“Ada yang mencarimu tadi, Kay…”,
Aku menghentikan kegiatan mengetikku, sesaat.“ Mahasiswa mau konsultasi ya?”
Mas Arya menggeleng, “ bukan…tapi dia ngasih ID card. “ kuterima selembar kartu nama dan kubaca sebaris nama AYU ANGGIA yang menyentakkan rasa kagetku.
“ What’s up, seperti melihat hantu ekspresimu…”
“ Dia ke sini dengan siapa Mas?”
“ Sendiri saja, dia berharap bisa bertemu denganmu sebelum kembali ke Jakarta lusa”.
Sebelum Mas Arya menginterogasi, aku memintanya meninggalkanku dengan alasan ada materi kuliah yang harus kupersiapkan.
Kulayangkan tatapanku melintasi kaca jendela, menatap ritmis hujan yang masih menyisakan rintik-rintik gerimis. Memercik dengan romansa mistis di setiap helai daun bougenvile yang tumbuh di depan kamarku. Fragmen-fragmen otakku mendadak berantakan dan power point yang terpampang di monitor mangkrak dengan sukses. Sebuah episode empat musim lalu yang sudah bisa kukikiskan dari keping hatiku, kini terurai kembali seperti layar film. *****
Sunset on sky |
“ Jadi gimana ?”
“ Entahlah…aku bingung, Fa. Mau ngapain dia ingin ketemu denganku? “
“ Kamu saja bingung, apalagi aku? ” ucap Fahira sambil tertawa-tawa.
Tidak ada hubungan apa-apa di antara kami, bahkan aku juga tidak kenal dia. Hanya pernah dengar namanya sekali dari Mas Ferry. Tapi kini dia ingin bertemu denganku?
“ Daripada mati penasaran, lebih baik kamu temui dia..” saran Fahira “minimal menghargainya sebagai tamu...”
Sepanjang perjalanan menuju tempat yang telah kupilih untuk menemui Ayu, perasaanku benar-benar teraduk. Yah, lebih cepat ketemu dengan gadis itu lebih baik daripada hati dan pikiran diliputi tanda tanya dan mengganggu konsentrasiku mengajar.
Sejenak kutata debaran jantungku agar iramanya teratur sebelum kulangkahkan kaki memasuki café tempat biasanya aku temu kangen dengan teman-teman kuliah. Langsung menuju sudut ruangan, menghampiri seseorang yang sudah menungguku.
“ Maaf agak terlambat, Mbak Ayu Anggia kan ?” sapaku seramah mungkin dan dalam hitungan satu menit aku sudah bisa menyimpulkan betapa Ayu sangat anggun. Postur tubuhnya semampai, berkulit cerah, make up minimalis dan rambutnya yang terurai semakin memperkuat keanggunanya. Dalam hati aku mengakui pasti tidak sulit bagi laki-laki untuk jatuh hati padanya dan salah satunya Mas Ferry tentu saja. Berpikir demikian membuat dadaku terasa sesak dan kurasakan sebersit perih hinggap sesaat.
“ Terima kasih ... Ehmm Kayla ya?” sebaris senyum menawan merekah dari bibir mungil Ayu.
“ Benar saya Kayla, kalau boleh saya tahu kenapa Mbak Ayu ingin bertemu saya?”
“ Mas Ferry benar, Kayla orangnya lugas dan tegas…”
“ Maaf, sebaiknya tidak perlu membawa Mas Ferry ya?”
“ Justru alasan saya bertemu dengan Kayla adalah Mas Ferry..” kalimat yang diucapkan dengan intonasi datar itu kudengar berbalut luka. Ada lapisan bening yang mengambang di kelopak Ayu.
“ Hubungan Saya dan Mas Ferry tidak lebih dari teman sejak dia memutuskan saya satu tahun lalu “ aku berusaha menetralkan suasana yang mendadak serba canggung.
“ Saya tahu itu, hubungan kami tidak berhasil memang tidak ada hubungannya dengan Kayla.” Sejurus dia terdiam, menatapku dengan dalam seakan hendak membaca isi hatiku.
“ Lantas..?”
“ Tolong kembali dengan Mas Ferry..?”
“ Mbak Ayu salah bicara apa telinga saya bermasalah ?”
“ Dia mencintaimu dengan sangat, Kay”
Aku menggeleng “ Mbak Ayu masih mencintainya kan? Kenapa meminta saya kembali sama Mas Ferry?”
“ Mungkin aneh sikapku ini, tapi inilah caraku mencintainya..”
“ Aku tidak tahu, Mas Ferry atau Mbak Ayu yang aneh…” ujarku dengan nada gusar.
Andai masih ada rasa cinta pun aku tak hendak menerima Mas Ferry lagi, apalagi karena permintaan dari gadis yang pernah jadi alasan untuk meninggalkanku?
“ Maaf Mbak, sejam lagi saya harus ngajar…”
“ Dirimu tetap bergeming ya Kay?”
Aku menggeleng “ Tak ada lagi yang harus dilanjutkan selain berteman ”.
Dengan langkah mantap aku berlalu meninggalkan Ayu dan yang lalu biar berlalu bersama musimnya masing-masing.