Sejak kapankah Anda mengenal makanan Tempe? Saya sendiri kenal Tempe sejak saya mulai bisa mengingat peristiwa-peristiwa dalam hidup, mungkin sekitar usia 3 atau 4 tahunan. Bisa jadi, sebelum usia tersebut, saya sudah dikenalkan dengan menu makanan berbahan tempe karena tempe adalah salah satu menu lauk makan andalan keluarga kami. Bisa makan dengan lauk tempe merupakan moment makan yang "mewah" kala itu.
Jika membahas kapan dan bagaimana saya mulai akrab dengan TEMPE, salah satu makanan menu asli Indonesia yang kaya gizi dan memiliki kandungan protein nabati tinggi ini, akan selalu membentangkan seuntai kisah yang melekat dengan satu penjual tempe yang rutin keliling dari rumah ke rumah di desa kami, juga desa-desa tetangga.
Bismillahirrahmaanirrahiim, Beliau yang sampai sekarang masih setia berjualan keliling tempe dari rumah ke rumah dengan berjalan kaki. Usianya saya taksir seiktar 70an tahun dan bagi keluarga saya, beliau salah satu sosok yang punya peran dalam keberlangsungan adanya menu tempe dalam makan sehari-hari di rumah. Namanya Mariyam dan saya biasa memanggilnya Mbokde Yam ~ disingkat lagi jadi Dhe Yam, dengan kebaikan hatinya tak keberatan untuk ngutangi dulu pada semua pelangganya dan baru dibayar saat sudah punya uang.
Dan ketika beberapa waktu lalu saya bertemu lagi dengan beliau, dapatlah ide untuk membuat tulisan tentang Tempe: Makanan Tradisional [yang] GO International sebagai salah satu makanan yang PALING INDONESIA.
“ Yang ngajari Dhe Yam bikin tempe siapa?”“Oalaahh Nduk, membuat tempe itu gampang. Siapa pun bisa kok bikin tempe...itu kan ilmu turun temurun ” mendengar jawaban polos itu merupakan salah satu bukti tak tertulis jika tempe sudah membumi di Nusantara sejak jaman nenek moyang kita dahulu.“ Berarti belajar bikin tempe-nya dari Emak atau Embahnya Dhe Yam ya?” sepertinya ini pertanyaan konyol karena tentu saja yang dimaksud turun temurun oleh Dhe Yam tidak harus ada hubungan darah/keluarga dan jawaban Dhe Yam adalah dia belajarnya hanya dengan bertanya ke penjual tempe terus mencoba mempraktekkannya. Dan tak perlu waktu lama sampai beliau mahir membuat tempe untuk dijual agar bisa membantu suaminya mencari nafkah.
“ Kalau membuat tempe itu Yang harus diperhatikan jangan sampai kena garam, Nduk. Sedikit saja kecipratan garam bisa rusak semua...gak jadi tempe, kedelainya tetep utuh semua alias tempe urung jadi...” demikian jelas Dhe Yam.“ Tempe juga bisa dibuat dari biji Lamtoro lho, Nduk ?” demikian ujar Dhe Yam saat saya bertanya-tanya tentang Tempe buatannya. “Tapi rasanya agak kecut..beda banget dengan tempe yang dibuat dari kedelai “.“ Apa bener wanita yang lagi haid gak boleh membuat tempe, Dhe?”Dhe Yam tertawa mendengar pertanyaan ini “ Lha itu kan sholat sama puasa yang gak boleh untuk wanita sedang mens tho? Kalau bikin tempe tidak ada larangan...yang penting tetap jaga kebersihan diri seperti biasa”“ Dhe Yam pernah gak ngalami bikin tempe urung jadi? Kira-kira penyebabnya apa jika tempe gak jadi gitu?”“ Ya tentu pernah tho Nduk. Pengalaman Dhe Yam kalau tempe gak jadi itu jika sedang uring-uringan, perasaan kesal atau marah. Awal-awalnya juga gak tahu, tapi kemudian diingat-ingat setiap ngalami bikin tempe setelah semalam di eram-kan kedelainya tetap utuh ternyata saat Dhe Yam lagi marahan sama suami Dhe Yam...”
Percakapan semi interview tentang tempe yang notabene dikenal sebagai makanan tradisional dan sempat mendapat ‘label’ sebagai lauknya orang pinggiran ~ ekonomi lemah karena harganya yang merakyat. Bahkan untuk komunitas anak kost terkenal dengan istilah “ Paket SETEREO ~ sego tempe separo". Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aneka penelitian food product yang memiliki nilai gizi tinggi, tempe muncul menjadi salah satu jenis makanan yang masuk daftar papan atas sebagai produk makanan asli Indonesia yang bernilai gizi tinggi sehingga disebut juga daging analog.
Sekitar satu dasawarsa lalu saat berkesempatan berkunjung ke LIPI, untuk pertama kalinya saya tahu kalau tempe sudah dikembangkan sebagai food product bernilai ekonomis tinggi sehingga bisa diproses untuk skala industri. Dengan bermacam jenis olahan tempe yang dikalengkan melalui aplikasi teknologi pengolahan makanan yang didesain sedemikian rupa sehingga bisa mempertahankan nilai gizi tempe yang high quality dengan kandungan karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein, genisten serta komponen anti bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan, tentunya saka dengan meminimalisir sisi perishable tempe. Saat itu saya mendapat 'souvenir' tester produk tempe kaleng yang berbumbu bace, gule dan kare.
Konflik HKI ~ Hak Kekayaan Intelektual juga terjadi pada tempe yang diklaim sebagai salah satu makanan tradisional [asli] Jepang. Dan benarkah demikian? Untuk menjawab klaim tersebut, perlu untuk melakukan trace sejarah ke masa lalu, menelusuri jejak makanan yang terbuat dari proses fermentasi kedelai dengan jamur Rhizopus Oligosporus tersebut secara fakta historis sudah familiar menjadi salah satu jenis lauk-pauk dalam pola makan masyarakat Indonesia sejak tahun 1700-an Masehi.
Diperkirakan tempe sudah menjadi makanan masyarakat Jawa sejak sebelum Mataram diperintah oleh sultan Agung. Kata ‘TEMPE’ berasal bahasa Jawa Kuno yaitu pada masa itu terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut Tumpi. Dan tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tersebut.
Dalam pustaka Serat Sri Tanjung [ abad XII-XII] pada bagian ceita Dewi Sri Tanjung, disitu terselip kata kedelai yang ditulis dengan kadhele, Salah satu baitnya menggambarkan jenis tanaman di Sidapaksa yang mengandung kata kadhele, kacang wilis dan kacang luhur. Pada Serat Centini atau disebut juga Suluk Tambangraras, kata kedelai terdapat pada jilid II, sedangkan kata Tempe terdapat dalam jilid III yang menyebutkan adanya nama hidangan jae santen tempe [sejenis masakan tempe dengan santan] dan kadhele tempe srundhengan.
Selain itu, terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam kamus bahasa Jawa-Belanda. Terdapat sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa dimana pada saat itu, masyarakat terpaksa menggunakan hasil pekarangan seperti singkong, ubi dan kedelai sebagai sumber pangan.
Ada pula pedapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi koji yaitu kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus yang kemudian di modifikasi sesuai iklim di Jawa menggunakan Rhizopus untuk membuat makanan yang disebut Tempe. Teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia sejalan dengan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh wilayah tanah air. Sejumlah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-1960an menyimpulkan bahwa banyak tahanan perang dunia II berhasil selamat karena Tempe. Menurut Onghokman [sejarawan dan cendekiawan Indonesia], tempe yang kaya protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang padat dan berpenghasilan rendah.
Perjalanan Tempe: Makanan Tradisional [yang] GO International kemudian menyebar ke Eropa melalui orang-orang Belanda. Pada tahun 1895, Prinsen Geerlings [ahli kimia dan mikribiologi dari Belanda] melakukan idetifikasi pertama terhadap kapang tempe. Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa pun dimulai di Belanda oleh para imigran dari Indonesia. Melalui Belanda ini, tempe mulai populer di Eropa sejak tahun 1946.
Sedangkan di Amerika Serikat, pertama kali tempe populer di sana pada tahun 1958 oleh Yap Bwee Hwa, orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah tentang tempe. Awal tahun 1960, pakar mikrobiologi dan pakar dari USDA, Northern Regional Research Center di Peoria, Illinoi, melakukan penelitian tentang tempe yang melibatkan katalis dari Indonesia Ko Swan Djien. Pada tahun 1964 Ko Swan Djien menuliskan pemikirannya bahwa saatnya akan tiba bangsa Indoesia bangga dengan tempe, seperti halnya Jepang dengan sake-nya dan Perancis dengan anggur-nya.
Sedangkan di Jepang, Tempe mulai diteliti sejak tahun 1926 tetapi baru mulai popularitasnya naik sekitar tahun 1983, yang disebabkan karena masyarakat Amerika dan Eropa telah lebih dulu tertarik pada tempe. Pada saat itu di Jepang ada tiga perusahaan penghasil tempe yang tergolong terbesar di dunia. Orang yang memasyarakatkan tempe di Jepang adalah Dr. Masahiro Nakano. Tempe pun mengalami kemajuan dan perkembangan yang pesat, pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Tempe juga menyebar di beberapa negara lain seperti RRC, India, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin dan Afrika.
SNI 3144:2009 [persyatan mutu tempe]
Terlepas dari ‘sengketa’ HKI dengan Jepang, kini tempe adalah makanan yang diakui merupakan ASLI dari Indonesia yang telah Go International. Tempe semakin naik daun popularitasnya seiring dengan perkembangan IPTEK dan dunia informasi yang mempublikasikan tentang keunggulan nilai gizinya, terlebih trend pola makan sehat dan lahirnya komunitas vegetarian di seluruh dunia yang banyak menggunakan tempe sebagai pengganti daging.
Hasil riset membuktikan bahwa sepotong tempe goreng yang beratnya 50 gram nilai gizinya setara dengan 200 gram nasi serta terdapatnya Vitamin yang larut lemak [ A, D, E dan K] dan vitamin larut air [vitamin B kompleks].
Tempe juga merupakan sumber alami vitamin B yang potensial [ 1,5 – 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering merupakan jumlah yang mencukupi kebutuhan vitamin B12 per hari]. Selain itu tempe juga mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup yaitu zat besi 9,39%, tembaga 2,87% dan zink 8,05%.
Jadi tidak mengherankan kalau berbagai penelitian dilakukan di sejumlah negara maju dan Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur [strain] unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat dan berkualitas sehingga mampu meningkatkan produktifitas serta kandungan gizi tempe. Fakta sejarah dan kenyataan empiris yang memperkuat orisinilitas tempe [setidaknya saat ini tercatat 81.000 usaha pembuatan tempe dengan produksi 2,4 juta ton per tahun] sebagai makanan asli Indonesia, juga bukti secara formal dari 20 negara penghasil tempe di dunia tapi usulan standar tempe milik Indonesia yang diterima menjadi new work item saat CAC [Codex Allimentarius Commission] merupakan keberhasilan untuk menjadikan tempe sebagai industri penting di tanah air.
Lahirnya SNI 3144:2009 yang dilanjutkan dengan pengajuan melalui CCASIA yang lolos proses critical review pada sidang sebagai Standar Regional melalui Codex Executive Committee [CCEXEC] ke-65 di Jenewa pada Juli 2011, sehingga direkomendasikan untuk diadopsi menjadi new work item saat Codex Allimentarius Commission. Finally tempe berhasil disahkan sebagai new work item di CAC ke -34 pada Juli 2011.
Saat ini standar tempe yang diusulkan Indonesia masih dalam status New Work of Standard Regional Codex [note: Codex merupakan standar internasional di bidang pangan] karena perdagangan tempe umumnya masih lingkup Asia dan belum menjadi komoditi Internasional, sehingga standar tempe diusulkan menjadi standar Codex untuk regional Asia dan diharapkan pada 2013 nanti standar tempe dapat disahkan di CAC.
Melalui standar yang disahkan CAC, tempe sebagai makanan asli dan khas Indonesia akan semakin dikenal dunia. Jika Indonesia mampu mengembangkan standar ini ke tingkat Internasional dengan memproduksi tempe bermutu tinggi dan tahan lama, maka Indonesia mempunyai kesempatan besar untuk mengembangkan indistri tempe modern di seluruh belahan dunia.
Standar tempe untuk bisa disetujui menjadi new work of standard Regional Codex membutuhkan dukungan negara-negara anggota CODEX di wilayah Asia, maka Standar Tempe Indonesia untuk bisa meraih sukses di tingkat Internasional pastinya dibutuhkan dukungan lebih banyak negara-negara dari belahan benua lainnya.
Perjuangan mengusulkan standar tempe ke tingkat Internasional tidak akan bisa berhasil tanpa dukungan masyarakat Indonesia khususnya, karena perjuangan untuk mendapatkan pengesahan di level Regional saja membutuhkan perjuangan yang sangat berat. Tentunya kita tidak ingin status HKI tempe ‘lepas’ dari Indonesia dan Tempe sebagai makanan asli dan khas Indonesia seyogyanya semakin memasyarakat di Indonesia dan Internasional dengan didukung semua lapisan masyarakat. Sudah saatnya Tempe: Makanan Tradisional [yang] GO International dan bangsa Indonesia bangga dengan tempe sebagai makanan asli milik Indonesia yang merakyat, enak, kaya gizi dan menyehatkan !
Tulisan ini diikutkan lomba blog Paling Indonesia yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Makassar, AngingMammiri.org bekerjasama dengan Telkomsel area SUMALPUA [Sulawesi - Maluku - Papua] dalam rangka ulang tahun ke-17 Telkomsel
2. www.lipi.go.id
3. The Book of Tempeh [2001]