7 Hikmat Bulan Ramadhan untuk Refleksi dan Muhasabah Diri. Minimarket, mall dan toko online, hampir semuanya antusias menyambut hadirnya Bulan Ramadhan dengan menggelar aneka promo, diskonan, berbagi voucher dan kupon belanja.
Stasiun televisi pun tak kalah hebohnya merancang dan beradu program Ramadhan yang konon katanya “menyemarakkan” ramadhan dan diberi label “acara religi”. Sosial media? Berseliweran postingan menu takjil, menu buka puasa, menu sahur dan bertaburan kuis-kuis silih berganti dengan hadiah ajib pwoll.
Saya Bismillahirrahmaanirrahiim salut, kagum dan terpesona dengan semua wewarna antusiasme sambutan tersebut“ wouw, betapa Bulan Ramadhan semakin memancarkan daya tarik yang luar biasa bagi lini kehidupan ya?”. Dan saya pun terusik, “ Apa yang kulakukan untuk menyambut Bulan Ramadhan ini ?”
Sebagai muslim, kita (saya) tahu dan paham betul betapa kemuliaan Bulan Ramadhan tersebut bukan sekedar iming-imingan tapi janji pahala dan semua keberkahan yang pasti adanya. Dan ironisnya kita malah kerap bersikap biasa-biasa saja, atau bahkan sikap dan perbutan kita malah jauh dari semangat untuk meraih sebanyak-banyaknya keutamaan yang bertebaran di sepanjang Bulan Ramadhan.
Let’s see self inside…
- Apakah kita selalu bergegas pulang seusai Sholat Tarawih bukan untuk bertilawah di rumah atau mengerjakan ibadah lainnya tapi lebih karena takut ketinggalan sinetron yang sedang tayang striping?.
- Menyambut pertengahan Ramadhan, mulai banyak yang “thowaf” di mall, bersemangat mencari baju baru dan berburu diskonan, hingga tak jadi soal kalau berjam-jam berada di mall, dari satu mall ke mall lainnya ?.
- Saat golden moment di sepertiga akhir malam di Bulan Ramadhan pun berlalu dalam lelap karena sudah kecapekan seharian keliling mall ?
- Bahkan rasanya lebih ikhlas membelanjakan berapapun uang untuk barang-barang konsumtif, baju, sandal dsb ketimbang mensedekahkannya?
- Terus, masihkah kita cenderung mengalokasikan jumlah dana yang heboh-hebohan untuk belanja baju lebaran yang fantastis, daripada infaq dan sedekah?
- Dan sederet fakta lainnya yang perlu ditanyakan lagi pada diri sendiri " apa iya isi Ramadhan kita seperti ini?"
“ Puasa itu perisai yang dipergunakan seorang hamba untuk membentengi dirinya dari siksaan neraka “ (H.R. Imam Ahmad)
Tentu saja sisi baik dalam diri kita amat sangat mengharapkan agar kita tidak sampai menjadi bagian golongan kaum yang merugi karena tidak merasakan adanya “chemistry” dengan kehadiran Bulan Ramadhan. Beberapa poin keistimewaan berikut ini adalah percikan siraman ruhani yang saya dapatkan dari artikel tentang Ramadhan dari Majalah Nurul Hayat edisi 149 (Juni 2016), semoga bisa jadi bargain position dan memantik motivasi untuk memperbaiki perilaku, bersegera dan semangat dengan kebiasaan positif dan produktif, agar Ramadhan ini bisa menjadi ajang “hijrah jiwa raga” menjadi muslim yang kaffah.
Bulan Ramadhan membawa kabar gembira tiada terkira.
Datangnya Bulan Ramadhan bagai gerimis tipis nan rapat di gurun sahara dan lembah tandus. Setiap tetesnya menghidupkan keyakinan bahwa sebiji kebaikan yang ditanam, pada masanya akan panen dengan menuai pahala tak terhitung oleh bilangan numerik apapun. Bagi siapa saja yang menghadirkan diri untuk menyambut Ramadhan dengan segenap iman dan ketaqwaan, periode sebulan dimana akan dibukakan pintu-pintu langit dan ditutup pintu neraka, setan-setan dibelenggu serta terdapat satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan.
Bulan Ramadhan itu ampunan
Tidaklah seorang manusia kecuali pasti ia pernah tersuruk dalam dosa. Dan Bulan Ramadhan datang dengan membawa kabar gembira bagi jiwa yang terpuruk karena segunung dosa, betapa maghfirahNYA menghujani sepenuh bulan dan begitu lapangnya jalan ke surga. Oleh karenanya Ramadhan datang mengajak manusia mengarungi indahnya lautan ampunanNya yang begitu membentang luas tak berbatas.
Karena itu, barangsiapa tidak memperoleh ampunan di bulan Ramadhan, sungguh dia telah menabiri diri dari kebaikan. “Barangsiapa berpuasa di Bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka doasanya yang telah lalu akan diampuni (HR. Bukhari&Muslim)”
Bulan Ramadhan itu sederhana dan bersahaja
Bulan Ramadhan yang penuh keistimewaan dan dimuliakan daripada 11 bulan lainnya, tapi sebenarnya sederhana dan sangat bersahaja. Ia datang kepada kita sebagai acuan untuk hidup secukupnya, sesuai kebutuhan dan tidak berlebih-lebihan. Setiap sisi Ramadhan berisi ajaran untuk mengurangi yang tidak perlu dan mengesampingkan segala rupa keinginan hingga sampai batas sekadar kebutuhan.
(Meski pada kenyataan yang tak jarang kita jumpai, justru di Bulan Ramadhan seolah menjadi pembenaran konsumerisme, semisal memenuhi meja makan dengan hidangan yang super istimewa dibandingkan hari-hari biasanya)
Karena sejatinya puasa adalah proses peneguhan empati kita terhadap kaum papa dan hikmat rasa menahan lapar – dahaga dalam rangka untuk menginspirasi kita akan derita para dhuafa dimana kita semestinya membangun pondasi komitmen untuk berperilaku secukupnya, sewajarnya, semadya saja, tidak pelit dan tidak berlebih-lebihan.
Bulan Ramadhan itu esensinya (gemar) berbagi dan memberi
Ia datang sebagai pengikis ruang-ruang kemubadziran, ajeg dengan aksi bersahaja daam segala aspek kebutuhan hidup sehingga kelebihan yang kita punya tidak terbuang, tapi untuk berbagi dengan sesama dan sekitar kita. Bukankan Rasulullah SAW sang pemberi tauladan terbaik sudah mencontohkan betapa kedermawanan beliau semakin berkali lipat di kala Bulan Ramadhan. Hingga kedermawanan Rasulullah SAW diibaratkan seperti angin yang berhembus, yakni sangat ringan dan cepat sekali dalam hal memberi, tanpa banyak pertimbangan.
Bulan Ramadhan itu saatnya untuk bisu, tuli dan buta
Keistimewaan Bulan Ramadhan yang tak akan cukup di definisikan oleh kata-kata, dimana detik-detik Ramadhan sangat berharga, lebih berharga dari untaian mutiara yang bersambung tanpa ujung. Bulan Ramadhan itu memiliki kebaikan yang tiada putus dan tiada berhenti kemuliaannya. Maka sangat merugi jika menyia-nyiakan Ramadhan, santai dalam mengerjakan ibadah dan berbuat amal kebaikan dan justru melakukan sesuatu (hal) yang justru menggugurkan nilainya.
Sahabat Jabir RA berkata, “ Jika kamu berpuasa, maka berpuasalah pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari dusta dan dosa, tinggalkan dari menyakiti tetangga dan hendaknya kamu penuh ketenangan dan wibawa pada hari puasamu, dan jangan samakan hari berbukamu sama dengan hari puasamu”
Selama Ramadhan, mari berlatih menulikan telinga dari mendengar keburukan, bisukan lisan dari berkata keji dan dusta, butakan mata dari memandang sesuatu yang mengundang nafsu.
Bulan Ramadhan adalah bulan istimewa karena puasa dan sholat malamnya. Bulan termahal karena terdapat malam yang senilai 1000 bulan. Maka malam-malam Ramadhan adalah ibarat "pestanya" orang-orang beriman, dimana terdapat hidangan menu munajat berbumbu taubat dan air mata yang mustajab. Sungguh orang-orang yang bersemangat menghiduplan qiaymul lail, gemar melangitkan ayat-ayat Alqur’an dan rajin melakukan berbagai program ketaatan di Bulan Ramadhan adalah sangat beruntung kelak di akherat.
Bulan Ramadhan itu ladang untuk mendulang istiqamah
Ramadhan adalah bulan tarbiyah, media untuk mendidik kita menjadi manusia taqwa yang memiliki empati terhadap lingkungannya, hari demi hari hingga genap satu bulan. Maka selepasnya dari Bulan Ramadhan, semoga kita dapat terus menjaga amaliah bulan Ramadhan dalam keistiqamahan. Karena sungguh istiqamah di Bulan Ramadhan akan terasa lebih ringan dibanding seusainya, tantangannya lebih berat tapi semoga kita bisa melakukannya.
Sejatinya, untuk meraih segala kebaikan dan keutamaan yang terdapat di dalam Bulan Ramadhan semestinya dipersiapkan sejak detik pertama Ramadhan berlalu. Dan bagaimana kabar Ramadhanmu kali ini?