“ Dunia itu besar, anakku. Dan kejam. Banyak orang yang lebih senang melihat kita jatuh dan tersungkur. Tapi, kamu lihat kan? Kita selalu bangkit. Lagi dan lagi. Banyak orang yang mati-matian berharap kita menyerah. Namun, kamu sadar kan? Kita masih bertahan. Banyak orang yang tidak ingin kita bahagia. Namun, kamu lihat kan? Kita selalu jeli mencari noktah bahagia yang terselip di setiap hal kecil yang kita punya. Dunia itu besar, anakku. Dan kejam. Tapi kita akan buktikan bahwa tidak satu keadaan pun dapat membuat kita kalah dan menyerah.“
Saya sengaja mengutip frase yang Bismillahirrahmaanirrahiim terdapat pada bagian awal dari Letters to Aubrey sebagai prolog untuk mengikuti GA membuat review untuk:
- Judul buku : Letters to Aubrey
- Penulis : Grace Melia
- Penerbit : Stiletto Book
- Tebal Buku : 266 Halaman
- No ISBN : 978-602-7572-27-0
Membaca buku yang berisikan 93 judul surat yang ditulis oleh seorang Mami hebat bernama Grace Melia untuk putri tercinta: Aubrey Naiym Kayacinta. Serangkaian tulisan dalam bentuk surat yang dijilid dalam buku non fiksi, sarat dengan rasa cinta yang luar biasa tanpa jeda. Bagaimana pengharapan akan segera lahirnya sang bayi mungil dalam melengkapi mahligai pernikahan, suka cita dan setumpuk impian cinta sudah rapi dipersiapkan sejak saat kehamilan.
Dan cinta itu pun langsung dihadapkan pada perjuangan sejak proses persalinan. Cinta itu bukan hanya kebahagiaan, tapi juga penuh pengorbanan seperti yang ditunjukkan oleh mami dan papi Ubii dalam keberterimaan bahwa putri semata wayang mereka yang lahir dengan Congenital Rubella syndrome yang menyebabkan kelainan jantung bawaan, gangguan pendengaran sangat hebat, gangguan saraf dan gangguan motorik.
Yaaah, setiap surat yang ditulis oleh Mami Ubii, memperlihatkan bahwa orang tua yang hebat merupakan hasil proses belajar dari "buku" yang memiliki content tak terbatas yang bernama ANAK. Tak hanya menguraikan pendar-pendar kebahagiaan, tapi juga ungkapan jujur yang dialami dan dirasakan oleh Mami Ubii, baik saat suka maupun ketika berada di titik nadir. Bisa kita jumpai di semua akhir surat-suratnya, terdapat frase yang merangkum perasaan si Mami Ubii mulai dari ungkapan suka cita, seperti: Lots of love, Your Worried Mommy, Your proud Mommy, Your hoping Mommy, Your grateful Mommy, dan masih banyak lagi lainnya yang menunjukkan bahwa setiap moment merupakan fase pembelajaran sehingga Mami dan Papi Ubii bisa berdamai terhadap semua rasa sakit, lelah, cemas, takut, kecewa, marah dan berbagai ketidaknyamanan lainnya ketika kenyataan ‘melenceng’ jauh dari ekspektasi sebelumnya.
Juga pengakuan jujur kalau Mami dan Papi Ubii bukanlah sosok ortu yang super hero tanpa dinamika perasaan, seperti dengan jujurnya Mami Ubii juga menuliskan frase-frase di akhir suratnya dengan penyataan seperti: Your confused Mommy, Your scared Mommy, Your broken hearted Mommy, Your miserable Mommy, Your dissapointed Mommy, Your puzzled Mommy. Dan segala dinamika emosional, sang suami dengan segenap kebesaran hati bisa menghadirkan sosok dirinya yang mampu menenangkan dan meyakinkan jika Everything will be just fine. Hemmmm….so sweet, jadi inget lagunya Anang Hermansyah yang berjudul : AKU LELAKIMU #ciee-ciee
Melalui pilihan kalimat-kalimatnya yang lugas, surat-surat untuk Ubii ini memberikan wacana bahwa segala bentuk efforts yang dilakukan dengan dasar cinta dan harapan terbaik buat sang buah cinta, maka segala kelelahan akan terhapus dan kebahagiaan cinta akan terwujud. Membuat kita bisa lebih cekatan menangkap setiap fragmentasi yang tersebar pada setiap detik waktu. Salah satunya bisa dibaca pada judul surat: Ubii jatuh dari tempat tidur, Horeee….!
Secara sepintas seperti ungakapan nyleneh bin aneh “ Wong anak jatuh dari tempat tidur kok malah bersorak?’. Tapi bagi mereka, peristiwa jatuhnya Ubii merupakan tamparan yang memberikan efek rasa bahagia, artinya sang anak sudah mulai bisa menggerakkan anggota badan yang merupakan kemajuan dari segi motorik kasar.
“ … Today you taught us that an accident does not necessarily mean something bad. Sometimes it can be sign of something good to happen. Sometimes it can be lesson to be more careful and attentive…” (hal. 79)
As my personal confession,
Membaca keselurahan Letters to Aubrey adalah bukti konkrit untuk kesekian kalinya BAHWA satu-satunya cinta antar manusia yang tanpa sarat adalah cinta orang tua pada anak-anaknya.
Setidaknya, dalam logika sederhana saya menyimpulkan seperti itu. Lha pasangan kita yang menyatakan bisa menerima kita apa adanya, yang sebenarnya kanmasih memiliki syarat implisit lho. At least, in normally condition seorang laki-laki tentu akan mempersyaratkan menikah dengan wanita (lahir dan batinnya) kan? Demikian pula dengan wanita, mana ada yang bisa menerima jika ternyata laki-laki yang mengkhitbahnya bukan pria tulen? Akan halnya orang tua? Anak cowok atau cewek tidak menjadi masalah, bagaimanapun kondisi fisik dan non fisiknya, anak bagi setiap orang tua tetap mutiara hati yang paling sempurna.
Maka, hubungan timbal balik Hukum Kekekalan Energi: AKSI = REAKSI, obviously rumus ini gagal untuk diimplementasikan terhadap aliran cinta, kasih dan sayang orang tua kepada anaknya. #UPS, kumat nglantur
Begitu pula, betapa otentiknya pengejawantahan kasih sayang orang tua yang tak kenal waktu dan tak bisa dihitung dengan mesin kalkusi tercanggih sampai kapanpun, seperti Yang telah dicontohkan oleh Si Emak Grace Melia dan sang suami. Sebagai orang tua Ubii, mereka saling bahu membahu membangun ketegaran, memupuk kekuatan dan memelihara segenap kasih sayangya agar senantiasa mengalir untuk putrinya, mengatasi segala lelah, mengabaikan berbagai bentuk galau, putus asa dan hempasan kekhawatiran, kekecawaan dan semua haru-biru kenyataan yang bermunculan akibat Congenital Rubella syndrome yang dialami oleh Ubii. BUT Ubii will always the perfect gift and the most beauty princess. (hal 108: best hope for best kiddo).
Bikin tambah penasaran versi lengkap bukunya kan? |
Melalui surat-surat yang ditulis dengan diksi yang cantik dan beberapa sisipan kalimat berbahasa Inggris, tak hanya berisikan curahatan tentang show of passion seorang ibu pada anaknya, bahwa ia dicintai dan akan selalu menjadi kebanggaan sebagaimana adanya.
Melalui kumpulan surat-surat ini pula diformulasikan dalam rangka berbagi cerita dan informasi: perlunya sikap concern dan aware untuk melakukan screening TORCH dan vaksin MMR sebelum berencana memiliki anak. Juga penyebaran informasi terkait TORCH dan MMR tersebut serta bagaimana sebaiknya menata hati dan mental untuk selalu peka sebagai orang tua, mendengarkan kata hati, terus mencari tahu, aktif berkonsultasi secara lebih spesifik, bukan hanya membagikan kegelisahan kita yang tak berujung pangkal. hal. 98( Teman Baru, Kesadaran Baru) dan hal. 102 (Tolong Bantu Mami, Ubii). Bersama buku ini pula dipaparkan informasi mengenai tahap-tahap pengobatan terhadap dampak Rubella (seperti yang dialami Ubii).
Selain menyertakan informasi tentang pencegahan, pengobatan dan bagaimana menyikapi TORCH, juga terdapat sharing pengalaman bagaimana penulis menemukan ide-ide kreatif untuk menstimulasi tumbuh kembang Ubii, meracik menu makan yang sesuai, merancang mainan yang atractive tapi aman, juga proses untuk bersikap cool, calm dan tetap confident to survive even having kid with Congenital Rubella syndrome.
Yang bikin Letters to Aubrey ini jadi lebih special, banyak part yang disampaikan dengan humble oleh penulis, secara implisit memiliki pesan moral tanpa hendak menggurui para pembacanya. Pembelajaran untuk tidak lagi mengandalkan kekuatan diri sendiri tapi menyerahkan semuanya pada Tuhan. Belajar tidak lagi terlalu keras dalam menetapkan target dan tujuan, banyak bersyukur,
Daann…. 93 judul tulisan Mak Grace Melia ini, akan kita temukan turning point kehadiran Ubii dalam kehidupan Grace Melia dan suaminya hingga bisa mengapresiasikannya menjadi muatan-muatan inspiratif yang sarat akan ruh motivasi pada simpul:
Bukan anak yang harus belajar dari orang tua, melainkan orang tualah yang seharusnya belajar dari anak-anak. Ahhh, sepertinya diriku belum belajar banyak dari anak-anak ?
Dan setelah membaca Letters to Aubrey ini, finally I found that: Life offers opportunities to be happy MUCH MORE than to be sad karena Dunia itu Besar dan Bahagia itu Tidak Sulit.
“Tulisan ini disertakan dalam Lomba Review Buku Letters to Aubrey”
Noted: Juara I ,
http://gimmegaiety.blogspot.com/2014/10/pengumuman-lomba-review-letterstoaubrey.html