Siapa yang tidak tahu tentang jamu? Atau tidak kenal jamu?
Di era sekarang, kalau masih ada orang yang bilang gak kenal jamu atau asing dengan dengan minuman tradisional berkhasiat kesehatan tersebut, sepertinya kok aneh bin ajaib. Bismillahirrahmaanirrahiim Jamu sebagai salah satu warisan budaya yang sudah digunakan secara turun menurun sejak ratusan (bahkan ribuan) tahun lalu, saat ini sudah menjadi barang ekonomis yang dibutuhkan masyarakat. Memang sih, sekira dua dasawarsa lalu, jika menyebut tentang jamu umumnya masih dikaitkan dengan hal-hal yang dianggap ndeso, kuno dan, tidak ilmiah. Percaya atau tidak percaya, kalau tempoe doeloe populasi yang dianggap wajar untuk mengonsumsi jamu pun masih identik untuk orang-orang yang usia tua atau sudah manula. Dan seiring dengan perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan serangkaian penemuan serta pembuktian ilmiah bahwa kandungan yang terdapat pada ramuan yang disebut Jamu Tradisional ternyata memang terdapat senyawa yang bermanfaat secara farmakologi, sehingga secara significant level image jamu pun naik daun.
JIKA DAHULU orang yang minum jamu dianggap ndeso, kuno, udik, kampungan dan tidak sekolah, MAKA SEKARANG berbalik 180 derajat: Orang Pinter minum jamu, orang bejo ya pilih jamu, orang bijak gemar minum jamu, semua keluarga suka minum jamu biar sehat…bla..bla..bla… Maka, justru dianggap tidak up to date lagi dan jumawa jika ada yang mencibir orang yang suka mengonsumsi jamu.
 |
Sebagian Bahan alami yang diramu untuk Jamu |
Berkaitan dengan topik jejamuan ini, saya termasuk generasi yang sudah akrab dengan ramuan tradisional ini sejak kecil. Dengan alasan cari obat yang mudah, murah, cepat dan mengacu dari pengalaman yang sudah terekam dalam kenangan indah ortu saya tentang jenis-jenis ramuan yang terbukti nyata berkhasiat bisa untuk mengobati beberapa jenis penyakit, maka saat ada anaknya yang sakit seperti demam, diare, cacingan, demam, kembung, dan masih banyak lagi lainnya, dengan sigap segera diramu obat yang diambilkan dari tetumbuhan yang ada di sekitar rumah. Tak hanya sebagai obat, beberapa jenis ramuan jamu yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan pun sudah “disosialisasikan dan didogmakan” oleh orang tua saya: seperti kunir asem atau sinom, beras kencur, temu lawak, jamu pahitan atau gepyok, jamu godhog, kudu laos, kumis kucing, serai.
Beberapa jenis jamu yang spesifik untuk kaum wanita juga sebagian sudah saya akrabi sejak kecil. Maklum, dua kakak perempuan saya dulu termasuk yang didisiplinkan untuk minum jamu begitu sudah memasuki usia puber alias sudah haid. Kala itu ibu saya berujar katanya orang perempuan itu harus bisa merawat diri salah satunya dengan minum jamu. Saya ingat salah satu kebiasaan berjamu yang didoktrinkan kepada dua kakak saya adalah kalau habis haid itu wajib minum jamu, kadang beli jamu yang siap seduh atau meracik sendiri dari dedaunan dan umbi-umbian dari tanaman yang memiliki khasiatan jamu yang sudah ada di sekitar rumah. Saya juga sudah familiar dengan jamu pelancar ASI dan bersalin sejak masih SD gegara kakak saya ada yang melahirkan di rumah. Nah pasca persalinan, dia kan harus menjalani ritual minum jamu pelancar ASI juga ada sederet jamu yang minuman wajib bagi wanita habis melahirkan.
Daun beluntas, temu ireng, pepaya gantung, senterewe, sirih hijau, sirih merah, Kunir kuning, kunyit putih, laos, jahe merah, jahe putih, kumis kucing, temu lawak, kencur, sinom, tapak liman, gingseng jawa, binahong, daun mata dewa, daun jambu, mengkudu (pace), jeruk nipis, dan sederet tanaman obat memang banyak di sekitar tempat tinggal kami di Lamongan sana. Kalau gak ada di pekarangan sendiri, nyari saja di pekarangan tetangga biasanya dapat racikan jamu yang dibutuhkan. Tuh kan, betapa sedemikian ready stock raw material untuk membuat minuman jamu, baik sebagai pengobatan maupun untuk fungsi kesehatan yang tersebar di bumi Nusantara ini. Yang sudah saya kenal dan temui baru sebagian kecil, tidak ada 1% dari ribuan jenis tanaman obat yang ada negeri ini.
Sederet hasil riset yang telah berhasil membuktikan secara ilmiah khasiat tetumbuhan yang digunakan untuk ramuan jamu memang merupakan salah satu trigger kepercayaan untuk mengonsumsi jamu, baik untuk pengobatan dan atau terapi kesehatan jangka panjang. Hal ini tentunya melengkapi alasan-alasan kenapa semakin banyak masyarakat yang memilih produk jamu, yaitu:
- Setiap orang ingin sehat dan memiliki usia harapan hidup yang panjang dengan cara-cara yang alamiah [trend back to nature].
- Perubahan gaya hidup dan pola makan yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit serius dan degeneratif, dimana ramuan jamu dalam beberapa kasus telah terbukti bisa jadi alternatif untuk pengobatan.
- Efek samping ramuan jamu yang relatif lebih aman daripada obat-obatan farmasi. kandungannya yang 95% alami tanpa bahan kimia sintetik
- memiliki khasiat mengobati (manfaat farmakologi) dengan efek samping yang minimal.
- Tradisi keluarga yang gemar minum jamu sejak masa nenek moyangnya demi kesehatan dan kebugaran
- Harganya yang murah meriah dan mudah dibuat
Fakta-fakta di atas yang dikolabarikan dengan kenyataan bahwa tanaman obat tersedia melimpah dari Sabang sampai Merauke, makanya raw material jamu termasuk dalam T
HE BIG TEN komoditas yang memiliki potensi dikembangkan. Ketersedian bahan baku, level teknologi dan tingkat kesulitan yang rendah, merupakan tiga pilar utama yang bisa jadi multiplier effect cukup signifikan dalam pertumbuhan perekonomian mulai dari sektor pertanian/perkebunan (hulu) hingga sektor hilir yang meliputi perindustrian dan perdagangan yang bermuara pada bertumbuhkembangnya industri Jamu. Sehingga berbagai produk jamu dari Indonesia telah menembus pasar dunia seperti Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa dan Amerika.
Pasar obat-obatan tradisional masih cukup besar dan sangat menjanjikan.
Simulasi sederhananya: bahan baku jamu mudah diperoleh, cara membuat jamu tidak sulit, peralatan (teknologi) untuk mengolah juga sangat bisa secara sederhana, sehingga menjadi peluang untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak [menurunkan angka pengangguran].
Tidak mengherankan jika dunia per-jamu-an sekarang menjadi salah satu bidang usaha yang menjanjikan. Fakta-fakta di atas, telah memantapkan posisi jamu dalam dunia bisnis. Tidak mengherankan jika dunia per-jamu-an sekarang menjadi salah satu bidang usaha yang menjanjikan dan memiliki peluang untuk GO INTERNATIONAL.
Global Trend membawa block pasar terus bertumbuh dan hukum alam dalam transaksi perdagangan adalah semua jenis produk jika ingin diproduksi dan sukses penjualannya di berbagai pasar harus BERSTANDARD. Peluang pasar yang sangat terbuka yang perlu direspon dengan proaktif oleh segenap pelaku usaha termasuk industri jamu. Trend pasar yang bergerak bebas dengan free trade yang semakin solid berbasis pada quality, keamanan, dan klaim kesehatan yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Bagi stakeholder yang sudah established dan sudah kompetitif dalam market internasional, memproduksi barang yang memiliki standar sudah menjadi out put sehari-hari. Tantangan yang dihadapi sudah bergeser pada bagaimana mengembangkan produk dan memperluas segmen pasar. Akan tetapi bagi pelaku usaha obat tradisional skala menengah ke bawah atau UKM, tentunya tuntutan pasar dan konsumen ini menjadi kendala yang kompleks. Apalagi AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN yang dimulai tahun 2015 ini, maka seperti halnya PR yang dihadapai oleh pelaku usaha pada umumnya, industri jamu pun disodori tantangan yang cukup serius:
- Secara internal: sebagian besar pelaku usaha skala UKM masih concern pada penstabilaan wirausaha yang baru dimulai atau bahkan dalam rangka menambah income keluarga, maka yang penting adalah bagaimana bisa membuat jamu yang bisa dijual dan mendapatkan keuntungan dan soal Good manufacturing practice [GMP] atau Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) sekedar berpedoman pada ukuran “baik” dalam versi mereka.
- Eksternal: Negara-negara di ASEAN yang sebagian besar memiliki kemiripan geografi dan iklim dengan Indonesia sehingga berpotensi menjadi pesaing produk Jamu Indonesia juga.
- Diluar ASEAN: China, siapa yang tak kenal dengan negeri tirai bambu ini yang hampir semua produk manufaturnya ‘menjajah’ di seantero pasar dunia.
Seolah menambahi tantangan yang harus disikapi dengan serentak, saya pernah menjumpai penjual jamu gendong [atau bersepeda] yang menggunakan botol plastik bekas air mineral. Padahal peruntukan botol air mineral termasuk dispossible, yakni tidak boleh digunakan lagi setelah isinya habis. Untuk diisi ulang air putih saja sangat tidak dianjurkan, apalagi digunakan untuk wadah jamu? Ini masih dari segi kemasan, lebih miris lagi ketika berkesempatan melihat langsung bagaimana jamu produk home industri itu dibuat. Tidak ada maksud menggeneralisir, tapi beberapa fakta di lapangan yang pernah saya temui mepaparkan kondisi aktual bagaimana cara pembuatan jamu tradisional masih dilakukan dengan cara yang masih jauh dari standar cara produksi obat tradisional yang baik (CPOTB), antara lain:
- Peralatan yang tidak terjaga kebersihannya, peletakan alat bersih masih bercampur dengan alat-alat yang kotor.
- area proses yang berdekatan dengan kandang ternak, pintu kamar mandi yang terhubung dengan tempat produksi tidak dikondisikan untuk selalu tertutup.
- alur proses yang tidak jelas, tak jarang tahapan yang sudah bersih berada pada posisi sebelum raw material dibersihkan sehingga masih terdapat banyak potensi terjadinya cross contamination
- Penyimpanan bahan baku yang bercampur dengan barang-barang lain yang bahkan ada yang tumpang tindih sehingga membuat bahan-bahan jamu cepat rusak/tercampuri bahan non jamu.
- Tempat sampah yang berada di ruang pembuatan jamu dalam kondisi terbuka
- Sanitasi dan hygiene personil yang perlu ditingkatkan, terutama kebiasaan untuk mencuci tangan.
- tidak ada pengendalian serangga dan tikus,
- sarana pencucian yang tidak memadai yang berpotensi menajdi sumber pencemaran bagi produk jamu, dan masih banyak lagi hal lainnya yang TIDAK mendukung produk akhir jamu yang memiliki standar mutu yang baik (tinggi).
 |
Kondisi tempat pembuatan jamu yang belum CPBOT |
Terlebih yang semakin memiriskan hati dan logika ketika mendapati statement yang innocent semisal ini
“Begini saja jamunya enak dan laris manis lho Bu?”
Fenomena lainnya adalah “
Di daftarin UKOT/IOT itu untuk apa Bu?”. Atau pernyataan ini
“apa untungnya repot-repot daftar segala Bu? Wong jamu saya ini kan hanya dijual di kampung-kampung kok?”
“
Bikin jamu saja kok pakai aturan yang njlimet ya Bu? Itu kan artinya tidak mempermudah industri kecil untuk lebih berkembang?”
Sepintas kilas, menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Benar memang memberikan kesan mempersulit dan tidak cooperatif terhadap tumbuh kembangnya industri jamu, terutama dari kalangan UKM. Tapi…tanpa CPOTB, mustahil akan dihasilkan produk jamu yang mampu bersaing di masa mendatang. Sebagai determinasi problematika di atas, kalau saya berbicara dalam posisi sebagai konsumen jamu, maka
perceived value di pikiran saya (konsumen) terhadap produk jamu atau apapun barang ekonomi yang saya pertimbangakn untuk dipilih tentunya yang memiliki:
- AMAN dikonsumsi: bebas dari kontaminasi mikroba, cemaran bahan kimia, tidak tercampur material fisik (potongan rambut, pasir, dsb)
- MENYEHATKAN dimana kandungan di dalam suatu produk jamu seminimal mungkin terdapat bahan tambahan kimia sintetik.
- Informasi yang jelas (terbaca dari labelnya),
- kualitas yang tinggi (adanya nomer registrasi dari instansi terkait: Dinkes/BPPOM),
- mutu yang terstandar (POM TR/SNI)
Then, bukan hal yang ajaib jika di tahun 2015 nanti akan semakin banyak produk jamu impor yang dengan mudah ditemukan di pasar dalam negeri yang akan memberikan dampak yang rentan terhadap persaingan dan citra jamu kita terutama bagi industri skala kecil dimana kemampuan dan daya saing produknya yang belum terstandarisasi. Padahal produsen jamu dari skala kecil ini jumlahnya tidak sedikit dan cukup potensial mendukung laju pertumbuhan ekonomi nasional.
 |
AMAN: Konsep dasar yang mengenai pangan |
Dengan beberapa kondisi yang bisa saya sebutkan di atas, dimana daya dukung alam yang kondusif dan peluang pasar yang terbuka lebar bagi industri jamu, konteks empiris untuk
Lestarilah Jamu Indonesia ini adalah dengan setting mind set menjadikan Jamu Tradisional GO International sebagai acuan dasar untuk meng-adjust capability industri jamu nasional kita. Dengan set up demikian, secara otomatis jamu akan go public dan long lasting dalam peradaban manusia seluruh dunia kan? Hal ini bisa dimulai dengan memenangkan minat beli konsumen dalam negeri dengan menjadikan Indonesia tuan rumah dari pengobatan herbal. Proyeksi sederhananya, jumlah penduduk negara-negara ASEAN
+600jt (asumsi jumlah penduduk Indonesia
+250jt), setidaknya sekitar 40% konsumen adalah dari Indonesia sendiri.
How to deal with that?
Permintaan jamu dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan dan pertumbuhan pangsa pasar yang lebih baik. Fakta pula jika industri jamu telah banyak mensupport perekonomian bangsa karena mengaktifkan ratusan ribu petani, memperkerjakan ribuan wanita bisa ambil peran dalam produksi dan penjualan jamu, men-trigger banyak peneliti dari bidang teknologi pangan, bioteknologi, biofarmaka, dan sebagainya untuk berinovasi iptek dalam rangka diversifikasi produk jamu, membuka lapangan pekerjaan baru, menumbuhkan kemitraan usaha bagi para penjual jamu, serta menjadi pengungkit tumbuhnya industri pendukung produksi jamu seperti mesin ekstraktor, dryer dan packaging.
Tidak mungkin kan kita legowo dan pasrah nrimo nasib Serangkaian kejayaan yang bangkit dari industri jamu tersebut digilas arus jamu impor ketika pintu pasar bebas ASEAN di buka? Juga BUKAN impian kita menjadikan jamu indonesia sebagai dongeng indah bagi anak-anak cucu generasi bangsa ini.
Solusinya hanya satu: STANDARSISASI produk adalah kendaraan untuk Jamu Tradisional Go International!
Dengan menginjeksikan spirit dan orientasi Standardisasi produk jamu pada skala produksi usaha kecil dan menengah sehingga mereka dengan penuh kesadaran mau berbenah untuk menerapkan cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan jamu yang bermutu dengan penampilan yang menarik dan bervariasi agar produk dalam negeri mampu berdaya saing yang tinggi dengan produk-produk dari luar.
Iya sih, satu solusi tapi butuh kekompakan dari semua pihak.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan merupakan instansi pemerintah yang memiliki tugas utama dalam menjawab isu keamanan pangan (Food Safety), termasuk didalamnya adalah produk jamu yang membahayakan kesehatan diawasi mulai dari
pre-market hingga
post-market control yang disertai dengan penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat. Akan tetapi, penegakan hukum berupa pemberian sanksi terhadap produsen jamu tidak selalu menyelesaikan masalah.
Masih dibutuhkan langkah persuasif kepada produsen jamu tersebut berupa edukasi kepada para pelaku usaha jamu mengingat jamu yang diolah dari tetumbuhan memiliki sifat alamiah yang perishable (mudah rusak) sehingga betapa pentingnya menerapkan CPOTB dalam proses produksi jamu mulai dari bahan baku hingga end produk sampai ditangan konsumen. Program pemantauan ke pasar tradisional dan toko obat yang bisa sekaligus memberikan wacana ke penjual obat untuk hanya memperjualbelikan produk jamu yang sudah terdaftar. Dan jika menemukan suatu produk jamu yang belum memiliki ijin edar, akan bisa di traceability ke produsen jamu tersebut untuk dilakukan pembinaan dan pendampingan bagaimana menerapkan CPOTB sehingga bisa memenuhi persyaratan untuk mendapatkan ijin edar. Mengingat salah satu kesulitan standardisasi jamu adalah adanya fenomena pembuat jamu menganggap membuat hanya cukup mengandalkan intuisi alias ILMU KIRA-KIRA dan bukan pada pengukuran secara tepat bahan-bahan yang digunakan.
Dari pihak pelaku usaha jamu perlu memiliki kesadaran dalam menjamin kualitas jamu yang diproduksinya, melakukan pengecekan akan produk-produk racikannya sendiri untuk memberi jaminan pada konsumen bahwa produk yang digunakan telah memenuhi standar keamanan. Baik dari segi bahan yang digunakan, cara pembuatan, sanitasi hygiene: area produksi, personil, air dan peralatan, cara penyimpanan bahan baku dan produk jamu, maupun cara pengemasan yang benar.
Peran aktif masyarakat untuk memiliki awarenes dalam membeli jamu yang aman, proaktif menginformasikan ke instansi terkait manakala menemukan produk jamu yang sekiranya meragukan/tidak memiliki ijin edar. Spesialisasi jamu gendhong, kan itu jenis minuman yang siap minum berarti. Pembinaan dan pengarahan secara rutin bagi para pengolah dan penjual minuman jamu nan segar fresh from an nature oleh instansi terkait, seperti Dinkes dan atau BPPOM. Bagi kita para konsumen jamu gendhong, langkah preventif dalam membeli jamu ini bisa dilakukan dengan cara: mencium baunya dulu. Jika kualitasnya sudah mengalami dekomposisi pasti akan tercium aroma yang
‘nyleneh’ beda dari aroma jamu yang sesuai spesifikasinya.
Epilog
Karena saya sudah bingung mau menguraikan apalagi, maka langsung menuju pada harapan untuk Jamu Indonesia. Dengan semua diversifikasi olahan jamu dan era perdagangan bebas, dimana persyaratan pokok yang dibutuhkan agar produk bisa berkompetisi adalah kualitas produk yang ter
STANDARD. Lestarinya Jamu Indonesia merupakan salah satu implementasi nyata akan kearifan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita dalam menggunakan Kekayaan dan potensi sumber daya alam di negeri ini, yang memiliki
multiplier effect sangat signifikan dari hulu hingga hilir dalam pertumbuhan perekonomian yang memiliki muara yang antara lain menciptakan banyak lapangan kerja. Dengan demikian industri jamu memiliki potensi untuk menyerap tenaga kerja yang banyak karena indsutri jamu lebih bersifat padat karya, artinya satu sumber kegelisahan sosial (angka pencari kerja/pengangguran) bisa diredam.
Effect lain yang berkorelasi langsung dengan Lestarinya Jamu ini adalah pelestarian lingkungan hidup karena aneka tetanaman yang menjadi bahan baku jamu tradisional Indonesia adalah tanaman obat yang pemanfaatannya berwawasan pelestarian alam sehingga bisa mengurangi dampak global warning saat ini dan selanjutnya.
Daaan………..,
Boleh dong memimpikan pula suatu masa nanti dimana jamu Indonesia akan lebih diperhitungkan dalam dunia medis dan farmasi sebagai produk yang eligible untuk diresepkan dalam sistem pengobatan yang Modern dan memasyarakat sehingga berjajar dengan elegan di setiap apotek-apotek di seluruh dunia karena sudah terstandar, aman dikonsumsi, kandungan yang lebih alami, harga lebih bersahabat dan memiliki khasiat/kandungan yang Tokcer.
Maka…..
Sepahit-pahitnya Jamu justru menjadi candu bagi siapa saja yang ingin sehat dan memiliki usia harapan hidup bahagia lebih lama. Lha kan, hidup yang sehat dengan usia lebih lama itu salah satu kebahagiaan yang TAK bisa dikalkulasi secara numerik maupun eksponesial lho?
 |
Salah satu Produk Jamu yang mengacu ke penerapan CPBOT [GMP Jamu] |
Apakah Anda suka minum Jamu? Punya jamu favorit yang sering diminum?
Jamu Tradisional GO International diikutkan lomba Blog Lestarilah Jamu Indonesia
yang diselenggarakan oleh Biofarmaka IPB
dalam rangka dies natalis Pusat Studi Biofarmaka ke-16
References:
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection,
- http://biofarmaka.ipb.ac.id/publication/journal,
- Materi workshop standardisasi by Dr. Alva Edi Tantowi, Ph.D
- Materi workshop GMP, SSOP, HACCP
apotek.dagdigdug.com