Postingan perdana di awal tahun 2014 ini pun bukan dalam rangka membuat review atau resensi tapi
Bismillahirrahmaanirrahiim dalam rangka merekam kalau saya sudah pernah membaca bukunya [karena buku tersebut pinjam dari Dhek Bro Kempor] dan sepertinya Judul buku ini pun match dengan nuansa awal tahun yang diwarnai senandung hujan sepanjang siang dan malam hari.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Dengan membaca Dua paragraf puisi diatas, tentu sudah langsung menebak siapa sang penyairnya. Puisi karya Sapardi Djoko Damono pada tahun 1989 ini sangat fenomenal dan saya pun kali pertama tahu Pak Sapardi dari dua bait puisi tersebut. Dan inilah edisi pamer sepintas mengenai buku hasil sabotase saya:
Judul Buku : Hujan Bulan Juni
Pengarang : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : Gramedia
Harga : [tanya jeung Una]
Halaman : 130 Pages [ Total ]
Cetakan I : Juni 2013
Untuk Hujan Bulan Juni sebenarnya kali pertama terbit tahun 1994 yang diterbitkan oleh Grasindo, berisi kompilasi sajak mulai tahun 1964 s/d 1994. Sedangkan untuk versi cetak dari Gramedia berisikan sajak beliau mulai 1954 s/d 1994 dan diberi judul yang sama yaitu Hujan Bulan Juni Sepilihan Sajak. Sebanyak 102 Judul sajak/puisi yang dirangkai dalam diksi yang sederhana, secara umum kata-kata yang digunakan diambil dari kosa kata yang biasa kita pergunakan dalam percakapan sehari-hari.
Dari Sajak AKU INGIN di atas, bisa dilihat bukankah kata demi kata yang dipilih oleh Pak Sapardi memang demikian akrab dengan lidah dan telinga kita setiap hari? Dengan instink pujangga dan kepiwaiannya, kata-kata tersebut pun mengalir membentuk rangkaian kalimat yang puitis nan menggetarkan labirin hati, demikian Indah dan sarat makna yang dalam. Dan makna tepatnya sebuah puisi atau sajak, sang penulisnya yang lebih tahu ya tho? Kalau saya, sebatas penikmat yaitu menikmati rangkaian kalimat-kalimat yang memunculkan rasa indah, sejuk, damai dan tak jarang mememendarkan sense Romantisme lho!
Dengan level Sebagai penikmat sastra, bukan berarti saya serba bisa menikmati semua hasil karya pujangga kok. Tak jarang saya mengalami kebingungan dan meskipun membaca berulang tapi masih bingung. Demikian pula saat membaca Sepilihan Sajak dalam Hujan Bulan Juni ini. Seperti judul sajak JARAK ini [1968]:
dan Adam turun di hutan-hutan
mengabur dalam dongengan
dan kita tiba-tibadi sini
tengadah ke langit: kosong sepi...
Al hasil, saya abaikan saja kebingungan tersebut dan lebih K O N S E N T R A S I untuk menikmatinya. Makanya kalau ada yang mau nge-test saya untuk membuat tafsir mimpi sebuah karya sastra, terutama puisi dan sajak, Alhamdulillah saya dengan PeDe bakal merespon dengan Sweet Smile saja. Apalagi jika ikut lomba bikin puisi, sukses deh jadi puisi gaya bebas yang asal-asalan merangkai kata. Lha wong entry di blog ini yang saya kasih label ‘puisi’ tak lebih dari kata dan kalimat yang saya rangkaikan semata berdasarkan feel subyektifitas pribadi, entah karena habis membaca buku, koran atau pun saat di jalan ‘mendapatkan’ satu frase kalimat yang menarik untuk diexpansikan dalam beberapa paragraf.
Wew...kok malah bikin tulisan melenceng dari
Hujan Bulan Juni ya? Hehehehe...ya maklum, pengen nulis ulasan lebih mendalam terhadap sepilihan sajak sebanyak 1-2 judul ini tapi kagok dan stag. Demi melegakan hati, sekalian saya tulis saja untuk puisi [hal. 104] yang terpilih sebagai judul Buku:
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Jadi KETIKA Saya membuat puisi karena faktor mood ‘ingin’ dan kebetulan menemukan beberapa istilah yang ketika diresapi memiliki sense yang puitis [lagi-lagi menurut subyektifitas personal saya], jadi HARAP tulisan puisi alay saya JANGAN diperbandingkan dengan puisi karya pujangga seperti Sapardi Djoko Damono ini, nyata-nyata langsung kelihatan bedanya mana tulisan seorang pujangga asli dan saya yang sok jadi pujangga alay plus karbitan.
Kebenaran dalam pandanganku,
Mengandung satu kesalahan
dalam pandangan orang lain.
Dan kebenaran dalam pandangan
orang lain,
Yang telah berlalu sejatinya tak pernah benar-benar berlalu karena akhir dari suatu rentang masa adalah awal untuk periode cerita selanjutnya. Selamat mengukir sejarah dengan skenario yang lebih baik di tahun 2014, semoga rangkaian sukses demi kesuksesan senantiasa bertabur.
Waktu yang merentang,
Ketika masa lalu dan masa depan merentang pada kekinian
Ketika cahaya senja menipis di antara mega-mega pada kaki cakrawala
Ketika malam meluruhkan diri dengan gemulai pada bentang buana
Ketika jejak langkah beringsut menuju jilid babak baru
SEMOGA serangkum 12 purnama dalam jilid kesilaman membawa hikmah pada diri
untuk menapaki babak baru dengan penuh semangat dan asa yang lebih baik dengan hidayahNYA dan senantiasa dalam naungan Ridhlo sang Ilahi. Amiinn:)