Prolog
Menuliskan tentang rencana serta persiapan, atau pengalaman pribadi “Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil”, artinya mengimplementasikan secara konsisten bagaimana bersikap dalam menghadapi tutur seorang ibu yang bisa berdampak efektif dalam pembentukan karakter anak. Mempersiapkan Si Pemimpin kecil equal dengan pembentukan karakter anak sebagai Calon penerus Pemimpin masa depan. Dan Bismillahirrahmaanirrahiim dengan mengkombinasikan antara pengalaman sebagai mantan anak, reference bacaan [buku dan artikel-artikel on line] tentang parenting dan cerita dari orang-orang sekitar yang sudah berpengalaman mendalami peran sebagai Ibu/orang tua.
Peran Strategis Ibu Bagi Calon Pemimpin
Visi Mempersiapkan Si Pemimpin kecil menjadi manusia bermanfaat yang equal dengan pembentukan karakter anak sebagai Calon penerus Pemimpin masa depan, yakni menumbuhkembangkan sejak dini dalam diri anak semenjak usia kanak-kanak tentang nilai-nilai: agama, tanggung jawab, disiplin, toleransi/tepa slira, saling menghargai dan menyayangi terhadap orang serta hal-hal diluar diri pribadi. Nilai-nilai tersebut tidak bisa hanya sekedar dogma/teori yang di berikan pada anak-anak ibarat pembacaan dongeng. Perlu adanya iklim dan aktifitas/kegiatan yang tepat sasaran sehingga secara naturally meresapkan nilai-nilai normatif tersebut dalam pola pikir, sudut pandang dan dinamika hati nurani pada diri anak, yang senada dengan pernyataan dari buku The 7 Habbits of Highly Effective People yaitu:
Taburlah gagasan petiklah perbuatan, taburlah perbuatan petiklah kebiasaan, taburlah kebiasaan petiklah KARAKTER, taburlah KARAKTER petiklah nasib.
Sehingga secara garis besar, element-element yang memiliki nilai critical point dengan kontribusinya yang sangat significant terhadap pembentukan Karakter/kepribadian anak bisa diklasifikasikan dalam 3 Main stream yaitu: Keluarga, Sekolah dan pergaulan [lingkungan sosial]. Ketiga main stream yang memiliki peran penting yang pastinya saling terkait dan melengkapi dalam proporsinya masing-masing.
Kembali pada Hot Topic “Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil”, artinya tulisan ini mengambil fokus pada Lingkungan Keluarga atau tepatnya kiprah dan peran Ibu [orang tua] dalam mendampingi anak-anaknya bertumbuh dewasa. Keluarga sebagai ‘sekolah’ pertama dan memiliki peran dominan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang, maka dari lingkungan keluargalah harus dimulai proses pembelajaran dan penanaman nilai-nilai agama, tanggung jawab, disiplin, toleransi/tepa slira, saling menghargai dan menyayangi. Sebagai ilustrasi sederhana, berikan kegiatan yang bisa dilakukan dan disukai anak-anak misalnya memelihara ayam. Masing-masing anak berikan seekor ayam untuk dirawat dan dipelihara.
Secara perlahan, masing-masing anak akan terbawa dalam euforia untuk bertanggung jawab, disiplin, berkerja sama, bermusyawarah, saling membantu, serta menumbuhkan rasa kasih sayang yang tulus sebagai out put kegiatan memelihara ayam tersebut. Tentu saja ini hanya salah satu contoh yang saya adopsi dari masa kecil saya. Pekerjaan rutin [selain mengurusi diri sendiri] yang kami lakukan sehari-hari di luar jam sekolah tersebut memberikan penguatan karakter baik pada diri sehingga secara otomatis memiliki komitmen untuk menjadi anak yang secara inisiatif muncul dari keinginan sendiri untuk melatih alert sensor minimal tidak melakukan hal-hal yang destruktif yang merugikan dan membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Tiap generasi dibangun di atas generasi sebelumnya –normally generasi sebelumnya akan berusaha memperbaiki hal-hal vital yang terkait dengan pendidikan anaknya agar lebih konstruktif bagi anak sebagai agent generasi selanjutnya. Bapak dan ibuk, tentu punya peran penting yang proporsional dalam kapasitas dan posisinya masing-masing. Kehadiran dan posisi mereka senyatanya adalah peran yang saling melengkapi dalam rangka mendampingi anak-anaknya memasuki gerbang kehidupan, menjadi individu yang sebaik mungkin menatapi proses demi proses meunuju bahagia dengan tidak menjadi sosok yang individualis serta eling marang ingkang Maha Dumadi. Bapak dan Ibu adalah sepasang manusia yang berkolaborasi intens dengan landasan tak mengharap kembali ~ ikhlas, istilah kerennya.
Bahwa Kontribusi terbesar pembentukan karakter anak dari lingkungan keluarga yaitu orang tua-lah yang memegang peran strategis dalam mempersiapkan pondasi dasar karakter anak. Tiada maksud mengecilkan peran penting seorang ayah, tapi demi mengacu pada tema yang telah ditetapkan, sehingga serangkaian ulasan selanjutnya straight pada Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil.
Dalam rangka menjalani keseharian peran sebagai ibu dimana start point saya adalah jumping step yaitu langsung melanjutkan peran seorang ibu untuk 3 anak yang notabene sudah mulai memiliki kemampuan untuk mengapresiasi. Antara nekad dan realistis, menjadi ibu seperti yang saya lakoni perlu saya yakinkan diri saya sendiri bahwa:
menjadi seorang ibu adalah proses belajar yang bergulir secara dinamis karena dari hari ke hari setiap orang sebenarnya menghadapi variabel-variable yang baru lagi dari sebelumnya. Maka menjalani peran sebagai ibu pun setiap hari memrlukan proses belajar dan adaptasi karena setiap hari pula anak-anak tumbuh dan bertambah dewasa. Bedanya kalau bagi posisi seorang ibu adalah terletak pada SUDAH PERNAH menjalani fase kehidupan sebagai anak sehingga secara general punya kisi-kisi tentang apa dan bagaimana dinamika perasaan, harapan dll di posisi anak.
Salah satu intisari yang saya serap dari wacana parenting adalah Mendidik anak TIDAK sama dengan membuat kue atau mendirikan konstruksi bangunan yang langsung bisa dilihat hasil jadinya. Pada dasarnya yang kita lakukan adalah menyiapkan dasar-dasar yang kuat agar dalam perjalanan hidupnya kelak si anak mampu menghadapi aneka ragam tantangan dan kesulitan hidup karena hidup tidak selalu berjalan datar. Life is never flat, demikian pula kerangka sikap yang perlu saya terapkan [saat ini] untuk menempatkan posisi dalam mendampingi Ifa, Aida dan Azka. Saya lebih sreg untuk menerapkan sikap dan perlakuan terhadap AIR bagi amanah anak saya saat ini. Dengan mengambil karakteristik utama air yaitu fluida berbentuk cair yang bersifat netral, maka:
- Ada saatnya untuk menambahkan tetesan perasa untuk membuat air menjadi lebih berasa,
- memberikan warna tertentu sehingga warna air menjadi lebih indah berpelangi kala tersinari mentari
- serta ada saatnya untuk memberikan bentuk [forming time]
Air akan berasa pahit, manis, asam; bagaimana air akan berbentuk sesuai model wadah seperti mangkok, gelas piala atau melebar tanpa bentuk; serta akan kemana arah aliran air, maka peran proaktif Ibu punya porsi yang sangat menentukan. Kalau saya ringkas dalam versi lebih sederhana, ibarat Rumus Stoikiometri dimana untuk menghasilkan kesetimbangan reaksi antara ruas kanan dan kiri [peran ibu dan posisi anak], maka masing-masing senyawanya memerlukan variable/angka koefisien reaksi yang berbeda-beda agar bisa terjadi kesetimbangan reaksi.
Pendidikan anak [Tarbiyatul Abna] yang compatible, memiliki hubungan yang linear dengan pembentukan karakter anak yang solid, dimana proses pendidikan ini akan berlangsung terus-menerus yang TIDAK HANYA menelurkan Kebaikan untuk sang anak, tapi juga berbuah kebaikan bagi orang tua dan masyarakat. Ketika seorang ibu menjalankan perannya dengan optimal dalam mendidik anak-anaknya, membina dengan tarbiyah yang shalih, maka anak-anak akan menjadi generasi yang baik biidznilah. Dengan demikian akan menjadi sebab baiknya masyarakat yang akan terus berlanjut pada generasi selanjutnya. Oleh karena itu, implementasi Peran Strategis Ibu Bagi Calon Pemimpin, pada intinya adalah bagaimana membentuk dan mengembangkan karakter baik anak yang harusnya merupakan komitment yang dilakukan secara Konsisten dan berkesinambungan.
Selaras dengan Peran Strategis Ibu Bagi Calon Pemimpin dengan visi membentuk dan mengembangkan karakter anak, berikut ini secara ringkas point-point yang perlu saya jadikan goal action dalam menjalani peran sebagai ibu dimana-mana aspek-aspek yang saya targetkan ini bisa diejawantahkan secara multitasking/bersamaan. SET UP diri sendiri dalam rangka mencapai capability personal yang high quality, yaitu:
1. Berusaha menjadi pribadi yang sehat dan bahagia.
Menurut saya hal ini penting untuk diperhatikan karena seorang ibu yang sehat dan bahagia akan bisa melakukan banyak hal produktif dan positif bagi anak-anak dan keluarga. Seperti kita tahu bahwa menjadi bahagia itu pilihan, sehingga kita tak tidak perlu mempersyaratkan [menunggu] tercapainya kondisi-kondisi tertentu untuk menjadi bahagia. Toh sebenarnya Rasa Bahagia bisa kita peroleh dengan cara-cara yang tidak sulit, misalnya: Menyempatkan untuk tetap menjalani hobi, melakukan aktifitas dengan enjoy, menikmati apa yang ada di sekitar kita dan berusaha positif thinking manakala mengalami peristiwa yang diluar expectation [jika sedih atau kecewa tidak perlu sampai larut berkepanjangan]. Karena saya suka mbolang, jadi ya di rekonstruksi pola mbolangnya agar mix dan match dengan kondisi setelah menikah: jalan- jalan ke pantai misalnya. Terus saya juga masih berusaha menjalani hobi menulis, termasuk menuliskan aneka warna keseharian saya yang sekarang sudah menjadi ibu. Demikian pula untuk jadi diri yang sehat yaitu dengan berusaha dan berkomitment dengan healthy life style, secara luas akan berimplikasi terhadap pola asuh kita pada anak-anak juga. cara dan melakukan hal-hal atau hobi yang kita sukai, merupakan cara yang tidak sulit untuk menjadi sehat dan bahagia. Dengan untuk menjadi sehat sebenarnya tidak mahal kan?
2. Hubungan dengan pasangan harus harmonis
Saya yakin, semua orang sepaham bahwa hubungan suami-istri yang tidak harmonis akan berdampak pula pada psikologis anak. Bahkan andai ditutupi dari anak-anak pun, chemistry-nya akan tetap bisa dirasakan oleh anak-anak jika something going wrong pada orang tuanya. Maka sangat tidak salah jika keharmonisan hubungan dengan pasangan merupakan trigger untuk menciptakan kenyamanan suasana di rumah yang akan mendukung iklim yang sehat bagi perkembangan psikologis anak-anak. Dan seperti saran/nasehat para pakar dan konsultan pernikahan, keep communication atau jangan ada sandiwara [dusta] di antara suami-istri menjadi sarana efektif untuk mengharmoniskan hubungan. Bila kita bisa membangun hubungan dengan pasangan yang harmonis, tentunya tidak sulit pula untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar kita.
Kedua point SET UP diri sendiri tersebut memiliki dampak simultan yang memiliki multiple efect terhadap anak-anak yaitu kita akan memiliki motivasi untuk up to date dan up to grade. Di era digital ini, sosok seorang ibu harus bisa mengikuti perkembangan informasi yang bergerak global untuk bisa mendampingi anak-anak melalui tahapan perkembangan menuju kedewasaan dan menjadi generasi yang tangguh.
Dari konteks pemahaman di atas dan dengan mengutip wejangan Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara: Pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya dan bagaimana implementasi Peran Strategis Ibu Bagi Calon Pemimpin sejatinya memang berorientasi pada pembentukan kepribadian atau karakter yang paripurna, maka dalam rangka ikut sharing mengenai “Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil” yang saya ringkaskan dari praktek menjadi seorang ibu [walaupun baru seumur jagung] untuk 3 orang anak yang saya jalani secara doing by learning. Berikut ini beberapa pembiasaan yang coba saya implementasikan dalam koridor dan jangkauan peran [tiba-tiba] menjadi Ibu yang secara bertahap dan ternyata memang butuh tingkat kesabaran dan penataan emosi kala mempraktekkannya terhadap anak-anak [saya] antara lain:
- Menerapkan pola makan sehat dan wajib sarapan, saya tempatkan sebagai langkah awal untuk mempersiapkan stamina yang mendukung tumbuh kembang anak-anak karena jiwa yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat. Jadi sebisa mungkin pilih menu makan yang mendekati unsur 4 sehat 5 sempurna. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk meng-arrange menu makan 7 hari dalam seminggu, terutama untuk membiasakan sarapan bagi Azka [anak ketiga] yang menu makannya masih belum variatif. Kalau Ifa dan Aida sudah dengan kemauannya sendiri sarapan setiap pagi karena sudah paham manfaat sarapan bagi tumbuh kembang serta kesehatan diri untuk jangka panjang. Khusus untuk Azka, saya mencoba berbagai cara persuasif, diantaranya “mengikuti” kemauan Azka yang hobi makan mie instan sebagai langkah permulaan. Hari-hari berjalan, sedikit demi sedikit porsi mie Instan saya kurangi dengan subtitusi nasi dan lauk. Awalnya tentu ada penolakan, tapi dengan pendekatan dan sering diajak membahas tentang perlunya sarapan, saya ajak browsing artikel terkait manfaat sarapan. Kebetulan Azka suka sekali futsal. Jadi saya kaitkan kenapa saya demikian concern agar setiap pagi sarapan dengan kegiatan futsal agar Azka bisa lebih interest untuk rajin sarapan. Agar asupan sarapan memenuhi kebutuhan gizi, saya perlu memaketkan konsumsi sarapan dengan segelas susu atau cereal.
- Berusaha menerjemahkan Surat Luqman ayat 13 ”Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”sebagai landasan pendidikan terhadap anak karena prioritas pertama pembentukan karakter anak adalah penanaman akidah dan akhlak sehingga Pendidikan akidah dan akhlak sangat perlu kami utamakan sebagai kerangka dasar/landasan dalam membentuk pribadi anak yang beriman. Penerjemahan konteks ini melalui kebiasaan untuk berdoa sebelum dan sesudah melakukan aktifitas dan doa-doa harian lainnya, sholat berjamaah baik di rumah dan sesering mungkin mengajaknya ke mesjid [maghrib, isya], mengaji setiap habis maghrib atau membaca Yaasiin berjamaah kala malam Jumat.
- Memilihkan lingkungan sekolah kondusif. Menyadari bahwa pada usia anak-anak terjadi perkembangan mental secara sangat cepat dan diusia anak pula mereka sangat sensitif dan peka mempelajari dan berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakan dan didengar dari lingkungannya. Pada usia dini ini merupakan golden moment dalam pembentukan karakter anak sebagai hasil belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan sekitarnya. Maka sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga dimana anak-anak akan menjalani kesehariannya yang berkontribusi besar terhadap kemampuan anak dalam membangun dan mengembangkan pilar hubungan diri sendiri – sosial – Tuhan yang merupakan karakter-karakter yang dimiliki orang-orang yang sukses. Oleh karena itu, lingkungan sekolah yang positif akan membentuk karakter yang positif pada diri anak-anak. Dalam rangka memilihkan sekolah, sebagai ibu tentu harus aware untuk memasukkan pertimbangan kenyamanan anak, semisal mengajak anak untuk melihat-lihat dulu lingkungan sekolahnya.
- Membelajari disiplin dan punya rasa tanggung jawab pilihan sanki yang edukatif. Kita sering bersinggungan dengan aspek-aspek yang menuntut kedisiplinan dan tanggungjawab dimana seringkali kondisi ini permulaannya identik dengan “dipaksa” oleh adanya sanksi yang bisa membuat efek jera. Untuk orang dewasa, model ini bisa jadi tidak masalah karena pola pikir dan tingkat pemahaman yang sudah mature. Akan tetapi untuk usia anak-anak? Tentu sangat tidak mungkin jika anak-anak diajari disiplin dengan konsep ‘semi militer’ tersebut. Menurut saya, attitude disiplin dan tanggung jawab bisa dikondisikan secara linkage. Model PILIHAN akan lebih impressif untuk anak-anak. Salah satu Contoh konkritnya adalah tentang kasus seragam sekolah yang terjadi beberapa hari. Mensiasati ketidakpunyaan asisten rumah tangga, maka untuk urusan cuci – strika baju saya delegasikan ke laundry secara rutin dua hari sekali. Aida dan Azka saya kasih penjelasan agar setiap kali ganti baju langsung ditaruh dibelakang sehingga tak ada baju kotor yang tertinggal saat ada orang laundry yang ambil cucian ke rumah. Sesekali tentu masih ada baju yang tertinggal di kamar tapi gak masalah karena baju untuk di rumah. Nah beberapa hari lalu, baju seragam Aida yang akan dipakai esok harinya ternyata masih tertinggal di kamar. Ketika Aida mendatangi saya dan menceritakan kalau bajunya belum tercuci, saya hanya bilang, “ lha apa perlu sekarang di antar ke Laundry?”. Beberapa menit Aida terdiam, sepertinya dia menimbang-nimbang, lantas menjawab “biar dicuci di rumah saja Bun”. Saya pun mengajukan pertanyaan, terus nanti yang setrika siapa kalau di cuci di rumah? “ Ya biar Aida sendiri nanti yang setrika, Bun”. Beda lagi kejadiannya dengan Azka, meski sudah biasa untuk sarapan tapi sesekali masih muncul adegan ngambeg sarapan. Saya pun sudah bilang jika tidak mau sarapan = laptop terkunci di lemari dan saya sudah pernah membuktikannya. Maka ketika minggu lalu Azka kambuh ngambeg sarapan, saya hanya bilang pada Azka, “ Bunda gak nglarang kok kalau gak mau sarapan. Silahkan saja kalau Azka tidak mau sarapan ya...”. Dan spontan Azka menjawab “terus laptopnya dikunci berapa hari Bun?”. Dari peristiwa tersebut, saya pun berkesimpulan jika disiplin dan rasa tanggung jawab bisa ditumbuhkan kembangkan secara sinergis dari hal-hal yang mungkin sepintas sepele tapi ketika sudah terkondisikan ternyata memiliki dampak yang sangat kondusif bagi penanaman rasa disiplin dan tanggungjawab.
- Memberikan pujian yang bisa menguatkan rasa Percaya Diri. Untuk mendukung semangat anak-anak dalam mengotimalkan potensi dirinya, saya sesekali memberikan pujian. Semisal saat Azka mau belajar tanpa perlu dikomando atau Aida dengan inisiatifnya mau membantu memasak atau saat Ifa dirumah [libur dari asramanya] menjadi sukarekawan untuk membenahi kamar Azka yang berantakan. Pujian sederhana, semisal “ nah gitu dunk, sudah keren jadi makin keren deh; Alhamdulillah sudah tambah dewasa sekarang...dsb”, dari yang saya amati ternyata membuat mereka berbinar-binar dan terlihat lebih bersemangat. Tentu saja, saya tidak lantas setiap hari mengobral pujian karena bisa jadi saya dianggap lebay atau justru membuat anak jadi risih jika terlalu sering dipuji.
- Memberi Motivasi,Dukungan dan support pastinya merupakan suplemen psikologis yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Untuk memotivasi ini, saya perlu mengkonversi kalimat – kalimat yang berfilsafat dalam bahasa yang bisa dipahami dan dimengerti oleh Ifa dan adik-adiknya. Jika ada perlombaan tertentu, saya katakan asal mau ikut saja sudah merupakan kemenangan juga. Perolehan gelar juara dan piala memang sangat membanggakan, tapi ada yang jauh lebih membanggakan yaitu keberaniannya untuk mencoba berkompetisi karena sejatinya setiap kita ikut perlombaan adalah Faidza Azamta Fatawakal’Alallah karena berharap kemenangan sama artinya kita mendokan kekalahan peserta lain.
- Membatasi nge-game dan Menemani anak nonton TV. Nge-game dan menonton TV adalah dua hal yang memiliki daya magnetis luar biasa bagi anak-anak. Karena itu, saya sengaja memberikan alokasi waktu untuk nge-game di HP atau laptop agar tetap ada kesempatan bermain bersama-sama anak-anak seusianya. Permainan digital memang memiliki manfaat positif tapi tentu dalam porsi yang tidak berebihan. Akan halnya menu siaran TV, banyaknya sinetron yang belakangan ini diperankan oleh anak-anak sebagai tokoh utama dan cerita yang banyak di dominasi scene-scene represif/kekerasan perlu untuk di filter. Dan bila memang tidak bisa dilaihkan, opsi terakhir ya harus ditemani dan diberi penjelasan agar anak-anak tidak menyerap apa adanya yang dilihat.
- Membiasakan kebiasaan-kebiasaan yang saya praktekkan antara lain: minta maaf, minta tolong, mengucapkan terima kasih, berbagi dengan teman, saat berangkat sekolah, menunggui sarapan/makan, menyiapkan baju dan buku sekolah sendiri. Jika saya yang pergi pun perlu pamitan pada anak, demikian pula manakala saya minta bantuan anak, saya juga mengucapkan terima kasih atau minta maaf seandainya saya khilaf/melakukan kesalahan serta kebiasaan lainnya.
Dari beberapa aktifitas yang saya uraikan di atas dalam rangka melakoni peran sebagai ibu yang saya jalani, serta ragam keseharian lainnya yang saya harapkan memberikan implikasi penguatan karakter bagi anak-anak, dan sesadar-sadar saya akui Jika fakta hariannya digambarkan dalam grafik, maka grafiknya pun masih fluktuatif dan tetap perlu pendekatan yang dinamis dari waktu ke waktu agar anak-anak tertanamkan greget dan keinginan untuk melakukannya tanpa disuruh-suruh lagi. Bukan berkeluh kesah, tapi pada prakteknya menjalani peran sebagai yang memiliki kontribusi strategis pada pembentukan karakter anak memang butuh kesabaran, waktu dan komitmen diri untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. perlu upaya, strategi dan cinta yang integral dan mengalir secara kontinyu dan tentu saja saya lebih cenderung untuk mendeskripsikan cinta disini tidak disalah artikan cara-cara yang bermuara pada memanjakan anak juga tidak memperlakukan anak bagai kaca yang mudah pecah berkeping-keping.
Epilog
Anak dari manapun datangnya, anak kandung atau pun jika berasal dari rahim orang lain, anak tetaplah anugerah yang tiada ternilai yang sangat selayaknya untuk diperlakukan secara ISTIMEWA agar menjadi pribadi yang tangguh lahir dan batinnya. Mind set perlakuan secara istimewa ini mengingat bahwa Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci atau seperti perumpamaan jika setiap anak ibarat pita kaset yang masih kosong dimana orang tuanyalah yang memiliki kontribusi besar dalam menjadikan anak-anaknya akan menjadi manusia mudhlarat ataukah jadi pemimpin berkarakter paripurna yang bermanfaat dan bahagia.
Lomba Penulisan Blog “Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil”
Note:
Saya mengawali peran secara langsung sebagai ibu untuk Ifa [ kelas 2 SMP dan bersekolah di asrama], Aida [kelas 6 SD] dan Azka [ kelas 3 SD], sehingga tulisan ini saya deskripsikan dari praktek saya bersama mereka saat ini sudah berjalan sekira 7 bulan.
Reference:
- The 7 Habbits of Highly Effective People
- http://www.pendidikankarakter.com/