Menyimak “Aturan
Sukses Berbeda Pada Setiap Orang” dari
postingan Mbak Evi yang Bismillahirrahmaanirrahiim membahas tentang sudut pandang dan tolok ukur sebuah
kondisi “pencapaian” sukses pada masing-masing orang yang bersifat Relative. Semisal:
guru-guru spiritual berangkat dari pemahaman agama yang mereka
anut, sukses
dikaitkan antara keseimbangan hidup di dunia maupun akhirat.
Entrepreneurs mengaitkan sukses dengan prestasi perusahaan mereka. Seorang
executive yang punya istri cantik, anak-anak gagah dan cantik, banyak properti dan tabungan ribuan ribu
dollar, minimal secara finansial sudah bisa memenuhi syarat untuk disebut sukses. Setiap
orang menginginkan sukses itu pasti. Saya sependapat jika Aturan Sukses Berbeda Pada Setiap Orang karena secara
empirik yang terjadi di sekitar [termasuk dalam lingkungan keluarga kita
sendiri] menunjukkan bahwa arti sukses memang tergantung pada tingkat
pemahaman, nilai-nilai apa yang dianut dan
mendominasi pikiran.
Jika boleh menambahkan [versi saya] tentang kriteria
sebuah [pencapaian] kesuksesan adalah bagaimana pola pikir/paradigma seseorang dalam menilai dan memaknai segala sesuatu dalam kehidupannya, yang
terbentuk dari cara mendidik orang tuanya [pendidikan dasar], karena SEKOLAH
PERTAMA setiap manusia adalah RUMAH dimana mereka dibesarkan. Jika
seseorang [anak] dididik untuk fleksibel, berpikiran
terbuka, dan terus belajar, tentu
akan tumbuh menjadi pribadi yang Berproses progressif menuju kesuksesan melalui perubahan-perubahan yang terjadi karena memiliki kecerdasan untuk memecahkan
setiap masalah yang dihadapinya. Tentu hal yang sangat memprihatinkan dan miris
kalau tingkatan sukses didogmakan serta dibatasi oleh pemenuhan sarana
prasarana yang berorientasi fisik/material dan atau pun status sosial
[prestise]. Maka tidak heran jika orang-orang ini akan
menjalani hidup dengan hari-hari yang
[terasa] buruk dan beban yang semakin berat
dari waktu ke waktu.
Saya lebih suka menyebut sukses merupakan sebuah GOAL
[Visioner] yang hendak kita capai melalui
serangkaian implementasi misi-misi yang sinergis menuju ke arah kesuksesan yang
dicanangkan. Sukses BUKAN suatu pencapaian kondisi yang bersifat konstan/statis. Bahwa sukses adalah mata rantai dari proses-proses yang kita
tempuh: bagaimana kita membuat planning dan strategy kemudian ditindaklanjuti
dengan action serta keterbukaan hati untuk acceptance ~ legowo [berusaha ikhlas]
menerima hasilnya. Maka secara sederhana, kesuksesan itu [semoga tidak terlalu
lebay] saya analogikan dalam definisi [seperti] unsur inert yang sering disebut gas
mulia [noble gases]: 2He, 10Ne,
18Ar, 36Kr, 54Xe, dan 86Rn yang ditandai dengan konfigurasi
elektron valensi ns2 np6 [kecuali
He yang memiliki konfigurasi penuh 1s2]. Dengan
kondisi konfigurasi
elektron valensi penuh sehingga memiliki sifat kestabilan yang tinggi, inilah
KONDISI ideal [baca: sukses] yang hendak dicapai kelompok unsur-unsur lainnya [sehingga terjadi serangkaian reaksi visi/fusi secara kontinyu pada orbital terluar untuk menuju konfigurasi
valensi ns2 np6]
Karena sudah kodrat manusia jika [sebuah keberhasilan]
Kesuksesan yang diraih terhadap suatu hal akan membawanya untuk meraih hal-hal
lain berikutnya. Tidak ada tendensi untuk takabur, jika saya bilang bahwa
sebenarnya tidak ada istilah SUDAH SUKSES selama hayat masih dikandung badan. Juga
jamak kita dengar kalimat motivator: [idealnya] hari ini lebih baik dari hari
kemarin dan esok [harusnya] lebih baik dari sekarang. Jadi jika kemarin kita
bisa berjalan 2011 langkah, maka hari ini mestinya bisa berjalan [minimal] 2012
langkah dan esok hari harusnya kita bisa berjalan 2013 langkah. Sehingga dalam
konteks kalimat idiom, saya [ingin] memversikan Aturan Sukses Berbeda Pada Setiap Orang sama dengan equal dengan Berproses
progressif menuju kesuksesan.
Dalam isitilah Matematika, kesuksesan bisa jadi akan
termasuk bilangan imajiner. Saya pun yakin, para pakar yang merumuskan Standard
International [SI] juga akan berdebat sepanjang masa untuk menetapkan
variabel-variabel apa saja untuk membuat formulasi dan standarisasi kondisi sukses yang
berlaku secara uniform dan universal. Dan yang paling mudah untuk saya pahami
adalah doktrin Guru Agama [saya]: menjadi orang sukses hanya perlu satu tekad
bulat “Raihlah [keselamatan hidup] Akherat maka dunia akan mengikutimu”, Bukankah
ini artinya tidak boleh ada kata SUDAH untuk berproses menjadi diri sukses
[yang lebih baik]? BUKAN kesuksesan
yang membuat kita bahagia, tapi BERSYUKUR dalam menikmati setiap proses [menuju
sukses] kehidupan yang membuat Bahagia.
First
Give Away : Jurnal Evi Indrawanto