk menjadi solusi dari masalah [krisis] pangan dunia. Untuk mencapai target menjadi food basket tersebut, tentu dibutuhkan pengembangan teknologi yang support terhadap produksi pertanian, anggaran yang memadai, dan peran aktif semua elemen masyarakat, terutama terkait dengan berkurangnya lahan pertanian akibat konversi lahan pertanian menjadi pemukiman atau area industri.
food basket; ketahanan pangan; persawahan yang menyusut
Perumahan yang menggusur Lahan persawahan
Masalah tersebut berakar pada masalah ketersediaan, distribusi, keterjangkauan pangan, kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan serta perilaku masyarakat. Selain itu, jumlah penduduk Indonesia yang besar dan tersebar dalam berbagai wilayah memerlukan penanganan ketahanan pangan yang terpadu dan terintegrasi. Penanganan ketahanan pangan yang dimaksud memerlukan perencanaan lintas sektor dan dengan sasaran serta tahapan yang jelas dan terukur dalam jangka menengah maupun panjang. Kerangka acuan untuk pengembangan produk pertanian tersebut bisa diklasifikasikan sebagai berikut :
  • Mempertahankan fungsi lahan pertanian
Yaitu menetapkan lahan-lahan pertanian (subur) sebagai area konservasi secara de jure dan de facto sehingga keberadaannya bisa dipertahankan sebagai area pertanian dan ini merupakan replacement (menurut saya) dari metode extensifikasi (menambah luas lahan pertanian dengan membuka area hutan dimana hal ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk diterapkan karena  dampaknya pada global warning). Hal ini sudah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 26 dan Pasal 53 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang ditindaklanjuti dengan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan oleh pemerintah RI yaitu dikeluarkannya Peraturan  Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Untuk detail pasal-pasalnya bisa dilihat di sini.
  • Intensifikasi Pertanian
Sebagai langkah simultan (follow up) dari point pertama di atas yang bertujuan mengoptimalkan hasil panen dari lahan pertanian. Sistem ini menitikberatkan pada pola dan tata cara tanam yang intensive yaitu mengimplementasikan hasil riset teknologi pertanaian dalam bercocok tanam padi. Salah satu metode yang sudah dikembangkan dan ternyata dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi dan diminati oleh petani pada umumnya adalah SRI atau System of Rice Intensification,  yaitu teknik budidaya padi yang mengubah cara penanaman, pengelolaan tanah, air dan unsur hara yang ada dalam tanah. Metode ini dikembangkan oleh Fr. Henri de Laulanié, S.J bersama petani lokal di Madagascar sekitar tahun 1983. Di Indonesia sendiri, pengembangan SRI pertama diujicobakan dan dikembangkan pada periode 2002-2007. Metode SRI ada tiga macam yaitu organik penuh, semi organik dan non-organik, yang menggunakan atau tidak menggunakan pupuk kimia. Dan keunggulan metode ini adalah dari cara tanamnya yaitu menanam satu bibit dalam satu lubang dengan jarak penanaman yang cukup lebar, yaitu minimal 25cm x 25 cm. Sedangkan pada metode konvensional adalah menanam 5 - 10 bibit dalam satu lubang dengan jarak tanam yang lebih berdekatan. Dengan metode SRI organik penuh yang menggunakan pupuk alami dan pestisida nabati, maka unsur hara tanah dapat mengalami perbaikan. Hal ini merupakan alternatif yang baik untuk recovery kesuburan lahan-lahan pertanian intensif yang biasanya menggunakan pupuk dan pestisida kimia selama bertahun-tahun untuk mengejar peningkatan hasil panen (karena produktifitasnya lebih tinggi).
  • Diversifikasi usaha pertanian dan bahan pokok makanan 
Untuk pengembangan pola tanam pada berbagai agroekosistem dengan based concern pada kenyataan bahwa daya dukung kesuburan tanah sangat tidak mungkin jika sepanjang tahun ditanami padi. Dengan langkah diversifikasi ini bisa tetap menjaga tingkat kesuburan lahan pertanian, menghasilkan produk pangan yang juga eligible untuk di konsumsi serta memungkinkan hasil dalam jumlah yang maksimal karena dalam satu masa tanam di lahan yang sama bisa dihasilkan lebih dari satu jenis hasil pertanian. Misal jagung yang dikombinasikan dengan kedelai, ketela dengan jagung, dsb. Dan berdasarkan data impor beras dan umbi-umbian, diketahui bahwa upaya untuk meminimumkan ketergantungan terhadap impor beras dapat dilakukan melalui diversifikasi pangan dari beras ke ubi kayu dan ubi jalar. Dengan diversifikasi pangan dari beras ke bahan pangan lain tercermin terlihat dari perubahan pola konsumsi atas berbagai jenis bahan pangan. Dengan penurunan jumlah konsumsi beras di satu sisi dan kenaikan konsumsi bahan pangan lainnya di sisi lain menunjukkan adanya diversifikasi pangan bisa jadi alternatif untuk menuju keseimbangan terhadap kemampuan produksi beras. Seperti bisa kita lihat gencarnya sosialisasi gemar [makan] ikan dan secara eksplisit menunjukkan trend konsumsi terhadap produk pangan nabati dan hewani juga mengalami peningkatan, misalnya produk ikan, telur dan susu.
Mempertahankan lahan [subur], intensifikasi dan diversifikasi pertanian secara simultan di harapkan bisa jadi langkah-langkah progresive dalam rangka peningkatan produksi pangan. Dan langkah perlindungan terhadap produksi dan jaminan ketersediaan pangan lainnya juga perlu disiapkan  antara lain: restriksi perdagangan, subsidi konsumen, perlindungan sosial dan kebijakan peningkatan produksi atau penawaran. Harga jual hasil produksi yang cukup tinggi diharapkan jadi daya tarik bagi petani untuk produktif dan pada sisi lain, subsidi konsumen ditujukan untuk mengurangi beban konsumen karena harga pangan yang tinggi. Dua langkah kebijakan yang dilaksanakan secara serentak, didukung dengan kebijakan restriksi perdagangan dan perlindungan sosial diperkirakan dapat memacu pertumbuhan produksi pangan di dalam negeri lebih tinggi. Karena jika harga jual tidak dilindungi maka lambat laun akan membuat petani menjadi pihak yang ditumbalkan sehingga bisa menurunkan motivasi bekerja di sawah dan meningkatkan arus urbanisasi yang bisa menimbulkan masalah sosial ekonomi baru lagi.  

Kesimpulannya, serangkaian program yang didesain untuk mengantisipasi dampak pertambahan penduduk terhadap stabilitas produksi pangan  (jika berhasil) maka merupakan solusi menuju ketahanan pangan dan dalam konteks yang lain juga merupakan langkah untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi angka pengangguran.




References article:
  1. http://www.voanews.com/indonesian/news/44-Negara-Hadiri-Konferensi-Pangan-di-Vietnam-  142300045.ht
  2. http://pse.litbang.deptan.go.id
  3. http://www.citarum.org/
  4. http://www.paskomnas.com/

Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

127 comments:

  1. artikelx puanjuang buanget mbk..! :),smg sukses yaa..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Padahal sudah banyak yang di pangkas lho? hehehe

      Delete
    2. MasyaAllah...
      mbak rie.. ini jelimet pasti menguras otak ^^
      hohohohoo barakallah fiik!

      oh yaaa, ambil sesuatu di blogku ya!
      http://www.nurmayantizain.com/2012/04/award-berantai-loudest-chimer.html
      thank you

      Delete
    3. Yuhuyyyy, Alhamdullah dapat special Award lagi neh. Segera meluncur ke TKP bawa pick up neh.

      Delete
    4. luar biasa artikelnya...
      pantas mendapatkan hadiah....
      :)

      Delete
  2. semakin banyak penduduk pastinya semakin banyak juga kebutuhan pangan yang di butuhkan ya mbak....indonesia yang di kenal begitu melimpah sumber daya alam nya semestinya bisa mencukupi kebutuhan pangan nya sendiri dan tak perlu impor bahan pokok dari negara lain ya ...

    selamat berakhir pekan mbak rie...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Faktanya saat ini Indonesia masih impor beras lho? Secara makro, memang nilai ekspor hasil pertanian kita meningkat tapi dengan detail bahwa pertanian di sini meliputi juga hsil perkebunan.

      Penduduk yg meningkat membutuhkan pangan dan papan, sehingga double efect terhadap ketahanan pangan..

      Delete
  3. kalo di malang banyak ruko2 mbak, jadi semuanya seakan penuh dengan ruko

    ReplyDelete
    Replies
    1. Whahahaha...Malang sekarang sudah turun drastis kesejukannya, bahkan kemacetan juga jd pemandangan yg lumrah juga tuh..
      Dan faktanya penurunan lahan pertanian di Malang juga sangat 'menakjubkan' alias tinggi

      Delete
  4. Yah harus bagaimana lagi mba. Namanya juga hidup. Heuheu.. Aku ikut aja, bagaimana kedepannya dan bagaimana pertumbuhannya aja. Kalo difikir2 berat buat dibikin fikir ahahah #apasihakuiningaco

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya sdh kamu mikir sekolah saja yang baik ya, jangan ikutan genk motor lho? hehehee #sok tua

      Delete
  5. Perlu ditingkatkan lagi program KB juga ya mbak untuk menekan tingginya pertumbuhan penduduk. Diversifikasi makanan pokok menurut saya juga sangat membantu dalam meningkatkan ketahanan pangan ya mbak hehehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Program KB sukses pun tak berarti ancaman kelaparan menjadi zero karena usia harapan hidup manusia yg semakin baik. Itungan yg asala saja, jika kedua oran tua kita punya dua anak yg kemudian menikah masing2 pny 2 anak juga . Maka setelah hitungan 30 th pernikahan ortu kita, berapa jumlah keluarga kita?

      Diversifikasi pangan memang bisa jd langkah alternatif utk mengatasai ketergantungan pola makan pd satu jenis bahan makanan.

      Delete
  6. menarik ini mba...kalau boleh bertanya....^__^
    kebijakan pemerintah apakah sudah semuanya pro pada masalah ketahanan pangan?
    dan jika sudah, apakah ditingkat implementasinya sudah berjalan dengan baik?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pertanyaannya 'berat' juga neh? Baiklah, akan saya coba jawab dengan sedikit pengetahuan saya.

      Sebelumnya, saya tegaskan lagi artikel ini saya kompilasi dari berbagai sumber [refensinya ada di bawah postingan] dan saya determinasikan dengan trend lahan pertanian yg cenderung beralih fungsi.

      Kalau dulu masih ada cara extensifikasi yaitu membuka lahan baru (dr hutan), namun sekarang hal itu jelas tdk mungkin. Makanya menurut saya, perlu adanya 'ketetapan' yg mempertahankan lahan subur agar tetap produktif sebagai lahan pertanian dan ternyata pemerintah sdh mengaturnya dlm UU dan PP tsb dlm postingan saya. dan sejauh mana tingkat keberhasilannya, silahkan dilihat data diBPS dan BPN, dari data tsb bisa dilihat apakah area yg alih fungsi (setelah sikeluarkannya PPP tsb) termasuk dlm kategori lahan subur?
      Jk Anda kurang percaya dengan validitas datanya, maka silahkan melakukan investigasi independent langsung ke lapangan.

      Kalau untuk mengembangkan metode SRI di seluruh Indonesia masih panjang prosesnya. Perlu terus dilakukan pengembangan, studi dan penelitian, sosialisasi dan pendampingan untuk para petani, baik dalam budidayanya maupun pemasarannya. Dan sejatinya yg namanya metode dan program tentu ada kekurangannya. Setahu saya tdk ada tingkat keberhasilan 100%. Seiring berjalannya waktu tentu akan di adakan evaluasi dan koreksi. Contoh implementasi SRI yg bisa dilihat saat ini salah satunya Di Karawang , hasil panen padi metode konvensional adalah 5 juta ton/ hektar, sedangkan dengan metode SRI adalah sekitar 7,5 juta ton/hektar. (Data Kementerian Pertanian Maret 2011.

      Maaf jika jawaban saya kurang tepat pada maksud pertanyaannya ya:)

      Delete
  7. Untung di daerah saya masih kurang penduduknya malah bisa dibilang msh banyak sawahnya ketimbang rumah penduduknya jadi msh lumayan utk urusan pangan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau konteksnya partial, bisa jd beberapa daerah memang masih surplus produksi pangannya. Tapi kalau sdh wacana global dan asumsi sekian tahun ke depan dan tdk ada langkah antisipasi yg komprehensive..maka bencana kelaparan dunia bukan hal yg maya lagi.

      Delete
  8. Replies
    1. Sudah ta lirik Jakrta, semoat kaget juga ternyata Jakarta masih ada lahan pertaniannya lho? hahahaha

      Delete
  9. yah mau kagak mau ledakan penduduk lama laun akan memakan jumlah konsomsi cadangan pangan didalam negeri yg tidak akan mencukupi lagi jika tidak dikelola dengan bijak & tepat sasaran
    salah satu mencegah dampah tsb adalah pemerataan pertanian yg tidak hanya berpusat pada pulau jawa aja,tp juga kalimantan & sumatra

    ReplyDelete
    Replies
    1. Program transmigrasi sepertinya sampai sekarang masih berjalan, semoga target dan realisasi dari program Transmigrasi membawa pemerataan demografi penduduk di wilayah Indonesia.

      Delete
  10. Replies
    1. Hemmm, hanya mencoba membuat tulisan berdasarkan beberapa wacana yg berkembang saat ini. Semoga bermanfaat...

      Delete
  11. woww informatif sekali, sukses selalu kawan

    ReplyDelete
  12. semoga gizi makhluk di indonesia makin meningkat bagus :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin, semoga ancaman bahaya kelaparan dan gizi buruk [dunia] bisa di antisipasi:)

      Delete
  13. ditempat saya juga ada lahan kosong lumayan luas mbak, tapi sayang.... gak ada yang mengurus...
    kemampuan sdm juga kurang, istilah diversifikasi ma intensifikasi mungkin bagi petani awam masih kebingungan.
    solusinya gimana mbak @.@

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah sayang banget ya lahan luas tapi pasif.

      Kalau soal definisi, untuk petani angkatan lama seprti Bapak saya mungkin gak ngerti. Tapi secara praktek, mereka paham. Buktinya Bapak saya kalau nanam jagung pasti di antara larika jagung masih di tanami singkong, tomat, bayam, tentu saja dengan jarak tertentu.

      NNah solusinya utk memahamkan mereka, ya silahkan yg sdh berpengetahuan turut terjun langsung ke lapangan. Gmn, siap kah jadi petani? hehehee....

      Delete
  14. sebuah PR besar buat negara kita, maslaah pangan adalah masalah hajat hidup orang banyak, kesejahteraan suatu bangsa dimulai dari sini dulu

    trims artikel lepasnya mba:}

    ReplyDelete
    Replies
    1. PR yg kompleks bagi semua pihak dari semua negara. Semoga setiap diri bisa lebih arif dalam berkonsumsi makanan dan bagi yang depositnya menumpuk gak banyak-2 'koleksi' rumah..

      Delete
  15. Yang kita lihat sekarang malahan lahan-lahan pertanian sudah diubah dengan berbagai macam bangunan dan fungsinya masing-masing.
    Padahal jumlah penduduk Indonesia semakin hari semakin banyak dan lahan pertanian malahan semakin mengecil.
    Semoga pemerintah bisa menyikapinya dengan bijaksana akan hal ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Petambahan jumlah penduduk memberikan double efek terhadap ketahanan pangan. Dan mengantisipasinya diperlukan sinergis semua pihak..

      Delete
  16. kunungan sabtu sore ke blog yg indah n mendapatkan info yg menarik dr artikel yg baik.


    salam...

    ReplyDelete
  17. disini cuma ada sedikit sawah :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di Jakarta ya Mbak? Bayangan saya malah di Jakarta tuh udah gak ada sawah lho? Ternyata masih ada sawahnya....hehehe

      Delete
  18. Semoga indonesia kian maju....ayo bangkit para petani indonesia doaku menyertaimu...Salam sukses buat para petani indonesia!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin:)
      Nah gimana jika ikutan terjun jadi petani modern OM Kris? Biar semakin jaya Indonesia sebagai negara agraris selain sebagai negara maritimnya:)

      Delete
  19. wah spertinya ente paham bener kalau masalah beginian. matap banget, tapi dari pengamatan saya secara umum si ya terutama di indonesia. pemerintahnya kurang mendukung terhadap masalah sepertini di tambah serakahnya pengusaha seningga semaki sedikit saja lahan yang beralih disamping si generasi yang lebih enak jadi pegawai. kita ga sadar sebagai negara agrari, mending di pimpin sama presiden dari petani aj lah, si suharto, bukan si planga plogoo.... hahah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. paham banget sih gak, hanya punya pengalaman dalam kehidupan petani, lika-likunya dan perkembangannya sekarang masih bisa saya lihat langsung di sekitar saya.

      Tentang generasi yg lebih suka jadi pegawai/urban di kota besar karena iklkim pertanian masih belum sepenuhnya mendukung petani, salah satu contohnya anjlognya harga gabah saat panen raya sehingga masa tanam sekitar 3bulan dengan hasil yg diperoleh secara aktual jauh dari mencukupi kebutuhan.

      Sehingga perlu adanya 2 kebijakan yg dilaksanakan secara serentak yaitu Harga jual hasil produksi yang cukup tinggi diharapkan jadi daya tarik bagi petani untuk produktif dan pada sisi lain, subsidi konsumen ditujukan untuk mengurangi beban konsumen karena harga pangan yang tinggi.

      Delete
  20. Semoga saja kebutuhan pangan di negri ini tetap tersedia, hinggak tidak ada lagi rakyat yg kelaparan, amin :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin:)
      Semoga lebih baik dari sekedar bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi juga bisa jadi lumbung padi bagi dunia Mas:)

      Delete
  21. Kalo saya sih sudah mumet mbak kalo mikirin beginian..hehehe
    Keren artikelnya, jadi ngerti soal statistik pangan disini.. Sukses terus yaa :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hohoho...jangan pusing dunk? Apalagi yang jadi pelaku pertanian ya, dengan anomali musim belakangan ini, ancaman hama, harga pupuk yg melambung, harga jual gabah yg masih jauh untung jika di compare dgn modal bercocok tanam...so difficult position for farmers

      Delete
  22. pegel-pegel sering sekali mba yang terjadi seperti hal itu ,bahkan lebih buruk lagi,pusing dah kalo hal itu terjadi..
    kalo kita dapat menyadari hal itu pasti kita akan hidup tentram tanpa kehbisan kebutuhan pangan sehari,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. pegel-pegel dan pusing ya? ayoo, tetap semangat SOb:)

      Delete
  23. moga masukannya diamini sama pembuat kebijakan.

    oya sedikit tambahan sih, di tempat tinggal sy yg termasuk penyuplai beras di jatim sj belakangan jumlah lahan pertaniannya uda banyak berkurang digantikan minimarket2 masuk desa, meski sih klaimnya pemda padi masih surplus tp 5 atau 10 thn kedepan siapa yg tahu???

    sy rasa sifat konsumtif masyarakat qt akan barang2 "minimarket" yg perlu dikendalikan biar tdk jg bangsa yg konsumtif

    slm kenal

    ReplyDelete
    Replies
    1. Fenomena berkurangnya lahan pertanian menjadi pemukiman, pertokoan, industri, dll..terjadi dimana-mana Mbak. Menjamurnya central-central nirlaba memang sudah memprihatinkan, lambat namun pasti akan berpengaruh pada pola konsumtif masyarakat. Katanya sudah ada pembatasan ttg market2 modern? di daerah saya juga sudah masuk itu Im dan AM.

      Delete
  24. "Ketahanan Pangan".... Saya heran, mengapa persahaan-persahaan besar tidak ada yang tergerak untuk membuka lahan pertanian pangan? Mereka lebih memilih sawit, karet, tambak, atau industri...., kenapa begitu ya mbak...??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, kok sama ya? Saya juga heran lho?
      Mgk krn perusahaan/para pelaku usaha profit oriented itu kali ya? Secara biaya produksi dan harga jual kan masih lbh baik sawit, karet, tambak..Gtu kira-kira ya Pak?

      Delete
  25. wah mbak, penjelasannya panjang lebar. ibarat skripsi aza nih heheheee..!
    yg jelas pertumbuhan penduduk berdampak besar bagi semua aspek tak terkecuali terhadap produksi pangan.
    coba deh mbak fikir, negara sdg meningkatkan perbaikan dibidang kesehatan, dg suksesnya aspek tersebut, juga berdampak besar lo bg pertumbuhan penduduk, yg mati berkurang, yg sehat makin banyak. akibatnya ya nyangkut juga ke artikel mbak ini.. heheheee

    ReplyDelete
    Replies
    1. #pengen maluu...

      Nyoba ingat lagi gimana out line bikin tugas akhir neh...#ngaco

      Iya, jadi saya menyebutnya dampak demografi terhadap ketersediaan pangan itu multiple efect. Tingkat kesehatan yg membaik maka harapan usia hidup pun lebih panjang dengan kebutuhan pokoknya ya pangan dan papan...seperti blunder kan? hehehe

      Delete
  26. kalo gak salah ingat dulu jaman pak Harto pernah di populerkan gaplek sebagai pengganti beras. Gimana kelanjutannya ya? ... btw, gak nyambung ya Rie ...:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bahkan produk olahan gaplek (yg dulu identik sebagai makanan org miskin) sekarang salah satu komoditi yang di jual di market2 modern tuh Mbak, di Malang salah satunya. Dan Kalau gak salah dulu juga ada pembagian bulgur juga?

      Nah Nyambung kan, Mbka? salah satu diversifikasi menu makanan tuh?

      Delete
  27. Rie..tulisannya mantabs..
    puanjang..
    Ya, semoga bangsa indonesia bisa menyediakan kebutuhan pangan buat rakyatnya,..

    Rie di tunggu partisipasinya..
    Ikutan GA ya disini..
    komenku ilang, padahal dah ikutan ..

    http://nchiehanie.blogdetik.com/index.php/2012/04/bloggerkartinianekspresi-kartini-cilik/

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahhahaa..iya mbak, panjang tapi tidak kali lebar kok.
      Sdh lht TKP, tapi saat ini blm punya fto sesuai kriteria lomba. Jaman sekolah saya hny prnh sekali ikut upacara pake kebaya waktu SD dan gak ada sesi futu-futu..hehehehe

      Delete
  28. Nice Postingan Mbak Ririe, kami Pernah baca Mbak, Mengatasi berkurangnya lahan Pertanian dengan menggunakan System Pertanian Tekhnologi Modern.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yups, salah satu negara yg sdh berhasil dengan teknologi pertanian modern'nya adalah Jepang.

      Delete
  29. Iya nih mbak,,,
    Penduduk makin banyak, lahan pertanian diambil sebagai lahan pemukiman, akibatnya makanan pokok jadi berkurang,....

    Hem......
    Semoga aja yaah mbak, hal ini bisa teratasi dengan program- program diatas...

    " multiple efect"

    ReplyDelete
    Replies
    1. semoga multiple efect yg muncul dari pertambahan penduduk terhadap ketahanan pangan bisa di antisipasi denga multiple technology juga:)

      Delete
  30. Semoga dimasa depan kekuatan pangan kita sebanding atau bahkan melebihi kapasitas penduduk ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. amiin, semoga sejaranh gemilang swasembada pangan bisa terulang dan berkelanjutan di negeri ini:)

      Delete
  31. Indonesia udah kayak china! Mungkin perlu adanya pembatasan anggota keluarga? Di mana mitos banyak anak banyak rejeki udah gak relevan lagi. Banyak anggota keluarga malah ngurangin jatah pangan!

    Dulu ane pernah bete nungguin satu persatu kelahiran adik ane. Pikiran ane ada 2, ngurangin kasih sayang bonyok ke ane dan jatah makan ane! Bhahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. SEbenarnya mitos banyak anak banyak rejeki itu karena anaknya banyak jd harus giat bekerja agar rejekinya banyak. Kira-kira begitu secara detailnya. Yang sudah sukses banget tuh Eropa sampai terjadi 'gap' generasi sepertinya. Sekian dasa warsa ke depan eropa bisa impor SDM tuh buat dijadikan warga negaranya.

      Btw, kira-kira kakak-2 saya dulu apa kepikiran kayak gitu juga ya waktu adik-2nya akan lahir? Tapi sepertinya gak sempat kepikiran gitu #halah, tanya sendiri di jawab sendiri

      Delete
  32. Kalau menurut saya, pemerintah kurang perduli dengan petani. Pemerintah lebih suka import, akhirnya banyak pemuda yang ogah jadi petani. pemuda lebih memilih jadi buruh pabrik. Kita liat di pasar, hampir semua barang import yang lebih menguasai.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Global market yg tak bisa di hindari dan Indonesia menjadi salah satu sasaran pasar yg 'empuk' memang. Apalagi biaya produksi yang masih belum bisa menekan harga jual produk sehingga membuat produk dalam negeri ngos-ngosan utk bersaing harga jualnya.

      Delete
  33. kenapa beras masih impor ya? kita bukannya negara agrari yang emgan lahanya untuk pertanian? atau karena kita tak tahan dengan kondisi ini di tambah pemerintah yang tidak pernah mendukung? bukannya dulu kita juga pernah mengekspor beras kenapa ko sekarang malah import ya?

    ya semoga saja dengan program tersebut bisa bejalan lancar dan kita tidak lagi kekuranngan, saya bukan ahlinya. saya hanya bisa berharap dan berdoa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seru lagi kalau berharap, berdoa dan turun langsung menjadi petani lho? Seorang teman [SMP] saya dia benar2 terjun mengaplikasikan ilmu dokter hewan yg dia miliki dengan memulai jai peternak telur dan sekarang dia merupakan salah satu yg masuk daftar program sarjana membangun desa yang sukses, dengan budidaya sapi ternaknya dan sebagai konsultan bagi peternak2 konvensional lainya. Pernah tampil di acara TV swasta dengan program Sarjana membangun desa (krg lbh nama program siaran'nya itu).

      Delete
  34. disekitar kompleksku aja tadinya sawah masih terhampar luas
    tapi skrg sudah beralih fungsi jadi kompleks baru...hiks

    gimana gak mahal coba beras dari negeri qta sendiri?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama, di sepanjang rute perjalanan yg saya tempuh..bertebaran hunian/KPR dan ruko-ruko yg di bangun dari lahan persawahan. Lahan pertanian tdk bertambah luas [cenderung berkurang secara significant] sementara kebutuhan produksi pangan meningkat tajam seiring dengan pertambahan penduduk.

      Delete
  35. Semoga semua bisa makan tanpa ada kekhawatiran. Btw, ini kayak sinopsis makalah ajeeee Mbak. :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Whahaha..bukan sinopsis makalah tapi review gosip yg lagi hot neh?

      Delete
  36. blogwalking mba, nice artikel mba...semoga dengan bertambah nya pendudukan tidak menjadikan dampak lebih besar terhadap stabilitas produksi pangan....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau dampak terhadap stabilitas produksi pangan tetap ada, yg penting bisa di atasi ..

      Delete
  37. WOw ... kirim ke koran mbak Ririe ...
    Trus jaman sekarang ... pengaruh bhn2 kimiawi pada produk pertanian/tanaman makin memprihatinkan lho.
    Ditambah bahan2 makanan berpengawet yang banyak dijual.

    Perhatikan deh, orang sekarang usia kepala 3 sudah macam2 penyakitnya. Padahal orangtua2 dulu usia 60an baru pada sakit.

    10 thn ke depan bisa jadi mereka yang baru berusia 20an yang sudah mulai tercemari macam2 penyakit, 10 tahun ke depannya lagi malah anak2 ...

    Eh, gak ada hubungannya dengan artikel ini. Kali2 saja siapa tau kapan2 mbak Ririe mau mengulasnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. waduh, seprtinya masih jauh dari layak muat di koran Mbak. Masih layak utk blog, kan bebas seleksi..hehehehe.

      Kalau ttg jenis antibiotik dan bahan pengawet pada makanan saya sdh pernah posting di blog.

      Orang2 jaman dulu, makanannya masih alami mbak. Gak ada zat aditive makanan, sayur dan buah jg gak pake pestisida. Nenek saya hingga akhir hayatnya gak pernah sakit yg serius, yg saya ingat beliau tiap hari bikin jamu dari daun2an yg rasanya pahiiit..

      Delete
  38. yg trpenting kita semuah harus siap menghadapi itu semuah

    ReplyDelete
  39. Artikel yang bagus sobat
    sukses selalu ya

    ReplyDelete
  40. saya setuju intensifikasi. kadang pas menanam tanaman a hasilnya malah kadang banyakan tanaman b-nya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maksudnya tanam padi tumbuh singkong ya..#just kidding.

      Kalau step intens'nya pada saat tanam padi (karena memang intensifikasi ini utk masa tanam padi), sgt mgk yg ditanam padi tp yg dipanen rumput/gulma...hehehe

      Delete
  41. Nice post mbak :)

    Ndak dapat dipungkiri, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan berkurangnya lahan pertanian bisa menyebabkan masalah serius di masa yang akan datang. semoga usaha usaha untuk mengatasi masalah pangan di masa yang akan datang dengan untuk melakukan intensifikasi dan diversifikasi pertanian itu bisa berhasil dan memberikan peningkatan produksi pangan yang signifikan sehingga masalah kekurangan pangan ndak akan terjadi di masa yang akan datang:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Langkah intensifikasi dan diversifikasi yg di lengkapi dengan implementasi penetapan lahan [subur] pertanian sebagai lahan produktif agar tdk di alih fungsikan jd hunian/industri..akan menjadi upaya simultan utk mengantisipasi ancaman kelaparan sekian dekade ke depan. Tentu saja harus di barengi kebijakan yg memotifikasi semangat para petani yaitu stabilitas harga jual hasil panen..

      Delete
  42. Tempatku masih banyak lahan persawahan. 60% mungkin. Maklum kampung hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau masih di daerah pedesaan memang area persawahan masih dominan. Tp kalau di amati, luas pertanian di pedesaan juga mulai bertambah g alih fungsi jd hunian...setidaknya di kampung halaman saya sdh mulai demikian sejak 10 tahun terakhir ini

      Delete
  43. RaJin bener mb buat artikelnya tapi seru deww--

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe..penasaran Mbak, kalau gak dilanjutkan bisa jadi jerawatan soale..#lebay

      Delete
  44. Serius banget tulisan kali ini ^^ tapi memang, urusan perut gk boleh main2.. hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Whahahahaa....sesekali nulis ya sedikit serius, belajar nulis yg ada alurnya...#kethauan edh jk biasanya asal nulis:(

      Delete
  45. Buzzz Buzzz Buzzz
    lam kenal

    nice posting, Aku punya pendapat lain yach, menurut ku pemerintah pusat tidak punya keinginan baik untuk memperhatikan soal pangan, karena tidak terlalu meningkatkan GNP, Pemerintah kita lebih tertarik soal industri.

    Sedangan pertahanan pangan apalagi industri pangan sunguh di lihat sebelah mata, bahkan ada joke apakah Tempe Zaman Majapahit juga Import dari Amerika, ironis :(

    ps mohon maaf kalo sok tahu hehe :D
    Salam Madu juga Sengat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga dari saya...

      Kalau di lihat di perkotaan/kota-kota besar memang terlht sekali bagaimana sektor industri terutama central perbelanjaan yg luar biasa pertumbuhannya. Saya sendiri heran, sedemikian banyak industri ritel di bangun dimana-mana? Tapi lepas dari hal tersebut, usaha menuju food basket adalah tanggung jawab kita semua dan semoga ke depan pemerintah bisa lebih terlihat action'nya.

      So, tolong jangan pake minta maaf. Tulisan ini saya buat masih sebatas opini pribadi saya dan hasil mereview banyak sumber juga kok.

      Delete
    2. baru minta maaf aja nda bole pa lg minta uang hehe just kiding.

      mantep tulisannya

      Delete
    3. hh hehhee...kalau minta duit malah boleh lho? #duit-duitan sih

      Delete
  46. Butuh konsentrasi tingkat tinggi nih tuk baca artikelx mbk Ririe Khayan :)

    ReplyDelete
  47. mampir disini untuk silaturrahmi dan baca-baca utk menambah ilmu...

    ceritanya bagus banget, thanks udah share

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga ada manfaatnya ya, terima kasih atas kunjungannya sob:)

      Delete
  48. di tempat ku orang kebun klo tani ndak.. moga daerah lain semangat tani biar gak kekurangan pangan.. buat artikel gini lumayan menguras otak ...:) maksih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Daerah perkebunan ya? Secera populasi, sebenarnya perkebunan bisa di amsukkan dalam pertanian juga kan?

      Menguras otak sih gak, tapi sempat bingung merangkainnya.

      Delete
  49. saya pikir bacanya juga harus serius apalagi buatnya . nice post

    ReplyDelete
    Replies
    1. hemm...serius ya? Tapi jangan lupa istirahat ya...

      Delete
  50. Mampir lagi sob
    Silahturrahmi

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih, sering2 mampir ya ?...hehehe

      Delete
  51. intinya kalo berhasil juga bisa mengurangi impor pangan kan ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalu berhasil..bisa ekspor produk pangan dunk...hehehe

      Delete
  52. Aduh.. aduh.. ngomongin pangan. Butuh waktu untuk membacanya dengan lebih teliti nihhh :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. yukk..silahkan gimana enaknya mbacanya ya..

      Delete
  53. dipikir secara sederhana jg emng gitu mbak...
    semakin banyak mulut semakin banyak bahan makanan yg disediakan untuk membuat mulut diam...
    :P

    ReplyDelete
  54. kenapa bisa kekurangan pangan...coba bandingkan jumlah penduduk dengan luas daratan yang ada...kita mengatakan kekurangan pangan..padahal masih begitu banyak lahan yang tidak tergarap :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. penggarapan lahan yg membutuhkan membutuhkan optimalisasi di segala sektor juga tentunya,irigasi, metode penanaman yg efektif, harga jual hasil panen...dst

      Delete
  55. penduduk bertambah banyak tapi lahan terbatas bahkan terus berkurang krn digunakan untuk pembangunan

    makin berabe kalau ga ada lahan maka orang malas bertani

    kalau sudah gini siapa yg memproduksi pangan untuk dimakan @@

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yg jelaas memang lahan pertanian gak bertambah, taoi justru berkurang. Utk jangka panjang, yg diperlukan adalah optimalisasi lahan pertanian yg ada..

      Delete
  56. Cuman bisa bilang nice sahare non...!!! maaf baru nampak lagi...!!! hehehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. OGak masalah, tetap welcome untuk kunjungannya kapanpun...

      Delete
  57. makasaih atas infonya buk., salam kenal ya.
    tolong di follbek ya buk... :)

    ReplyDelete
  58. Semoga Indonesia tidak lagi mengimpor makanan dari pihak luar. Semoga sukses ya. Mohon beri komentar pada tulisanku yang ini ya - Indonesia mendunia lewat Gamelan dan juga yang ini - Memanusiawikan Lingkungan Sungai Ciliwung dan Sekitarnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin, sebagai bisa tercapai indonesia sebagai food basket dunia. Oke, saya sudah mampir dari TKP...great post, semoga sukses juga ya sob:)

      Delete
  59. wah aku ketinggalan postinganmu yang ini sist... udah banyak bener nih tamu yang berkunjung.... hehe.

    topik yang selalu bikin kita prihatin, pangan, sandang dan papan adalah tiga serangkai yang sulit sekali di-entas-kan... turut mengaminkan doa-doa di atas deh.... agar Indonesia bisa memberikan yang terbaik bagi rakyatnya.... :)

    semoga sukses yaaa, wishing you all the best!

    ReplyDelete
    Replies
    1. hohoho...yukk Mbak AL ikutan kompetiblognya VOA..

      Delete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.