Membaca artikel/postingan peduli alamku tentang concert for Jakarta rubbish collectors, yang membuat go international kondisi yang sangat memprihatinkan dari rubbish collector dan terhadap tenaga kerja/pekerja secara umum yang kalau hendak dibuat listing saya yakin prosentasenya akan sangat fantastic.
Dan Bismilllahirrahmaanirrahiim, merupakan fenomena sosial ekonomi yang masih jamak kita jumpai bahwa pekerja (karena melimpahnya jumlah tenaga kerja) sehingga bargain positionnya kurang kondusif.
Hukum demand and order pun berlaku di ranah tenaga kerja, yaitu ketika suplay tenaga kerja melimpah maka upah yang ditawarkan pun bisa diminimalkan. Dengan kalimat superiornya “ kalau mau di gaji sekian ya silahkan kerja. Jika tidak mau, yang antri lainnya kan masih banyak..”, mungkin dan kira-kira seperti itu jika di verbalkan.
Pada kebanyakan bidang dan sektor kerja, not just rubbish collector field tapi secara general kondisi pekerja di tanah air memang still less attention, they do their job without appropriate uniform, no protection from contamination, lack of inssurance and also low [cost] payment.
Dan Bismilllahirrahmaanirrahiim, merupakan fenomena sosial ekonomi yang masih jamak kita jumpai bahwa pekerja (karena melimpahnya jumlah tenaga kerja) sehingga bargain positionnya kurang kondusif.
Hukum demand and order pun berlaku di ranah tenaga kerja, yaitu ketika suplay tenaga kerja melimpah maka upah yang ditawarkan pun bisa diminimalkan. Dengan kalimat superiornya “ kalau mau di gaji sekian ya silahkan kerja. Jika tidak mau, yang antri lainnya kan masih banyak..”, mungkin dan kira-kira seperti itu jika di verbalkan.
Kalau ditelaah lebih jauh, bukan hanya ketidakseimbangan antara lapangan pekerjaan dan jumlah tenaga kerja, namun masih significantnya jumlah tenaga expert WNA yang menduduki posisi-posisi strategis sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya degradasi kalangan terdidik Indonesia sehingga makin meningkatnya jumlah pengangguran dari kalangan terdidik yang otomatis akan menurunkan kesempatan tawar dalam posisi bursa kerja.
Wah, kok malah nglantur bahas polemik lapangan kerja ya? Kalau dilanjutkan bisa menimbulkan demo neh karena tulisan saya yang lebih bersifat subyektif. Jadi sebelum mblabar kemana-mana, saya kembali ke ide awal bikin postingan ini yaitu sekedar sharing beberapa foto yang tersimpan rapi di file. Sebuah gambaran yang mungkin tidak jauh berbeda dengan rubbish collectors hanya berbeda bidang pekerjaan/rutinitas.
Wah, kok malah nglantur bahas polemik lapangan kerja ya? Kalau dilanjutkan bisa menimbulkan demo neh karena tulisan saya yang lebih bersifat subyektif. Jadi sebelum mblabar kemana-mana, saya kembali ke ide awal bikin postingan ini yaitu sekedar sharing beberapa foto yang tersimpan rapi di file. Sebuah gambaran yang mungkin tidak jauh berbeda dengan rubbish collectors hanya berbeda bidang pekerjaan/rutinitas.
Bahwa masih banyaknya pekerja yang belum menggunakan perlengkapan kerja yang memadai, bahakan cenderung menggunakan pakaian kerja apa adanya meskipun resiko pekerjaan yang dihadapi sangat tinggi. Seperti kasus yang pernah saya lihat langsung, bagaimana "operator" tunner pembakaran yang bekerja tanpa menggunakan perlengkapan perlindungan diri yang memadai.
Pentingnya Perlengkapan Keamanan dan Keselamatan Kerja masih sekedar wacana indah bagi sebagian kalangan pekerja di negeri ini. Dengan HANYA mengenakan kaos seadanya, si bapak mengerjakan tugasnya mengumpankan bongkahan batu bara ke dalam tunnel yang membara dengan suhu sekitar 400 OC. Sesekali mengintip untuk melihat kondisi di dalam tunnel, kapan perlu ditambah batu bara/kayu bakar dan mengeluarkan sisa abu pembakaran dari output yang ada di bawah tunnel. Mengoperasikan dan menjaga tunnel hingga menghasilkan panas agar kondisi suhu dan tekanan dryer (alat utama proses) tercapai untuk mengolah raw material (basah) hingga jadi produk kering (tepung).
Pentingnya Perlengkapan Keamanan dan Keselamatan Kerja masih sekedar wacana indah bagi sebagian kalangan pekerja di negeri ini. Dengan HANYA mengenakan kaos seadanya, si bapak mengerjakan tugasnya mengumpankan bongkahan batu bara ke dalam tunnel yang membara dengan suhu sekitar 400 OC. Sesekali mengintip untuk melihat kondisi di dalam tunnel, kapan perlu ditambah batu bara/kayu bakar dan mengeluarkan sisa abu pembakaran dari output yang ada di bawah tunnel. Mengoperasikan dan menjaga tunnel hingga menghasilkan panas agar kondisi suhu dan tekanan dryer (alat utama proses) tercapai untuk mengolah raw material (basah) hingga jadi produk kering (tepung).
Dan semua perlengkapan kerja yang dikenakan di setiap tahapan proses nyaris sama, hanya kaos seadanya dan sepatu yang jauh dari compatible. Tidak ada perlindungan terhadap kontak bahaya jika terjadi kecelakaan kerja, tanpa penghalang dari cemaran mikroba, tak memakai penutup hidung dari bau yang luar biasa menyengat, dst.
Demikian juga keadaan yang tidak jauh berbeda, perlengkapan dan resiko pekerjaannya harus dilakukan oleh tenaga kerja wanita yang menempati posisi sorting dan sizing raw material yang berupa ‘sisa’ ikan dengan kondisi yang bisa dibilang ‘limbah’. Mengingat raw material yang digunakan adalah sisa ikan (isi perut dan potongan kepala) yang otomatis mudah membusuk begitu out of cold chain temperature. Perasaan miris, prihatin, simpatik dan entah apalagi yang berkecamuk di benak saya saat melihat ‘mereka’ berjuang demi menafkahi keluarganya dengan mengambil sikap permisif pada semua resiko dan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Kebetulan saat itu kami memang lumayan lama mengidentifikasi alur proses yaitu menunggu sampai ada output produk yang dihasilkan. Jadi saya punya peluang untuk lebih mendekat ke orang-orang yang sedang bekerja [memulai aksi investigasi off the record].
“ Kerjanya mulai jam berapa, pak? “tanya saya ketika bisa mendekati si bapak yang memberi umpan batu bara.
“ Tergantung bahan baku Mbak, bisa mulai jam 6 pagi sampai sore..” jawabnya dengan wajah berhias segaris senyum.
“ Terus gajinya, mingguan atau harian..”
“ Nggih harian, Mbak..”
Dan sayapun terbawa rasa ingin tahu, sehingga memberanikan diri untuk bertanya berapa gaji yang diterimanya dengan resiko dan beban kerjanya tersebut. “ Kalau boleh tahu, berapa gajinya sehari P`k?” dan tebak berapa gajinya? “ Empat puluh ribu...”. Padahal upah pekerja bangunan saat ini sudah lima puluh ribu ke atas dengan jam kerja mulai jam 7 pagi sampai 4 sore.
Life's full of challenges, but these challenges are only given because GOD knows our faith is strong enough to get through them
Noted:
Foto original (awal) postingan ini dibuat ternyata disappear (mungkin efek ganti - ganti template), sehingga saya ganti dengan image lain yang relevan.
waduh ceritanya miris sekali ya... kerja sudah keras, dengan tingkat keamanan yang seperti itu... gajinya juga pas pasan ya..
ReplyDeleteDan kenyataannya hal yg demikian sangat banyak di sekitar kita, melimpahnya tenaga kerja sehingga pemilik modal bisa menjadi 'raja' dalam memberikan gaji..
Deletewew, kejam ya, makanya dari dulu males kerja, ya kaya gini ini nih ^^
ReplyDeleteGue ikutan lue juga sob wkwkwkw....
DeleteWah, itu sih alasan pembenaran. -_-
Delete@SM: wahh mau dunk di kasih tahu rahasianya gak kerja tapi kaya gitu...whahahaa..
Delete@AR: hayoo rame-rame ikutan deh...
Delete@ AW: Hahaha..selalu ada alasan tentunya...
Deleteckckckck...potret buram sistem kerja di negara berkembang
ReplyDeletewhahahaa...iya buram Mbak, tuh orangnya kan kena jelaga..#ngaco
Deletetenaga kerja banyak ketrampilan yang dimiliki kurang ini bisa juga menjadi rendahnya upah pekerja
ReplyDeleteSebenarnya tdk hanya soal upah, tp perlengkapan K3 juga masih sering 'luput' dari perhatian meski mungkin secara aturan sdh ada
Deletekalau gini ya lebih enak sekolah daripada kerja, hehe
ReplyDeleteTOS...senengnya jika bisa sekolah terus digaji ya...#nglunjak
Deletesebuah pekerjaan yang cukup berat di tambah resiko kecelakaan kerja yang bisa terjadi sewaktu-waktu namun upahnya sungguh tak sebanding ya mbak
ReplyDeleteApalgi kecelakaan kerja yg bersifat permanen, kadang (mungkin) di luar tanggung jawab owner..
Deletepekerjaan yang tidak sebanding dg resiko & ketrampilan ato keahlian. tp apa mo dikata sobat, org perlu bekerja untuk mencari nafkah hidup! mgkn juga tempat bekerja memproduksi hasil usahanya juga murah. so, menurut saya pihak pemilik usaha tidak serta merta dipersalahkan! koq jd serius amat sih heheheee..!
ReplyDeleteMasalah gaji, keselamatan, asuransi..adalah fenomena sosial ekonomi yang melibatkan banyak pihak, sebak, faktor...complicated deh..#Makin nglantur neh
DeleteSaleum,
ReplyDeletePekerjaan seperti itu memang beresiko terhadap penyakit dalam. Mungkin karena kurangnya pengetahuan mereka terhadap efek terhadap tubuh sehingga mereka tidak menghiraukan.
maaf ya mbak, aku baru berkunjung sekarang
Kurangnya pengetahuan dan(bisa juga) ditambah dengan policy manajemen utk meminimalkan cost produksinya..
Deletealways welcome kapanpun singgahnya,dan semoga Aceh sdh kembali tenang ya...
Semua itu demi keluarga.Kadang mengabaikan keselamatan diri sendiri.
ReplyDeletedemi keluarga...keselamatan dan keseangan diri sendiri akan jadi nomer yang kesekian ratus/ribu..
Deletehidup memang tak semudah yang dibayangkan,,,,
ReplyDeleteJadi jangan dibayangkan yg mudah-mudah saja ya sob..
Deletemungkin unutk kesejahteraan perlu adanya JAMSOSTEK mbak.. hehehe
ReplyDeleteJamsostek mah belum tentu di berikan pada semua...
DeleteHarus ikut program kesehatan keselamatan kerja (K3) ya, agar kesehatan para pekerja dilindungi ^^
ReplyDeleteHarusnya demikian Mbak, tapi saat ini perlindungan terhadap tenaga kerja sepertinya masih lemah
Deletemiris ya....ketika melihat potret para buruh skrg ini
ReplyDelete“ kalau mau di gaji sekian ya silahkan kerja. Jika tidak mau, yang antri lainnya kan masih banyak..”
itulah memang yang terjadi saat ini...
membuat pengangguran semakin merajalela....
huaaaa.....
KOnteks kalimat di atas, bahkan pernah saya dengar langsung, beginilah jika pasokan tenaga kerja melimpah ruah..
Deleteyah ibarat ayam mati di lumbung padi mungkin..
ReplyDeletekita ibarat tamu dinegeri sendiri, kita kebanyakan sebagai pekerja keras yang kadang tidak dihargai secara manusiawi
ikut prihatin, semoga bisa lebih sejahtera kedepan
HHemmm, hamparan pertiwi yang gemah ripah loh jinawi tapi masih impian..
DeleteBukan dipungkiri, seperti inilah gambaran para pekerja Indonesia. Rela berjuang dengan apa adanya hanya untuk mendapatkan upah yang mungkin bagi sebagian orang terlihat kecil. Tapi bagi orang itu, nilai segitu amatlah sangat berharga.
ReplyDeleteYups, demikian hidup yang berdinamika...demikianlah jawaban sikap dari tanggung jawab pada keluarga, no matter it take untuk keluarga:)
Deleteitu sebagian kecil Potret kehidupan yg sering kita jumpai kan..
ReplyDeleteYups, hanya sebagian kecil yang kebetulan saya jumpai..
DeleteSalam kenal, masalah ketenaga-kerjaan di Indonesia ini sebenarnya merupakan masalah sistemik, artinya "iklim lapangan pekerjaan" yang ada atau tersedia, sangat tidak mendukung jumlah tenaga kerja yang ada. Seharusnya, pemerintah Indonesia memikirkan pembukaan lapangan kerja baru bila ingin rakyatnya benar-benar produktif. Tapi hal ini masih berupa impian belaka (sejak Indonesia merdeka). Pembuktian terakhir adalah, sulitnya Mobil ESEMKA untuk mendapat tempat di hati 'pemerintah' kita. Karya anak bangsa seakan tidak berharga. Salam.
ReplyDeleteSalam kenal juga Sob,
DeleteKarena masalah sistemik sehingga penyelesainnya tdk cukup dengan membuka lapangan pekerjaan. Penerimaan dan penghargaan terhadap hasil kreasi anak bangsa memang seharusnya bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk menunjukkan daya saingnya dengan memberikan ruang gerak untuk menghasilkan karya yang punya kualitas
Iya mbak, ikut miris,,,, saya bahkan pernah berfikir waktu saya masih kerja di Apotek, enak banget hidup aku yang tinggal duduk tunggu pasien sdh dapat bayaran yang lumayan, sementara orang lain harus banting tulang, di tengah terik matahari demi mendapatkan uang yang bisa dibilang tdk setara dengan apa yang dia kerjakan.....
ReplyDeleteSemoga dengan melihat pada situasi orang lain, akan membuat kita bisa lebih bersyukur dengan apa yg kita miliki:)
DeleteIya mbak... :)
Deletesip:)
Deletenice info
ReplyDeleteSIp..tengkyu:)
DeleteMemang miris ya mbak, tapi mau gimana lagi kalo pemerintah tidak bisa mengawasi kecilnya upah sementara tingkat pengangguran yang tinggi.
ReplyDeleteMemang masalah yg kompleks..penerapan peraturan tenaga kerja tidak mungkin bisa di awasi setiap hari oleh competent authorithy tentunya.
DeleteMiris memang. Tapi itulah gambaran lapangan pekerjaan di Indonesia.
ReplyDeleteGambarn yang masih banyak warna yang membuat hati miris dan prihatin..
DeleteDisituasi yang sulit seperti ini, nyawa orang dihargai sangat murah.
ReplyDeleteKapan ya, ada perubahan yang berarti...
Seorang WNA (Jerman), pernah bilang dalam sebuah forum bahwa yang murah di INdonesia adalah nyawa manusia (ketika di melihat crowded'nya lalu lintas Jakarta).
DeleteSolusi dari semua ini adalah mendorong anak bangsa, terutama yang lulusan pendidikan tinggi untuk menciptakan pekerjaan sendiri (wirausaha), syukur-syukur kalo bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Kalo nggak, Indonesia ya bakalan begini terus. :D
ReplyDeleteYups, wirausaha mandiri merupakan solusi efektif untuk memperbaiki situasi lapangan pekerjaan:)
DeleteMungkin, kerja buruh kasar tidak sebanding dengan para pekeja lulusan universitas. :(
ReplyDeleteSecara proporsi tanggung jawab, harusnya memang lebih baik skilled. Tapi dengan degradasi lulusan Perguruan tinggi, bisa jadi pekerjaan yg harusnya cukup di kerjakan oleh lulusan Sekolah menengah pun akhirnya dikerjakan oleh para sarjana
DeleteHiks..kasihan ya..
ReplyDeleteResiko kerjanya berat, dengan gaji yang pas2an..
Ya namanya juga kebutuhan mungkin, pasti mau lah..
hiks..jadi melow..
Kalau sdh menyangkut hajat hidup, apapun resikonya di ambil. Semoga tetap bisa memilih jalaur yg halah...
Deletekalau orang indonesia dapatnya pekerjaan yg kotor yah, yg strategis diempati pekerja asing
ReplyDeleteKalau ada 2 tenaga kerja dengan kualifikasi yg sama, bisa ditebak WNA lah yg akan dipilih meskipun salary'nya lebih mahal..
Deleteiya ya mba, itu cuma potret sederhana dari sebagian rakyat indonesia. lagi lagi kemiskinan jadi alasan... kamu mau gaji berapa? mau segini ga? kalau engga, ya ga usah kerja, masih banyak yang lain. biasanya orang selalu di bilang seperti itu..
ReplyDeleteKOnteks kalimat yang bisa bikin arghhhh banget apalagi jika diverbalkan langsung. Dan memang masih demikianlah adanya, jika gap jumlah tenaga kerja dan ketersediaan lapangan kerja sangat lebar.
Deleteiya, gap selalu ada atau senggaja di buat ada olah penguasa kita. padahal alam ini luas, indonesia sumberdayanya begitu hebat. lantas kenapa kita seperti di jajah di negara sendiri? oleh orang seendiri. yang hanya mementingkan diri sendiri? sungguh ironi.. sampai kapan negara ini akan maju?
Deleteiya sampai kapan ya mas? kok pertanyaan kita sama neh...hehehe
Deletesungguh miris ya melihatnya, kenapa yang atas begitu tega mempermainkan ekonomi sampe yang bwah kita seperti ini. sampe kapan coba? dan ini saya kira seperti gunung es, yang terlihat sebagian saja. aslinya masih banyak.
ReplyDeleteAtau mirip juga dengan anak gunung krakatau ya, keliatannya hanya kecil tapi kalau dilihat mulai kaki gunungnya tentu sangat besar..
DeleteCkckck...kerja seharian cuma dibayar 40rb??? Wew...
ReplyDeletewew...memprihatinkan ya?
DeleteSyet, dah! Ane blank bgt baca beginian! Mbak Rie pancen analis sejati!
ReplyDeleteWell, harusnya asuransi tu perlu buat smua kalangan. Gimana bakal ada kesejahteraan kalo otak pemerintah udah kayak rubbish? Href... Huhuhu
Analis sejati? wouww, analis ecek-ecek deh Mas. Kalau analis sejati, tentu saya sdh termasuk pengamat sosial ekonomi dengan hasil analisis yg komprehensive setiap hari..but tengkyu, You're the first one who said that on bloggers:)
Deletekerja keras tpi tetap semangat keras walau upah hanya pas2an tapi dunia pasti memuji....nice post
ReplyDeleteHarus teuteup semangat meski panas menyengat...life is struggle:)
Deletewah kerjanya berat bgt, resiko tinggi, 'n gajinya ga seberapa.. miris sekali.. sepertinya mrka ini ga ada pilihan lg ya.. demi menghidupi keluarganya
ReplyDeleteBanyak pekerjaan dengan resiko tinggi dan upah minimal yang mau gak mau harus dijalani demi keluarga tercinta
DeleteAku mau nyinggung gaji yang cuma 40rb, setahu saya kalo pengusaha pabrik dalam menggaji karyawannya memang sudah diatur dalam UU Tenaga Kerja soal Pengupahan yaitu mengacu pada kisaran UMK yang berlaku di masing-masing kota kabupaten, semisal kalo di Surabaya UMK-nya 1.250.000, jadi kalo diitung perhari ya sekitar 41.xxx, ... nah untuk karyawan diatas bekerja di kota mana? ... kalo di kabupaten seperti Banyuwangi ya sudah lumayan besar segitu.
ReplyDeleteMengaitkan dengan UMR/UMK, bisa jadi memang sudah masuk dalam besaran yang ditetapkan. HAnya saja yang masih belum saya tahu, apakah penetapan besaran UMR sdh menyertkan pertimbangan resiko pekerjaan dan beba kerja? Atau hanya berdasarkan nilai inflasi?
DeleteYg perlu lebih dicermati adalah implementasi penerapan K3 dan jaminan/asuransi. Karena pada realitasnya banyak pelaku usaha yang sering 'alpha' dalam memenuhi kewajibannya dan hak pekerja utk mendapatkan K3 dan jaminan keselamatan kerja sesuai aturan yang sudah dibuat.
Jk mau melakukan investigasi secara insidental, maka fakta miris perilaku kerja seperti gambaran di atas (riskan bahaya tanpa perlindungan diri yang memadai)masih sangat banyak terjadi di sekitar kita...
harusnya perusahaan ngerti kewajibannya terhadap keselamatan karyawannya dan karyawan berhak tahu dan menuntut hak-haknya diantaranya jaminan keselamatan kerja, karena bagaimanapun jika terjadi acident yang tidak dinginginkan kedua-duanya yang menderita kerugian, betul kan mbak?
ReplyDeleteKalau terjadi kecelakaan kerja, apalgi yang sampai cacat permanen atau kejadian meninggal maka kerugian permanent pula yg di derita oleh keluarga pekerja. Kalau pihak pengusaha, sangat mungkin sudah ada perhitungan nilai BEP yg solid sehingga seminimal mungkin terjadinya kerugian. Hukum ekonomi adalah pedoman kerja bagi pelaku usaha
Deletewwwaw..
ReplyDeletegak bisa di bayangin kalau aku ada di posisi mereka !! hmm..
*harusselalubersyukur*
Saya kalau membayangkan di posisi mereka jdi ingat masa-masa kecil deh..hehehee
Deletewaww serem juga ya kerja di crushing batubara...
ReplyDeleteresikonya berat kalo kecipratan..
so pasti panas banget...
:)
whahahaa..kok crushing batubara sey? BUkaaann di batu bara futu2 tersebut ..
Deleteiya...emang miris banget lihat nasib pekerja yg seperti itu....tp krna keadaan mrk terpaksa menerima pekerjaan itu meskipun upahnya sangat minim....
ReplyDeleteya begitu deh Mbak, ketika sdh tak ada pilihan lain sementara keluarga harus dinafkahi..
Deletebujug dah... tege bener tuh perusahaan, cuman dibayar 40rebu dan gak dapet jaminan apa2 #miris >.<
ReplyDeletebagi para pekerja seperti mereka, yg penting bisa dapat kerjaan Mbak
Deletemudah-mudahan mereka diberi kekuatan walau bagaimanapun pekerjaan yang mereka lakukakn :) yang penting halal
ReplyDeleteAmiin, semoga tetap bisa menikmati hiudp dalam keberkahanNYA:)
Deletesungguh memprinhatikan saudara2 kita yg dipekerjakan seperti itu tanpa alamat pengaman. jadi pengangguran salah,kerja kek gtupun salah. yg perlu dicek sebenarnya pengetahuan kita dari tingkat pendidikan qt biar bisa lbh memilih pekerjaan yg nyaman dan aman tentunya.
ReplyDeleteKetika kita dihadapkan pada kompetisi pekerjaan dengan jumlah suplay tenaga kerja yg jauh lebih besar, kadang kita harus 'permisif' dengan pilihan yg ada
Deletekasian bener yak ..
ReplyDeletemudah-mudahan Pemerintah lebih merhatiin nasib orang susah ya ..
supya gajinya disepadanin sama resiko kerjanya
perlu juga kesediaan pelaku usaha untuk komitment dalam memberikan tambahan kesejahteraan terhadap karyawannya:)
Deletebukanlah sebuah pilihan jika harus terlanjur punya pekerjaan seperti itu, tapi ya tentu mereka juga sudah siap dengan segala kemungkinan dan resikonya. miris yaa... itu ada juga ibu2 ya kayaknya?
ReplyDeleteSetiap pilihan memang sdh satu paket dengan resikonya. Karena keadaan juga, sekarang banyak kita jumpai ibu-ibu melakukan pekerjaan yg secara fisik adalah bidang pekerjaan laki-laki
Deletekerja penuh resiko..hidup adalah resiko
ReplyDeletehiudp dan kerja selalu ada resikonya:)
DeleteInnalillah.... 40ribu/hari???
ReplyDeletethe shocking truth..
Penyelamat bangsa digaji rendah, =.="
semoga mereka diberi rizki yang lain oleh Tuhan YME aminnn..
The shocking truth yang jamak terjadi di sekitar kita
Deleteserem juga yah !
ReplyDeletehiiii..memang serem deh!
DeleteMinim banget keamanannya, harusnya ada K3'nya tuh. Berat sekali ya hidup ini, tenaga dan hasil nggak sebanding :(
ReplyDeleteHidup memang tdk mudah, jd jangan mempersulit hidup lagi ya...#LHOH?
Deletegaji miring, badan kebanting.
ReplyDeleteGaji miring, kalau bisa jangan sampai badan kebanting sob:)
DeleteSalam kenal mbak rhie..
ReplyDeletemiris juga ngeliatnya ya mbak..
di t4 ku jug banyak gtu..pribumi..penduduk lokal tp kerjanya cuma task force doang..penghasilannya minim banget tp resiko kerja paling gede..
tp gimn yah..sy jg staf baru di t4 kerjaku yg perusahaan plat merah..
trus..mo nanya dong, gimn buat kotak komen yg langsung ada menu reply nya..?trims
Salam kenal juga:)
DeleteTake more risk dengan gaji minimal, bukan hal baru. Apalagi jika mengacu pada UMR/UMK, maka meskipun mungkin bisa memberikan gaji labih baik masih saja berpedoman pada UMK/UMR kan?
Oia, utk threaded comment sebenarnya banyak tutorialnya. kalau threaded comment di blog ini sebenarnya mengalami sedikit masalah sehingga tampilannya begini..hehehe
miris banget ya mbak ririe, dengan gaji segitu dan peralatan ala kadarnya, tidak ada jaminan keselamatan kerja ya mbak? kasihan mereka :(
ReplyDeletemiris sekali karena perlengkapan kerjanya jauh dari memadai:(
Deletembak Rierie.. noorma tadi copast banner :)
ReplyDeletehehehee..
okeey, tengkyuu ya. Sdh saya pasang juga bannernya mbak noorma:)
Deletebener" ga sebanding
ReplyDeleteyayayya, gak sebanding banget :(
Deletehidup adalah perjuangan dan resiko
ReplyDeleteberani hidup harus siap berjuang dan menghadapi segala resiko...
DeleteEdyaaan, mesakakeee :((
ReplyDeleteIya mesakakeeee:((. Tapi sapa yang edyaaan neh?
Deletesemangat terus yg mosting dan yang kerja ..:D
ReplyDeleteyuksss...keep on spirit:)
Deletesyalalala,,monggo menawi badhe nyanyi Pak Ies.
ReplyDeleteKetimpangan jumlah tenaga kerja, policy pemerintah, ketersediaan lapangan kerja, prinsip ekonomi yang jadi jargon utama sehingga kadang 'lupa' jika buruh kasar juga manusia yang berhak mendapatkan perlindungan kerja dan hidup secara layak:)
Wacana yang semoga membuat kita bisa lebih menhargai dan mensyukuri apa yg kita miliki
ReplyDeleteKunjungan siang, Mbak :)
ReplyDeletehohoho..selamat siang juga..
DeleteMereka itu hebat harusnya ada sebuah penghargaan atau kesejahteraan..
ReplyDeletekarena siapa sih yang bisa ngebayar keringat seseorang secara setimpal??
Semoga demi rasa kemanusiaan ada pemberian kesejahteraan meski mungkin tidak bisa secara berkala, at least sebagai apresiasi atas kinerja mereka.
Deletehidup emang susah yahh :/
ReplyDeletemeski hidup susah, semoga tetap ada jeda untuk menikmatinya:)
DeleteMiris.. Aku jadi enggak tega :(
ReplyDeleteIya, miris melihatnya.
Deletemenurut ada yang lebih parah mba,yaitu para pencari kelelawar ditebing jurang kematian dibibir pantai > karena harus nginep siang malam dipinggir tebing yg jarak antara atas & bawahnya bisa sampai 100 meter plus dibawah batu karang pantai yang menjorok ketas bibir pantai,jadi sekali terpeleset langsung . .
ReplyDeleteSangat banyak profesi/pekerjaan yg riskan bahaya dengan perlindungan diri yang tidak/kurang memadai. Yg bisa di ambil contoh lagi adalah penambang belerang.
Deletememang sangat memprihatinkan Rie... banyak sekali profit organization/perusahaan swasta itu hanya mengejar keuntungan belaka tanpa mempedulikan keselamatan staff/karyawannya. Ada sih hukum yang harus dipatuhi, tapi sepertinya mereka lebih memilih mengeluarkan uang untuk membungkam si petugas hukum daripada mengeluarkan dana untuk perlengkapan keselamatan kerja karyawannya.
ReplyDeleteDi lain pihak, pengalaman dan pengamatan yang kami lakukan nih, khususnya di bidang persampahan, di wilayah Aceh ya....banyak scavengers (pemulung) itu yang kembali ke kebiasaannya (tidak suka menggunakan alat-alat keselamatan kerja, misal sarung tangan, masker, sepatu, helm, dll) . Walau telah mendapat sosialisasi tentang betapa pentingnya menggunakan alat-alat keselamatan kerja, tetap aja mereka lebih suka kembali ke kebiasaannya. Alasannya waktu ditanya kenapa ga pake, jawabannya simple, "Payah bu, bikin lamban pekerjaan, enakan begini... ". Oalah....
Pelaku usaha kadang gak mau rugi dengan meminimalkan budget utk perlengkapan K3. Kalau di food processing bisa di suspend kegiatan ekspornya sampai 'deviasi'nya ditindaklanjuti.
DeleteNah dilain pihak, karena 'terbiasa' bekerja dengan ala kadarnya sehingga para pekerja akan merasa kikuk dan ribet jika dilengkapi pakaian kerja yg sesuai K3 sehingga memang harusnya ada upaya 'pendisiplinan' sebagai langkah awal utk menjadi kebiasaan yg benar. Bukankah yg susah mengubah kebiasaan adala memulainya..
jadi, apa yang harus dilakukan sebaiknya,,..
DeleteHemmm...apa ya? Just do your best...hehehehe
Deletekunjungan gan.,.
ReplyDeletebagi" motivasi.,.
fikiran yang positif bisa menghasilkan keuntungan yang positif pula.,..
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,
Oke..terima kasih:)
Delete