Aroma Sawah Menyebar Kerinduan

Kerinduan akan kampung halaman, tentang masa kecil beserta pernak-pernik yang melengkapinya. Memang benar yang telah berlalu tak akan mungkin berulang, tapi tak mungkin pupus tanpa jejak dari ruang ingatan. Tak jarang hal-hal yang kita temui dan ataupun melintas sekilas membangkitkan gelombang kenangan yang memaparkan BismillahirrahmaanirrahiimKerinduan. Adalah fragmen-fragmen kerinduan yang mengalun berirama kala aroma sawah menyatu dengan molekul-molekul oksigen yang mengudara. 

Lokasi kantor yang tergolong mewah ~ mepet sawah~ menyuguhkan pemandangan persawahan yang menghampar setiap kali menjejakkan kaki di tempat kerja. Manakala helaan nafas membau Aroma Sawah, ada denting rindu yang menyeruak mesra. Aroma sawah menyebar Kerinduan yang selalu menarik untuk dinikmati, terlalu banyak memori yang terukir di dalamnya. Aroma tanah basah kala musim bercocok tanam, atau padi menguning ketika musim panen menjelang. Semua aroma sawah dengan aneka musim tanamannya masing-masing senantiasa menggelombangkan kerinduan dengan mengirimkan mozaik-mozaik ingatan akan masa lalu. Melintas dalam pikiran, sosok sayadan adik saya berlari-lari kecil menuju sawah dengan keriangan khas lepas dalam balutan tanah lumpur.

Aroma sawah pun tak jarang menghadirkan begitu jelas sketsa wajahBapak dan Ibu yang tak pernah memudar cahaya ketulusannya walau pundak memikul tugas dan tanggung jawab berat  yang tak mungkin bisa saya eja dalam bahasa apapun. Aroma Sawah yang menyelusup dalam helaan nafas pun seringkali melambungkan kerinduan akan kebersamaan ketika kami masih berkumpul dirumah, ketika rentang usia masih menjadi anak-anak dimana acara pergi ke sawah senantiasa menawarkan euforia tersendiri. Ada gundah, jutek dan setengah hati jika hari libur atau sepulang sekolah saya  harus legowo menghabiskan waktu ke sawah bersama kakak-kakak dan adik untuk membantu orang tua. Mengenangnya kini, ternyata kebersamaan yang terjadi kala beraktifitas di sawah kala itu demikian indah dan selalu menghadirkan getar-getar kerinduan.

Merajut keping-keping kerinduan yang bermunculan bersama semerbak Aroma sawah yang selalu menghadirkan hasrat ingin mengenang kebersamaan dalam suka dan duka namun tetap bisa bercengkrama dengan penuh keceriaan. Betapa serunya saat berakting terpeleset jatuh di lumpur sawah ketika membantu tandur, jengkelnya mencabut rumput ketika masanya menyiangi tanaman padi, bergidik saat menemukan ulat di daun tembakau, menjerit saat ada ular sawah muncul tiba-tiba. Juga tertawa jika saya ingat di musim kemarau saya ke sawah menggunakan sandal jepit, yang diprotes oleh adik “kok lebay banget ke sawah pakai sandal lho?” Atau bawa radio jika kebetulan battery radio sedang prima, diputar keras sampai tetangga yang sawahnya berdekatan geleng-geleng kepala. Juga nikmatnya makan di pematang sawah dengan kiriman nasi yang dibungkus daun pisang berlauk tahu/tempe disambel pake Keluwek

Apalagi jika aroma sawah dikala padi menguning, spontan menghadirkan rindu akan dekap mesra Ibu. Masih terlintas jelas dalam membran ingatan sebuah skenario yang saya buat sehingga membawa Ibu saya berhujan-hujan melintasi jalan setapak saat pulang dari sawah. Saat itu menjelang panen, ada kebiasaan ‘nyulik’ padi sebelum dipanen. Nah sepulang sekolah, Ibu mengajak saya untuk memotong padi (karena adik dan kakak-kakak yang lain sudah on their job). Setelah 2 karung yang di bawa penuh dan pas hujan turun dengan lebatnya. Membawa 2 karung padi tentu saya tidak bisa menaiki sepeda pancal karena bagian belakang dan tengah di tempati hasil potong padi. Maka dengan berjalan kaki kami pun pulang di bawah siraman hujan pada senja menjelang kala itu. Saya yang tahu banget kalau sore hari di pertigaan desa ada pos yang biasa dipenuhi para pemuda, maka saya bilang pada ibu untuk lewat jalan memutar (tidak melalui jalan utama desa) yang artinya melalui tanggul ledeng setapak karena saya tidak cukup PeDe melintas di depan para cowok dalam performance kucel, basah kuyup, belepotan lumpur dan membawa dua karung padi dari sawah. Dan sampai sekarang yang diingat oleh Ibu betapa saya sudah menjadi anak baik karena tidak mengeluh berhujan-hujan di sawah kala itu?

Ahaiiii.......sepertinya tak akan cukup menguraikan kembali pxel-pixel yang hadir menyertai Aroma sawah menyebar Kerinduan.……yang  membawa saya  pada kenangan-kenangan  yang selain menawarkan kerinduan yang syahdu mengharu juga keajaibannya yang menakjubkan betapa Grafik Waktu, rentang masa lampau, kini dan nantiAdalah sebuah anak panah yang dilepas oleh sang ILLAHIDan tak mungkin kembali mengulang kesilaman masa. 




Alhamdulillah menang di SINI



Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

33 comments:

  1. waaah main di sawah, saya tidak pernah. bagaimana rasanya ya, jadi ingat ftv dengan adegan lumpur2an di sawah hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. AYo main ke desa saya, dijamin gratis tuh jika mau maen di sawah..

      Delete
  2. uwahh,jaid inget sawah depan rumah mbk..mggu depan pulkam jadi bisa lihat sawah dan gunung dpn rumah,yiihaa :D
    sukses GA nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. wahh, deket rumah bs lht sawah dan gunung? kereennnn

      Delete
  3. Aku kl liat sawah suka takjub...indah banget..
    Hamparannya seperti permadani yg tak ada tandingannya... Keren..!

    Hhh..kangen traveling jadinya...

    Eniwei, aku juga suka aroma tanah basah yg diguyur hujan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau saya juga suka lihat pemandangan sawah, tapi jika suruh kerja di sawah lagi....jd ingat masa-masa kecil lagi

      Delete
  4. jadi inget sawah di rumah mbak, pingin main di swah seperti saat kecil-SMA

    ReplyDelete
  5. saya hanya bisa melihat sawah jika jalan2 keluar kota , memang sejuk deh melihatnya :)

    ReplyDelete
  6. mamaku dulu suka masak pake keluwek mbak, tapi kok sampai saat ini aku gak pernah bisa eh salah deh gak pernah cari tahu gimana cara memasak menggunakan keluwek

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga belum pernah nyobain mbak, kapan2 mau saya coba...

      Delete
  7. Pengen ngucapin Selamat dan moga sukses untuk GA nya mbak.
    emang benar banget! aroma sesuatu yg tidak akan pernah kita lupakan pasti akan kembali hadir ketika kita mendapati aroma itu kembali.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih, yukkk ke sawah. Boleh banget tuh jika nemenin Ayah saya ...dijamn diterima dgn super senang hati

      Delete
  8. masalah sambel kluwek ini kok saya jadi pengen merasakannya lagi ya mbak, dulu kalau tidak ada lauk kami sekeluarga makan dengan nasi plus sambek kluwek, enak banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. sipp...saya kok jadi ikutan pengen makan sambel kluwek lagi

      Delete
  9. sawah makin tergusur saja...
    belum ada komnas sawah untuk membelanya....
    dan kita butuh...
    :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya neh, wajb ada KOmnas sawah, hutan dan pantai serta laut dan udara ya

      Delete
  10. Setuju dengan posting ini...
    Aroma dan nuansa sawah selalu menghadirkan kedamaian dihati
    selalu menikmati keindahan yang ditawarkannya...

    Semoga Aroma sawah menhgadirkan aroma kemenangan dalam GA

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin, terima kasih. berkat Doa mas Budi..menang neh di GAnya Mbak Akin

      Delete
  11. Aroma sawah mengingatkan pada eyangkung dan eyangti di kampung. Berjalan di pematang sawah, kepleset sampai badan kotor semua, wah, betul2 merindukan.

    Semoga sukses dengan GAnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kepleset saat memanjat pohon jengkol ya Mbak?

      Delete
    2. pohon jengkon sama tnggi dengan pohon tomat kah?

      Delete
  12. Semasa kecil, saya sudah terbiasa di sawah membantu orang tua nyangkul semampunya dan 'nyingkal' sekuatnya. Aroma tanah yang tersibak dan terbalik karena cangkul dan menjadi lumpur sangat ngangeni

    ReplyDelete
    Replies
    1. TOS pak Ies:)
      Tapi saya gak bantuin nyingkal, itu bagian kakak yg cowok..heheheh

      Delete
  13. Saya merasa senang setiap kali berada di dekat sawah. Adem bener rasanya :D

    Terima kash sudah ikutan GA Cerita di Balik Aroma ya, Mbak :)

    ReplyDelete
  14. Saya masih mengingat betul aroma tanah sawah yang blethok, apalagi ketika pas brojul, disinilah saya jadi tukang onar, hehehe

    Matur nuwun partisipasinya, Mbak, suadh terdaftar sebagai peserta :)

    ReplyDelete
  15. Saya suka sekali main di sawah, Rie...
    Sedih bangeeet waktu sawah deket rumah tiba2 menghilang, berganti dgn urukan tanah utk dibuat perumahan :-(

    Jd ingin ke sawah lg.. Tp sebatas main2 di pematangnya sih, ndak berani nyebur, yaaa itu takut ada ular, hihihi...

    Selamat ya Rie.. Sayapun menikmati sekali aroma sawah disini.. :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ULAR di sawah jarang muncul mbak, kalau ada juga gak ggit kok. tap ya nger jugak sih klo ketemu ular..heheh

      Delete
  16. sayang sawah sekarang dah kurang asik
    ga ada lagi kebo narik bajak
    tergantikan traktor yang berisik
    hiks...

    ReplyDelete
    Replies
    1. IYA, kerbau dan sapi yg sekarang di piara utk di potong duang, gk di pakai nyingkal sawah

      Delete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.