Melanjutkan
edisi postingan [Reportase]
Trip on Rajegwesi-Teluk Hijau dan sengaja memilih judul “One Night Stand @Sukamade” karena memang demikian
adanya: saya menginap semalam di Sukamade bersama teman-teman yang baru saja
saya kenal dalam acara mbolang ini. Di
postingan sebelumnya sudah saya resume mulai keberangkatan hingga perjalanan
off road menuju Pantai Sukamade yang menyeberangi beberapa sungai plus adegan salah satu navigator ada yang kecebur sungai.
Maka Bismillahirrahmaanirrahiim, menjelang jam 3 sore sampailah kami di guest house area konservasi penyu [Taman Nasional Meru Betiri]. Sebagai ‘tamu’ yang sopan, kami segera menemui penanggungjawab lokasi konservasi penyu: Pak Didin dan Mas Avian [boleh dunk dipanggil ‘Mas’ karena orangnya BeTi gitu usianya dengan kami dan sudah adat baik kami yang biasa menggunakan panggilan ‘Mas’ untuk konteks informal pada makhluk berkromosom XY]. Alhamdulillah masih ada satu kamar kosong yang bisa kami tempati dengan harga sewa seratus ribu semalam yang fasilitasnya: 4 kasur busa saja tanpa dipan/ranjang.
Maka Bismillahirrahmaanirrahiim, menjelang jam 3 sore sampailah kami di guest house area konservasi penyu [Taman Nasional Meru Betiri]. Sebagai ‘tamu’ yang sopan, kami segera menemui penanggungjawab lokasi konservasi penyu: Pak Didin dan Mas Avian [boleh dunk dipanggil ‘Mas’ karena orangnya BeTi gitu usianya dengan kami dan sudah adat baik kami yang biasa menggunakan panggilan ‘Mas’ untuk konteks informal pada makhluk berkromosom XY]. Alhamdulillah masih ada satu kamar kosong yang bisa kami tempati dengan harga sewa seratus ribu semalam yang fasilitasnya: 4 kasur busa saja tanpa dipan/ranjang.
Kamar yang lebih comfort sudah full
booked oleh rombongan Club TAFT Surabaya [dari info yang kami dapat, ada 60
orang dalam rombongan tersebut]. Tetap bersyukur setidaknya yang 7 cewek [cantik]
tak perlu tidur di hall terbuka [semacam balai desa]. Cukup 4 bapak dari tim’nya
Land Rover dan satu teman cowok saja yang tidur di mobil.
Setelah merapikan ala kadarnya kamar, menumpuk semua barang bawaan jadi satu, mandi bergantian [ada 2 kamar mandi di guest house yang kami tempati] dan lainnya menyerbu kantin. Rasa lapar yang lumayan menyangat membuat menu serba ‘instant’ yang available di kantin terasa sangat nikmat.
Setelah merapikan ala kadarnya kamar, menumpuk semua barang bawaan jadi satu, mandi bergantian [ada 2 kamar mandi di guest house yang kami tempati] dan lainnya menyerbu kantin. Rasa lapar yang lumayan menyangat membuat menu serba ‘instant’ yang available di kantin terasa sangat nikmat.
Tempat Penetasan telur-telur penyu secara semi alami |
Pak Didin Sedang Menjelaskan mengenai sifat Tukik |
Bersama Mas Avian, saalah satu petugas penjaga gawang penetasan telur penyu |
Rumah untuk melakukan proses penetasan telur penyu (Tak jauh dari Guest House) |
Tukik yang baru keluar dari dalam cangkang telur penyu |
Jalur menuju Pantai Sukamade [setelah puas bermain-main dengan tukik] |
Jadi mereka naik motor CB dari Surabaya ala backpacker, truely backpacker menurut saya. Mereka juga bawa tenda, jadi all out deh persiapan mbolangnya. “Kalau gak dapat tempat untuk menginap, ya kami mendirikan tenda deh”, demikian penjelasannya dan mereka memang sudah sering melakukan touring ke banyak lokasi adveture ala backpacker jika long week end.
Setelah sunset tenggelam dengan sempurna, kami
pun kembali ke base camp dan balik lagi ke pantai sekitar jam 8 malam untuk ‘nge-date’
dengan Ibunya penyu yang bertelur [hanya penyu betina yang naik ke darat untuk
bertelur dan hanya terjadi jika tidak bulan purnama].
Kalau saat sunset kami bisa bebas bertingkah dan berteriak, maka moment untuk ‘bertemu’ dengan bundanya tukik, kami harus siap dengan syarat dan ketentuan: tidak boleh berisik dan tidak boleh menyalakan cahaya!
Padahal cuaca lagi mendung dan tanpa penampakan bulan. Sesampai di pantai, kami diminta menunggu dulu. Mas Avian [as tour guide] dan Pak Didin melakukan trace keberadaan penyu yang [akan] bertelur. Kalau sudah menemukan lokasi penyu yang bertelur, maka akan diberikan ‘tanda’ dengan kilatan cahaya sekilas agar kami segera menuju ke arah tersebut. Hampir sejam menikmati hembusan angin pantai dan gigitan nyamuk serta sesekali ‘berisik’ dengan volume rendah akibat ada yang iseng/usil bikin kejutan ‘menakuti’, maklum pantainya berbatasan dengan hutan. Dan tanda kilatan cahaya pun akhirnya muncul, kami bergegas menuju arah datangnya cahaya tersebut.
Begitu bergegasnya sampai gerak langkah kami mirip
orang yang bergegas menyusul dukun bayi! Oia, dalam rombongan yang hendak
melihat penyu bertelur ini bertambah dengan satu keluarga tapi kami tidak
berinteraksi dengan mereka karena sikapnya agak kurang friendly. Setelah acara
jalan cepat hampir 2 KM, kami bertemu dengan Mas Avian dan diminta menunggu
aba-aba dari Pak Didin yang berada dekat dengan seekor induk penyu. Jadi kami
baru bisa mendekat saat penyu tersebut sudah mulai bertelur. Saat menunggu
tersebut, kami isi dengan ngobrol santai dengan Mas Avian.
Banyak pertanyaan
kami ajukan padanya, dan pertanyaan-pertanyaan dari Zha [miss hygiene] yang
paling sering membuat kami tertawa. Inilah beberapa pertanyaannya yang berciri
khas pengulangan kata awal:
Mas..mas..mas..siapa yang pertama kali menemukan penyu?; Mas..mas..mas..penyu cowok dan cewek apa bedanya?; Mas..mas..mas..kenapa penyu cowok gak mau naik ke darat?; Mas..mas..mas..tau umurnya penyu dari mana?; Mas..mas..mas..apa penyu gak tersesat di laut untuk balik ke daratnya?; Mas...mas..mas..kalau penyu sakit sapa yang merawat?; Mas..mas..mas..kok ibunya penyu tega sih ninggalin telurnya begitu saja?; ....”Dan mungkin Mas Avian jadi gemes dengan pertanyaannya Zha, kemudian dengan becanda dia bilang “ Kalau mau nanya nama pak dukuh juga boleh lho?”. Dan dilanjutkan juga oleh Ning dengan pertanyaan becanda pula“ Mas..mas..mas...kok penyu gak ikutan KB sih?”. Hahahhaaa...
Al hasil ternyata si penyu tersebut tidak jadi bertelur dan menurut penjelasan Mas Avian, secara alami penyu memiliki sensor untuk mengetahui kelembapan udara dan temperatur yang tepat untuk bertelur. Karena penyunya tidak jadi bertelur, kami pun segera mendekat sebelum dia balik nyemplung ke laut. Moment langka itu pun membuat kami antusias untuk mengabadikannya.
Yang bikin kami kurang respect pada 1 keluarga [yang kurang friendly] adalah anaknya tuh dengan berat badannya sekitar 20-25Kg lha kok di suruh naik ke punggung penyu yang 'pending' mau bertelur?! Daripada bikin emosi melihat tingkah ‘mereka’ yang tidak berperikehewanan, kami pun segera beranjak dari lokasi dan balik ke base camp.
Tiba di base camp, suasana makin ramai karena
rombongan club TAFT sudah datang ditambah 1 truck siswa SMK [nginepnya di hall].
Sekitar jam 11an kami sampai, ngobrol-ngobrol dan transfer foto ke netbook [meski
tidak terjangkau sinyal seluler dan internet tetap ada teman yang bawa netbook]
karena kapasitas simcard camera sudah hampir full. Sempat
mau bikin mie tapi heaternya rusak, lupa gak dicheck waktu mau dibawa. Akhirnya
pesan kopi dan teh dari kantin untuk melengkapi suasana begadang bareng teman-teman
[baru] club CB sehingga tidur hanya beberapa jam [dengan style tidur 7 orang yang beragam dan
posisi ala pemindangan dalam kamar ukuran 3x3 meter plus diisi barang bawaan yang
bejibun], jadi sinkron jika
postingan reportase kali ini saya beri judul Serunya Menikmati Petualangan di Pulau Penyu Sukamade.
Saat paginya kami mendapat berita bahwa sekitar jam 2 dini hari Mas
Avian dan Pak Didin akhirnya berhasil menemukan telur penyu untuk ditetaskan.
Salut dengan mereka yang tiap malam ronda di pantai untuk mengumpulkan
telur-telur penyu!
Tapi dengan terpaksa kami memilih melewatkan moment pelepasan tukik ke laut
karena memutuskan untuk berangkat lebih dulu
mengingat target/ tujuan kami masih banyak. Namun crowded masalah stock
BBM ternyata masih
berlanjut sehingga membuat kami ‘parkir’
tak jauh dari lokasi penyeberangan yang menggunakan rakit.
Yups, mobil kami kehabisan BBM dan terpaksa menunggu orang yang membelikan BBM datang. Mantap deh, kami jadi penunggu dan pengamat lalu lintas penyeberangan via rakit tersebut sampai jam 10!
Padahal kami menyegerakan berangkat dari base camp tanpa sarapan demi kejar tayang menuju: Pulau Merah (tergantung situasi dan kondisi),TN Alas Purwo--> sadengan (savannah), Pancur--> pantai plengkung (sewa mobil lokal),Trianggulasri dan Kawasan konservasi hutan mangrove Bedul.
Ya sudahlah, mau nggrundhel toh tak akan memperbaiki keadaan. Pilihan terbaik adalah menikmati apa yang ada di dekat kami: ikutan menyeberang bolak-balik jika ada penumpang yang hendak di angkut. Kami pun bertemu kembali dengan Club CB yang akan melanjutkan touringnya ke TN alas Purwo. Dengan riangnya mereka bilang : 7 bidadari turun dari Land Rover yang kehabisan bensin!
Asemprit, padahal kami dengan PeDe meninggalkan mereka, ternyata malah kami yang terlantar di tepian sungai dan menyantap mie instant hingga ludes dengan sukses [snack gak mempan untuk mendiamkan demonstrasi perut].
“ Habis makan mie instant keringan terus minum air putih nanti diproses pemasakannya di perut” demikian seloroh kami. Hohoho...scene adventure yang ‘arsenik’ tapi tetap amazing Sob!
Yups, mobil kami kehabisan BBM dan terpaksa menunggu orang yang membelikan BBM datang. Mantap deh, kami jadi penunggu dan pengamat lalu lintas penyeberangan via rakit tersebut sampai jam 10!
Padahal kami menyegerakan berangkat dari base camp tanpa sarapan demi kejar tayang menuju: Pulau Merah (tergantung situasi dan kondisi),TN Alas Purwo--> sadengan (savannah), Pancur--> pantai plengkung (sewa mobil lokal),Trianggulasri dan Kawasan konservasi hutan mangrove Bedul.
Ya sudahlah, mau nggrundhel toh tak akan memperbaiki keadaan. Pilihan terbaik adalah menikmati apa yang ada di dekat kami: ikutan menyeberang bolak-balik jika ada penumpang yang hendak di angkut. Kami pun bertemu kembali dengan Club CB yang akan melanjutkan touringnya ke TN alas Purwo. Dengan riangnya mereka bilang : 7 bidadari turun dari Land Rover yang kehabisan bensin!
Asemprit, padahal kami dengan PeDe meninggalkan mereka, ternyata malah kami yang terlantar di tepian sungai dan menyantap mie instant hingga ludes dengan sukses [snack gak mempan untuk mendiamkan demonstrasi perut].
“ Habis makan mie instant keringan terus minum air putih nanti diproses pemasakannya di perut” demikian seloroh kami. Hohoho...scene adventure yang ‘arsenik’ tapi tetap amazing Sob!
Sampai
di sini dulu reportase [naratif] saat di Sukamade: bertemu dengan Bapaknya Tukik, nge’date
sama Ibunya Tukik, begadang di area pesisir namun ramai banget karena suasana
long week end ternyata justru menjadi daya tarik orang-orang metropolitan
Surabaya untuk menempuh off road. So, don’t worry and please have enjoy to read next
story regarding this adventure....keep smile:)