Prolog : sebenarnya sudah cukup lama ingin membuat postingan yang terinspirasi dari artikel di website VOA Indonesia pada tanggal 11 Maret 2012, tentang “ 44 Negara Hadiri Konferensi Pangan di Vietnam ” konferensi yang diadakan untuk membahas masalah-masalah kebijakan dan peraturan, termasuk keadaan pangan dan pertanian di kawasan Asia-Pasifik, dan prakarsa untuk memetakan keamanan pangan dan tindakan perbaikan gizi serta meninjau ulang laporan mengenai cara-cara untuk mempercepat kemajuan menuju sasaran pengurangan separuh tingkat kelaparan di Asia-Pasifik sebelum tahun 2015. Sejalan dengan hal tersebut, bahwa pangan adalah hak azasi manusia yang didasarkan atas 4 (empat) hal berikut:
![]() |
Pangan Padi. Ilustrasi dari http://www.spi.or.id/?p=2550 |
- Universal Declaration of Human Right (1948) dan The International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (1966) yang menyebutkan bahwa “everyone should have an adequate standard of living, including adequate food, cloothing, and housing and that the fundamental right to freedom from hunger and malnutrition”.
- Rome Declaration on World Food Security and World Food Summit 1996 yang ditanda tangani oleh 112 kepala negara atau penjabat tinggi dari 186 negara peserta, dimana Indonesia menjadi salah satu di antara penandatangannya. Isinya adalah pemberian tekanan pada human right to adequate food (hak atas pemenuhan kebutuhan pangan secara cukup), dan perlunya aksi bersama antar negara untuk mengurangi kelaparan.
- Millenium Development Goals (MDGs) menegaskan bahwa tahun 2015 setiap negara termasuk Indonesia menyepakati menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuhnya.
- Hari Pangan Sedunia tahun 2007 menekankan pentingnya pemenuhan Hak Atas Pangan.
Berdasarkan artikel tersebut dan melihat fenomena alih fungsi lahan pertanian yang marak terjadi dimana-mana, sehingga saya tertarik untuk mereviewnya terkait dengan potensi ketahanan pangan Indonesia khususnya dan secara global pada umumnya dengan mengambil point of view dampak pertambahan penduduk terhadap stabilitas produksi pangan. Maka Bismillahirrahmaanirrahiim jika membahas tentang tingkat kelaparan dan gizi buruk, tentu tak bisa lepas dari angka pertumbuhan penduduk dan akibatnya pada stock produksi pangan [dunia]. Laju pertumbuhan penduduk memberikan dampak secara langsung yaitu meningkatnya (demand) konsumsi bahan pangan dan dampak tidak langsung yakni bertambahnya kebutuhan pemukiman yang otomatis akan mengubah lahan pertanian untuk dijadikan tempat tinggal. Secara lebih sederhana, sebab dan akibat tersebut seperti multiple efect yang tak terpisahkan. Pertambahan penduduk membutuhkan papan dan pangan, sedang produksi pangan juga sangat tergantung oleh lahan yang saat ini juga mengalami penyempitan karena alih fungsi untuk pemukiman. Krisis pangan sekarang dan di masa mendatang bukan hanya masalah kronis negara-negara miskin, tetapi juga akan jadi masalah serius bagi negara-negara maju dari semua belahan benua. Tanda-tanda dunia mengalami kekurangan pangan terlihat dari ketidakseimbangan jumlah penduduk dunia dengan produksi pangan global dimana asumsi jumlah penduduk dunia bisa mencapai 9 miliar pada tahun 2045. Kondisi demografi ini membutuhkan produksi pangan dunia yang harusnya naik 70 persen dari produksi saat ini.
Akan tetapi, target produksi pangan yang sedemikian besar terkendala oleh faktor bencana alam, fluktuasi iklim yang semakin tidak menentu, krisis energi, krisis ekonomi dan krisis politik ( yang berdampak pada mahalnya harga pupuk dan obat) serta pola penanaman yang menggunakan bahan-bahan kimia mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan tanah dalam jangka panjang yang semua itu merupakan penghalang significant terhadap peningkatan produksi pangan. Kondisi tersebut masih ditambah lagi dengan menyempitnya lahan pertanian karena pergerakan alih fungsi untuk pemukiman (sebagai konsekuensi lain dari pertumbuhan jumlah penduduk juga) yang juga merupakan penyebab yang cukup kritis untuk dicermati. Laju penurunan lahan pertanian di Indonesia setiap tahunnya mencapai sekitar 2,8 juta hektar/tahun dan tingkat alih fungsi lahan pun terus meningkat setiap tahunnya sekitar 110.000 hektar/tahun (Data Kementerian Pertanian, 2011).
Akan tetapi, target produksi pangan yang sedemikian besar terkendala oleh faktor bencana alam, fluktuasi iklim yang semakin tidak menentu, krisis energi, krisis ekonomi dan krisis politik ( yang berdampak pada mahalnya harga pupuk dan obat) serta pola penanaman yang menggunakan bahan-bahan kimia mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan tanah dalam jangka panjang yang semua itu merupakan penghalang significant terhadap peningkatan produksi pangan. Kondisi tersebut masih ditambah lagi dengan menyempitnya lahan pertanian karena pergerakan alih fungsi untuk pemukiman (sebagai konsekuensi lain dari pertumbuhan jumlah penduduk juga) yang juga merupakan penyebab yang cukup kritis untuk dicermati. Laju penurunan lahan pertanian di Indonesia setiap tahunnya mencapai sekitar 2,8 juta hektar/tahun dan tingkat alih fungsi lahan pun terus meningkat setiap tahunnya sekitar 110.000 hektar/tahun (Data Kementerian Pertanian, 2011).
Pertanian, secara khusus dalam komoditi padi merupakan sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dunia. Bersama Filipina dan Malaysia, Indonesia disiapkan menjadi lumbung pangan di ASEAN yang diharapkan bisa bersama-sama mendukung Jepang, China, dan Korea Selatan untuk menjadi solusi dari masalah [krisis] pangan dunia. Untuk mencapai target menjadi food basket tersebut, tentu dibutuhkan pengembangan teknologi yang support terhadap produksi pertanian, anggaran yang memadai, dan peran aktif semua elemen masyarakat, terutama terkait dengan berkurangnya lahan pertanian akibat konversi lahan pertanian menjadi pemukiman atau area industri.
Perumahan yang menggusur Lahan persawahan |
- Mempertahankan fungsi lahan pertanian
Yaitu menetapkan lahan-lahan pertanian (subur) sebagai area konservasi secara de jure dan de facto sehingga keberadaannya bisa dipertahankan sebagai area pertanian dan ini merupakan replacement (menurut saya) dari metode extensifikasi (menambah luas lahan pertanian dengan membuka area hutan dimana hal ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk diterapkan karena dampaknya pada global warning). Hal ini sudah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 26 dan Pasal 53 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang ditindaklanjuti dengan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan oleh pemerintah RI yaitu dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Untuk detail pasal-pasalnya bisa dilihat di sini.
- Intensifikasi Pertanian
Sebagai langkah simultan (follow up) dari point pertama di atas yang bertujuan mengoptimalkan hasil panen dari lahan pertanian. Sistem ini menitikberatkan pada pola dan tata cara tanam yang intensive yaitu mengimplementasikan hasil riset teknologi pertanaian dalam bercocok tanam padi. Salah satu metode yang sudah dikembangkan dan ternyata dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi dan diminati oleh petani pada umumnya adalah SRI atau System of Rice Intensification, yaitu teknik budidaya padi yang mengubah cara penanaman, pengelolaan tanah, air dan unsur hara yang ada dalam tanah. Metode ini dikembangkan oleh Fr. Henri de Laulanié, S.J bersama petani lokal di Madagascar sekitar tahun 1983. Di Indonesia sendiri, pengembangan SRI pertama diujicobakan dan dikembangkan pada periode 2002-2007. Metode SRI ada tiga macam yaitu organik penuh, semi organik dan non-organik, yang menggunakan atau tidak menggunakan pupuk kimia. Dan keunggulan metode ini adalah dari cara tanamnya yaitu menanam satu bibit dalam satu lubang dengan jarak penanaman yang cukup lebar, yaitu minimal 25cm x 25 cm. Sedangkan pada metode konvensional adalah menanam 5 - 10 bibit dalam satu lubang dengan jarak tanam yang lebih berdekatan. Dengan metode SRI organik penuh yang menggunakan pupuk alami dan pestisida nabati, maka unsur hara tanah dapat mengalami perbaikan. Hal ini merupakan alternatif yang baik untuk recovery kesuburan lahan-lahan pertanian intensif yang biasanya menggunakan pupuk dan pestisida kimia selama bertahun-tahun untuk mengejar peningkatan hasil panen (karena produktifitasnya lebih tinggi).
- Diversifikasi usaha pertanian dan bahan pokok makanan
Untuk pengembangan pola tanam pada berbagai agroekosistem dengan based concern pada kenyataan bahwa daya dukung kesuburan tanah sangat tidak mungkin jika sepanjang tahun ditanami padi. Dengan langkah diversifikasi ini bisa tetap menjaga tingkat kesuburan lahan pertanian, menghasilkan produk pangan yang juga eligible untuk di konsumsi serta memungkinkan hasil dalam jumlah yang maksimal karena dalam satu masa tanam di lahan yang sama bisa dihasilkan lebih dari satu jenis hasil pertanian. Misal jagung yang dikombinasikan dengan kedelai, ketela dengan jagung, dsb. Dan berdasarkan data impor beras dan umbi-umbian, diketahui bahwa upaya untuk meminimumkan ketergantungan terhadap impor beras dapat dilakukan melalui diversifikasi pangan dari beras ke ubi kayu dan ubi jalar. Dengan diversifikasi pangan dari beras ke bahan pangan lain tercermin terlihat dari perubahan pola konsumsi atas berbagai jenis bahan pangan. Dengan penurunan jumlah konsumsi beras di satu sisi dan kenaikan konsumsi bahan pangan lainnya di sisi lain menunjukkan adanya diversifikasi pangan bisa jadi alternatif untuk menuju keseimbangan terhadap kemampuan produksi beras. Seperti bisa kita lihat gencarnya sosialisasi gemar [makan] ikan dan secara eksplisit menunjukkan trend konsumsi terhadap produk pangan nabati dan hewani juga mengalami peningkatan, misalnya produk ikan, telur dan susu.
Mempertahankan lahan [subur], intensifikasi dan diversifikasi pertanian secara simultan di harapkan bisa jadi langkah-langkah progresive dalam rangka peningkatan produksi pangan. Dan langkah perlindungan terhadap produksi dan jaminan ketersediaan pangan lainnya juga perlu disiapkan antara lain: restriksi perdagangan, subsidi konsumen, perlindungan sosial dan kebijakan peningkatan produksi atau penawaran. Harga jual hasil produksi yang cukup tinggi diharapkan jadi daya tarik bagi petani untuk produktif dan pada sisi lain, subsidi konsumen ditujukan untuk mengurangi beban konsumen karena harga pangan yang tinggi. Dua langkah kebijakan yang dilaksanakan secara serentak, didukung dengan kebijakan restriksi perdagangan dan perlindungan sosial diperkirakan dapat memacu pertumbuhan produksi pangan di dalam negeri lebih tinggi. Karena jika harga jual tidak dilindungi maka lambat laun akan membuat petani menjadi pihak yang ditumbalkan sehingga bisa menurunkan motivasi bekerja di sawah dan meningkatkan arus urbanisasi yang bisa menimbulkan masalah sosial ekonomi baru lagi.
Kesimpulannya, serangkaian program yang didesain untuk mengantisipasi dampak pertambahan penduduk terhadap stabilitas produksi pangan (jika berhasil) maka merupakan solusi menuju ketahanan pangan dan dalam konteks yang lain juga merupakan langkah untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi angka pengangguran.
References article:
- http://www.voanews.com/indonesian/news/44-Negara-Hadiri-Konferensi-Pangan-di-Vietnam- 142300045.ht
- http://pse.litbang.deptan.go.id
- http://www.citarum.org/
- http://www.paskomnas.com/