Prolog: Beberapa waktu lalu sempat melihat tayangan berita di salah satu stasiun TV [lebih dari sekali] yang menampilkan tentang orang di pasung [oleh keluarganya] karena kondisi stress yang dialaminya sehingga kehilangan akal sehatnya.
Bismillahirrahmaanirrahiim, beberapa kali saya pernah berpapasan di jalan dengan orang yang kondisi kejiwaannya tidak stabil [belum lama ini], hingga sempat terjadi percakapan dengan teman kerja: apakah RSJ sudah over load sehingga banyak pasiennya yang lepas [atau dilepas]?.
Flash back sekilas ketika saya masih kuliah, saat tidak jadwal di kampus dan ‘bebas’ dari freelance job, sesekali saya ‘nongkrong’ di RSJ Menur bersama teman. Berada di sana dan melihat dari dekat keadaan di dalam RS tersebut. Ada rasa miris, prihatin, sedih dan entah apalagi yang mengaduk hati dan pikiran kami saat melihat bagaimana kondisi mereka yang mayoritas masih usia produktif!
Dan sempat terlintas bayangan betapa hari-hari mereka yang hampa, serta bagaimana keluarganya yang tentunya juga berada pada situasi yang complicated. Saat di RS tersebut kami juga sempat ngobrol-ngobrol dengan mahasiswa yang sedang praktek [kebetulan saat itu yang sedang magang dari AKPER]. Dari hasil obrolan dengan para Mahasiswa tersebut, kami diberitahu bahwa sebagian besar penyebabnya adalah stress akibat suatu kegagalan [karir,cita-cita, cinta, dll] dan kehilangan orang yang dikasihi [karena kecelakaan, bencana alam, pengkhianatan, dll].
Dalam postingan Bersimbiosis dengan stress saya mencoba menampilkan tentang stress yang [bisa] membawa energi positive dimana aliran adrenalin dalam diri justru akan melahirkan the power of kepepet alias menimbulkan kreatifitas untuk menjawab dan menyelesaikan permasalahan dengan optimal dan maksimal. Secara umum, kondisi yang justru [sangat mungkin] membuat kita bergairah untuk mengatasi stress tersebut bilamana the main cause’nya terkait dengan proses [pencapaian]: prestasi, kinerja, cita, cinta, dll.
Maka dalam postingan ini, saya mencoba ‘melihat’ stress dari sisi yang berbeda, yaitu ketika suatu hasil/kenyataan memaparkan hal yang tidak terduga [kegagalan dan kehilangan] dengan intensitas pressure yang sedemikian hebatnya [menurut batas kemampuan seseorang] sehingga menyebabkan ketidakstabilan psikis kemudian bermuara pada kondisi yang saya uraikan dalam prolog di atas [menyebabkan seseorang mengalami depresi berat, emosinya labil atau akal sehatnya jadi terganggu].
Tidak ada yang bisa lepas dari rasa sakit/sedih ketika mengalami kegagalan ataupun kehilangan. Sehebat apapun orang tersebut, ketika hal dan peristiwa terjadi di luar dugaan kita dan sifatnya tidak menyenangkan, maka reaksi kita adalah sedih, kecewa atau shock! Tapi bagaimana menghadapi serta menerima kala rasa (tidak enak) tersebut menghampiri kita? Dalam hal rasa sakit secara emosi, kita bisa lari . . . tapi tidak bisa menghindar.
How far we run, how deep we hide…we’ll never can reject it. Sebelum kita bisa “sembuh” kembali, kita harus menghadapi rasa sakit tersebut (suka atau tidak, tidak bisa di tolak !). Ingin sembuh dengan cepat? Siapkan toleransi yang besar terhadap rasa sakit: jalani proses untuk ikhlas. Kalau kita belajar untuk menghadapi, merasakan, dan menerima rasa sakit, maka rasa tersebut akan menjadi semakin kecil, sampai akhirnya menghilang [netral kembali deep impactnya].
Merasakan rasa sakit sama dengan menghadapinya dan artinya kita sedang dalam proses penyembuhan. Semakin kita acuhkan, justru semakin menumpuk. Then suddenly, seperti tsunami yang akan menghempaskan gelombang rasa sakit yang sangat besar. Kalau sedang menghadapi hal berat, penting sekali untuk tahu ada pilihan duduk dan menghadapi rasa sakit dengan segera. Berusaha menghindari malah akan merasakan sakit yang lebih besar lagi nantinya dan justru menunda tahap penyembuhan. Dengan menerima rasa sakit, kecewa, dan sedih, maka intensitasnya akan berkurang.
Penolakan akan rasa sakit malah membuat kita lebih gelisah dan bisa berakibat pada rasa takut. Kalau kita menghindari rasa sakit dan sedih, ingatkan diri kalau takut akan rasa sakit lebih buruk dibanding rasa sakit itu sendiri. Percayalah pengalihan rasa sakit hanya akan memperparah rasa sakit itu sendiri. Jika kita berada pada situasi yang sulit, mengalami kondisi yang biasa kita sebut “kegagalan atau kehilangan” sebenarnya adalah jalan bagi pendewasaan diri kita, tempaan yang akan membuat kita lebih kuat.
Beberapa point yang bisa di jadikan review renungan dan motivasi antara lain:
- Saat rasa sakit mulai memasuki pikiran, let it flowing. Jangan lawan airmata untuk menetes, jangan takut disebut cengeng jika kita menangis untuk sesuatu hal yang memang normal kalau menangis. Menangis karena sebuah peristiwa yang menyesakkan dada sangat jauh berbeda dengan tangisan yang cengeng. Kalau perlu, berikan waktu pada diri untuk bersedih.
- Sugesti diri bahwa Hidup belum berakhir, seperti berbagai tantangan hidup, mengalami dan mengatasi rasa sakit bisa menghadiahkan kedalaman emosi dan perspektif yang tanpa kita sadari sudah tersimpan selama ini dalam diri. Menerima rasa sakit memang menakutkan. Kemungkinan untuk tergoda dengan pengalihan lewat alkohol, pil tidur, atau bahan adiksi lainnya sangat besar. Think it deeply, Selalu ada satu alasan terbaik mengapa peristiwa kehilangan/kegagalan itu harus terjadi. Merenung juga akan menghindarkan kita dari mengulangi kesalahan yang sama. Jangan membawa angan terbang pada setumpuk “andai/seumpama’ karena akan memekatkan rasa dihati semakin kusut masai karena yang dibutuhkan adalah menerima situasi dan berusaha untuk melangkah ke arah masa depan.
- Menulis perasaan sejujur mungkin bisa membantu melalui semuanya dan tak perlu mencoba mengedit tulisan tersebut ( kan bukan mau di posting di blog tho…). Apapun yang ditulis adalah perasaan kita yang sebenarnya. Kita akan belajar menghadapi kesedihan dan menemukan pelajaran hidup. Ingatlah bahwa situasi yang tidak kita harapkan juga bagian penting yang harus dilalui dalam hidup dan akan menentukan siapa diri kita selanjutnya.
- Temukan kesenangan pada hal lain dalam hidup, spending time bersama orang-orang yang kita sayangi, baca buku yang bagus dan teruslah ingat bahwa peristiwa kegagalan/kehilangan hanyalah satu bagian dari hidup. Bisa juga dengan Terapi mewarnai sebagai salah satu kegiatan menyenangkan dan mudahkan dilakukan untuk mengatasi stress ini juga bisa dilakukan dengan terapi mewarnai seperti yang ditulis oleh Mbak Arina dalam artikelnya yang berjudul terapi mewarnai sebagai cara self healing. Atau bisa juga dengan olahraga atau ragam kegiatan ringan lainnya yang dapat meningkatkan mood dan mengalihkan depresi, juga merupakan cara yang hebat untuk menyibukkan diri dan berhenti memikirkan rasa gundah gulana: jogging, nge-gym atau bersepeda bersama teman-teman dan bayangkan setiap langkah adalah selangkah maju dalam menghilangkan kesedihan dan kemarahan.
- Relakan semuanya, let it belong to the past. Tak ada gunanya bertahan dalam kemarahan, sakit hati atau penyesalan. Di lain hal, kita dapat memberi selamat pada diri sendiri telah mengambil resiko untuk gagal, sakit, terluka ataupun sedih dan bahwa selalu akan ada lain kali (yang lebih baik tentunya).
So, keep in optimistic, apa yang saya tulis sebatas wacana [rangkaian kata-kata]. Seberapa powerfullnya Re-Engineering Stress membawa diri pada kebangkitan dari stress atas kegagalan dan atau peristiwa kehilangan yang terjadi, kembali pada pilihan pribadi masing-masing untuk mengejawantahkannya dalam mind set dan action sehari-hari sehingga ketika kenyataan mempertemukan pada kegagalan/kehilangan kita tak perlu berlama-lama berada dalam pandora stress.
Just remember this shock will pass, nothing last forever, even pain. And happiness is around the corner! Sometimes GOD doesn't change your current situation, because GOD is trying to change your heart and mind.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan
Indonesia Bangkit di BlogCamp.