Kemajuan teknologi telah nyata mampu mempengaruhi pola dan cara hidup umat manusia, demikian pula kemajuan teknologi dalam bidang pangan. Bismillahirrahmaanirrahiim, dengan teknologi pangan tersebut manusia telah dapat dan mampu memanipulasi dan menginovasi pangan sesuai dengan selera dan kebutuhan.
Manipulasi dan inovasi pangan ini bahkan sampai pada tingkat perubahan hakekat suatu pangan. Beberapa penerapan teknologi dalam bidang pangan tersebut diantaranya:
1. Inovasi/manipulasi visual pangan
2. Inovasi/manipulasi cita rasa ( off flavour) pangan
3. Inovasi/manipulasi kandungan (fortifikasi)pangan
4. Inovasi/manipulasi daya awet (self of life) pangan
Berbagai teknik inovasi/manipulasi pangan tersebut dicapai melalui penerapan perlakuan fisik, kimia maupun biologi. Satu diantara teknik tersebut adalah melalui penambahan suatu bahan pada makanan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan, yang lazim disebut bahan tambahan makanan (food additive).
Beberapa literatur mendefinisikan bahwa bahan tambahan makanan sebagai bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan atau biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang biasanya ditambahkan dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pemindahan, pembungkusan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung/tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan.
Bahan makanan tambahan dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Anti oksidan (Antioxidant)
2. Anti kempal ( Anti caking agent)
3. Pengatur keasaman (Acidity regulator)
4. Pemanis buatan (Arificial sweetener)
5. Pemutih (flour treatment agent)
6. Pengelmusi (Emulsifier)
7. Pemantap (stabilizer)
8. Pengental (Thickener)
9. Pengawet (preservatives)
10. Pengeras (firming agent)
11. Pewarna ( colour agent)
Lerak, untuk mencuci baju batik
Di Indonesia pemakaian bahan tambahan makanan ini telah diatur oleh Menteri Kesehatan RI melalui peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang pemakaian bahan tambahan makanan. Dalam peraturan tersebut dimuat secara jelas jenis-jenis bahan tambahan yang diijinkan dan dilarang pemakaiannya dalam makanan karena termasuk dalam hal ini dunia perikanan/produk makanan.
Bahan-bahan yang secara umum dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan untuk jenis makanan diantaranya adalah Formalin, kaporit, bayclin/detergent, tawas dan peroxide
Secara fisik pengaruh penggunaan bahan-bahan berbahaya dapat diamati atau dilihat dari perubahan tekstur daging yang abnormal dan isi perut tetap utuh dan solid.
Secara rinci hasil pengamatan visual penggunaan bahan-bahan berbahaya tersebut adalah sebagai berikut:
Pemakaian Formalin
1. Tekstur daging kenyal, ikan utuh, sangat kaku dan kenyal 2. Warna kulit mengkilat 3. Tidak berbau khas ikan (tidak amis) 4. Bila diambil dagingnya keras dan tidak mudah patah 5. Insang merah suram 6. Perut utuh sangat kompak
Pemakaian Kaporit
1. Warna ikan terlihat selalu segar, namun bila ditekan kenyal 2. Tekstur daging kenyal 3. Sisik ikan outih suram 4. Tidak berbau khas ikan ( tidak amis) 5. Daging tidak lembek
Pemakaian Bayclin dan Detergent
1. Warna ikan putih sangat cerah
2. Tidak berbau khas ikan (tidak amis)
3. Daging tidak lembek
Pemakaian Tawas
1. Warna ikan dan insang putih
2. Tidak berbau khas ikan (tidak amis)
3. Tekstur daging ikan kenyal
4. Perut ikan utuh dan kompak
Pemakaian Peroxide
1. Warna lrelatif lebih cerah
2. Tidak berbau khas ikan (tidak amis)
Dari sederet bahan-bahan pengawet berbahaya yang kerap digunakan, maka Formalin ( formaldehyde ; Oxymethylene) bisa dikatakan menduduki peringkat tertinggi dalam penggunaan untuk bahan pengawet makanan dan minuman.
Formalin yang terdapat dalam bentuk gas HCHO, dalam bentuk larutan yang digunakan sebagai antiseptik, untuk menghilangkan bau dan digunakan sebagai bahan fumigasi (uap/kabut) baunya yang tajam merangsang dapat menyebabkan mati lemas (suffocation).
Formalin dalam bentuk cairan mengandung tidak kurang dari 37% formaldehyde dan mengandung sedikit methanol, ethanol yang kadarnya 3 – 5% untuk melindungi/mencegah polymerization.
HCl atau Asam Klorida
yang kadang disalahgunakan untuk pengawet makanan
Daya kerja (aksi) formalin adalah Depresi (menekan) terhadap fungsi sel-sel dan menyebabkan nekrosis (mati) jaringan-jaringan. Formalin dapat diserap melalui semua jalan saluran lambung/usus dan paru-paru dan dioksidasi menjadi asam formic dan sebagian kecil methyl format (dibentuk methyl).
Nilai ambang batas (TLV) untuk formaldehyde dalam udara sebesar 5 Ppm (untuk bagian per meter kubik udara). Lethal dosis (LD) kira-kira 50 cc/ml larutan yang pekat. Formalin biasanya digunakan dalam kegiatan:
1. Penangkapan ikan, dimana waktu operasi penangkapan lebih dari 24 jam (daya awet)
2. Penanganan di darat/pendaratan ikan (daya awet)
3. Pengolahan produk (daya awet dan penampakan)
Pengaruh racun formaldehyde:
- Melalui inhalasi: iritasi yang intensif pada mata dan hidung; dypsnea (sesak napas), sakit kepala dan mati lemas, oedema pangkal tenggorok ( oedema glottis), bronchitis diikuti pneumonia.
- Melalui mulut:
- Sakit perut berat, kadang-kadang muntah dan mencret
- Kencing sedikit ( anuria)
- Kematian disebabkan kolap sirkulasi yang terjadi dalam waktu 24 – 48 jam.
Berikut Beberapa pengobatan dan pertolongan yang bisa dilakukan jika terkadi keracunan akibat formalin antara lain:
1. Keracunan melalui inhalasi:
- Korban pindahkan ke tempat yang udaranya bersih/segar
- Hati-hati kalau menghisapkan amonia
2. Keracunan melalui mulut
- Lakukan pembilasan lambung dengan 1% amonium bicarbonate atau campuran aromatik spirit dan amonia.
- Berikan larutan sodium sulfat 30 gram dalam 250 cc air melalui mulut (diminum)
- Bila kencing sedikit, berikan diet karbohidrat, lemak dan protein rendah
- Arachnis oil (minyak arachis) dan dextrose emulsi melalui selang lambung.
Pemakaian formalin ditujukan untuk mendapatkan keawetan ikan dan tampilan menarik serta kekenyalan daging pada saat lelang. Pemakaian formalin utamanya digunakan pada operasi penangkapan ikan yang lebih dari 12 jam ( over one day fishing) yakni penangkapan pakai jaring dogol untuk ikan-ikan ricah sebagai bahan baku pindang dan ikan asin/kering. Formalin juga digunakan di pendaratan ikan untuk pengawetan selama menunggu pembeli.
Pemakaian bahan-bahan yang berbahaya dimungkinkan karena pertimbangan nilai praktis, mudah dan murah. Luasnya pemakaian juga didukung rantai tata niaga atas bahan-bahan tambahan tersebut yang dapat menjangkau sampai tingkat nelayan melalui sales dengan contoh pemakaian dan pelayanan di lapangan.
Source: dari berbagai sumber (materi ini saya saya sampaikan pada acara penyuluhan nelayan di Muncar)