Edisi mudik raya lebaran dan mendapatkan cecaran tanya bagi yang masih single and happy: Kapan menikah, kenapa belum menikah, sudah punya calon apa belum…and bla bla bla.
Bagi yang sudah menikah semacam saya dan belum beranak-pinak, pertanyaan yang dihaturkan pun naik level: Sudah berapa tahun nikah, kok belum punya anak juga?. Gimana kok belum punya anak? Gak usah ditunda-tunda punya momongannya….then bla….bla…bla...jugak. Sudah biasa kan mendengar pertayaan serupa itu kalau sedang big gathering? Bahkan Bismillahirrahmaanirrahiim mini reuni dengan teman lama, pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan ringan melebihi keringanan berat jenis air disampaikan dan merasa wajar-wajar saja bertanya demikian.
Secara umum,
Harapan dan impian ideal kebanyakan orang lain [termasuk saya] adalah bisa sekolah dengan lancar hingga lulus, mendapatkan kerja [di instansi/berwirausaha], menemukan jodoh [menikah], memiliki keturunan, menjalani kehidupan untuk membawa anaknya meraih prestasi terbaik yang bisa diraih anak-anak, dan bisa terus mengayomi keluarganya di posisi terbaik dalam kondisi yang ada tanpa kehilangan jati diri dan eksistensinya. Pada sebagian orang Impian ini terwujud step demi step secara mengalir yang bisa dibilang berjalan lancar. Sekolah–kerja-menikah-memiliki keturunan. Tapi pada sebagian orang, tidak sedikit yang harus jatuh, bangun, jatuh lagi dan harus tertatih dalam meniti setiap tahapan hidupnya.
Tapi saya tak hendak bermelow ria dengan pertanyaan de-javu di atas. Dihujani pertanyaan “ kenapa belum menikah” sudah biasa. Dan sekarang diakrabi dengan “Kok belum punya momongan”, *tarik nafas*, Alhamdulillah saya berusaha menerimanya dengan positive thinking : karena semua orang care dan sayang padaku. *dilarang protes*.
Seperti komentar Wiwit, keponakan yang saat ini berada pada injury phase “ Iya kalau sampean dulu bisa santai gettu ya menghadapi pertanyaan yang bikin galau. Gimana caranya Lek?”
“Yang pasti, seberapa pun kita berkeras harap, berusaha sampai jungkir balik serta berdoa agar cepat menikah atau punya anak, tapi kita tidak bisa memaksakan itu padaNYA kan? Kita hanya punya hak untuk berusaha dan berdoa untuk semua rencana - harapan yang kita punyai, keputusan terbaik tetap Allah SWT yang menentukan. So….final answer is Hidup sudah ada yang Maha Mengatur, jatahku hanya menjalani sebaik yang aku bisa…”
Tuh kan, preambule tulisan ini jadi ngalor – ngidul tak kenal skenario. Padahal awalnya sekedar mau curcol pertanyaannya Azka yang tak biasa beberapa waktu lalu saat duo kakaknya membahas Al, El dan Dul. Biasa kan, dua anak gadis yang beranjak remaja saat berkumpul, begitu melihat sosok-sosok yang kincling-incling di layar TV kemudian spontan jadi hot topic. Saking serunya, sampai ngomongin soal perceraian kedua orang tuanya.
Kalau boleh diibaratkan, 2 orang menikah itu seperti rel KA yang bersisian selamanya, Hingga ujung tujuan dua rel KA tak pernah jadi satu. |
Lha Azka yang asyik nge-game di TABLET kok ya ternyata menyimak dan dengan nada santai bertanya “ Kalau orang cerai getu bisa nikah lagi gak ?”.
“ Ya bisaaaalah, AzKa? “ jawaban kompak Ifa dan Aida
“ Sudah pisahan resmi, ya hak mereka mau nikah lagi atau gak “. Lanjut Ifa dengan gemes.
“ Maksudnya, menikah lagi sama suami atau istrinya yang sudah diceraiin itu lho?”
“ Ya tergantung, kalau belum sampai talak tiga ya masih bisa nikah lagi, namanya rujuk “
“ Memang kenapa kalau talak tiga gak boleh balikan lagi? “
“ Ya karena aturannya sudah begitu. Ah kamuu itu, tanya yang up to date po’o ?”
“ Soalnya kenapa orang kok cerai? “ seperti biasa, jika belum mendapatkan jawaban yang masuk di akal, Azka akan terus mengejar dengan pertanyaan lanjutan.
“ Soalnya mereka sudah gak bisa hidup bersama lagi….puass?!”
Saya pun tertawa-tiwi menyimak perdebatan mereka bertiga. Apa yang dipertanyakan Azka memang sudah biasa terjadi, tapi bagi nalar Azka yang masih berusia 10 tahun tentu hal yang sangat tidak biasa: Sudah menikah, kemudian bercerai dan menikah lagi.
“ Ayo bund, soalnya kenapa kok orang bisa cerai? Kata guruku kalau cerai itu perbuatan yang tidak disukai oleh Allah SWT ”
“ Banyak soal yang membuat orang akhirnya memutuskan bercerai. Jika mempertahankan pernikahan dianggap akan membuat hidup jadi lebih buruk, makanya mereka pilih bercerai. Bisa karena tidak akur lagi, tidak kompakan, beda pendapat….”
“ Beda pendapat kan biasa, itu ada di dalam butir-butir Pancasila kan?”
Kok bisa nyambung ke Pancasila begini ya? Pusing deh kepala Mommy Ririe.
“ Seumpama Azka mau berangkat ke Kasongan naik sepeda dan sedang hujan, berarti harus pakai jas hujan kan?” saya pun masih berusaha menjelaskan dengan kalimat yang lebih sederhana.
“ He-em…” jawab Azka.
“ Tapi saat sampai di dekat Jombor, ternyata tidak hujan dan matahari bersinar terang gemilang. Apakah Azka akan tetap mengenakan jas hujan sampai di Kasongan?”
“ Ya enggak, kan lucu pakai jas hujan padahal hari sedang cerah Bund”
“ Jadi Azka memilih melepas jas hujan karena sudah tidak ada hujan lagi. Kira-kira begitulah gambarannya kenapa orang sudah menikah bisa cerai…”
“Terus apa hubungannya pakai jas hujan dengan orang cerai tadi Bund?”
Nah lhoh, gimana lagi si Emak apalah-apalah ini ngasih penjelasannya? Kaburlah si emak dengan santun ke dapur untuk bikin es teh.