Kidung Kinanthi

Life is flowing in its story leaving history

  • Home
  • About
  • Sitemaps
  • Article
    • Opini
    • Story of Me
      • My Diary
      • My Poem
      • True Story
      • Love Story
    • Contact
    • Disclosure
  • UMKN Visit
  • News
Sejak kapankah Anda mengenal makanan Tempe? Saya sendiri kenal Tempe sejak saya mulai bisa mengingat peristiwa-peristiwa dalam hidup, mungkin sekitar usia 3 atau 4 tahunan. Bisa jadi, sebelum usia tersebut, saya sudah dikenalkan dengan menu makanan berbahan tempe karena tempe adalah salah satu menu lauk makan andalan keluarga kami. Bisa makan dengan lauk tempe merupakan moment makan yang "mewah" kala itu.

Jika membahas kapan dan bagaimana saya mulai akrab dengan TEMPE, salah satu makanan menu asli Indonesia yang kaya gizi dan memiliki kandungan protein nabati tinggi ini, akan selalu membentangkan seuntai kisah yang melekat dengan satu penjual tempe yang rutin keliling dari rumah ke rumah di desa kami, juga desa-desa tetangga. 

Bismillahirrahmaanirrahiim, Beliau yang sampai sekarang masih setia berjualan keliling tempe dari rumah ke rumah dengan berjalan kaki. Usianya saya taksir seiktar 70an tahun dan bagi keluarga saya, beliau salah satu sosok yang punya peran dalam keberlangsungan adanya menu tempe dalam makan sehari-hari di rumah. Namanya Mariyam dan saya biasa memanggilnya Mbokde Yam ~ disingkat lagi jadi Dhe Yam, dengan kebaikan hatinya tak keberatan untuk ngutangi dulu pada semua pelangganya dan baru dibayar saat sudah punya uang. 

Dan ketika beberapa waktu lalu saya bertemu lagi dengan beliau, dapatlah ide untuk membuat tulisan tentang Tempe: Makanan Tradisional [yang] GO International sebagai salah satu makanan yang PALING INDONESIA.

“ Yang ngajari Dhe Yam bikin tempe siapa?” 
“Oalaahh Nduk, membuat tempe itu gampang. Siapa pun bisa kok bikin tempe...itu kan ilmu turun temurun ” mendengar jawaban polos itu merupakan salah satu bukti tak tertulis jika tempe sudah membumi di Nusantara sejak jaman nenek moyang kita dahulu. 
“ Berarti belajar bikin tempe-nya dari Emak atau Embahnya Dhe Yam ya?” sepertinya ini pertanyaan konyol karena tentu saja yang dimaksud turun temurun oleh Dhe Yam tidak harus ada hubungan darah/keluarga dan jawaban Dhe Yam adalah dia belajarnya hanya dengan bertanya ke penjual tempe terus mencoba mempraktekkannya. Dan tak perlu waktu lama sampai beliau mahir membuat tempe untuk dijual agar bisa membantu suaminya mencari nafkah. 
Tempe-Makanan-Asli-Indonesia-Yang-Kaya-Gizi

“ Kalau membuat tempe itu Yang harus diperhatikan jangan sampai kena garam, Nduk. Sedikit saja kecipratan garam bisa rusak semua...gak jadi tempe, kedelainya tetep utuh semua alias tempe urung jadi...” demikian jelas Dhe Yam. 
“ Tempe juga bisa dibuat dari biji Lamtoro lho, Nduk ?” demikian ujar Dhe Yam saat saya bertanya-tanya tentang Tempe buatannya. “Tapi rasanya agak kecut..beda banget dengan tempe yang dibuat dari kedelai “. 
“ Apa bener wanita yang lagi haid gak boleh membuat tempe, Dhe?” 
Dhe Yam tertawa mendengar pertanyaan ini “ Lha itu kan sholat sama puasa yang gak boleh untuk wanita sedang mens tho? Kalau bikin tempe tidak ada larangan...yang penting tetap jaga kebersihan diri seperti biasa” 
“ Dhe Yam pernah gak ngalami bikin tempe urung jadi? Kira-kira penyebabnya apa jika tempe gak jadi gitu?” 
“ Ya tentu pernah tho Nduk. Pengalaman Dhe Yam kalau tempe gak jadi itu jika sedang uring-uringan, perasaan kesal atau marah. Awal-awalnya juga gak tahu, tapi kemudian diingat-ingat setiap ngalami bikin tempe setelah semalam di eram-kan kedelainya tetap utuh ternyata saat Dhe Yam lagi marahan sama suami Dhe Yam...” 

Percakapan semi interview tentang tempe yang notabene dikenal sebagai makanan tradisional dan sempat mendapat ‘label’ sebagai lauknya orang pinggiran ~ ekonomi lemah karena harganya yang merakyat. Bahkan untuk komunitas anak kost terkenal dengan istilah “ Paket SETEREO ~ sego tempe separo". Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aneka penelitian food product yang memiliki nilai gizi tinggi, tempe muncul menjadi salah satu jenis makanan yang masuk daftar papan atas sebagai produk makanan asli Indonesia yang bernilai gizi tinggi sehingga disebut juga daging analog. 

Sekitar satu dasawarsa lalu saat berkesempatan berkunjung ke LIPI, untuk pertama kalinya saya tahu kalau tempe sudah dikembangkan sebagai food product bernilai ekonomis tinggi sehingga bisa diproses untuk skala industri. Dengan bermacam jenis olahan tempe yang dikalengkan melalui aplikasi teknologi pengolahan makanan yang didesain sedemikian rupa sehingga bisa mempertahankan nilai gizi tempe yang high quality dengan kandungan karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein, genisten serta komponen anti bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan, tentunya saka dengan meminimalisir sisi perishable tempe. Saat itu saya mendapat 'souvenir' tester produk tempe kaleng yang berbumbu bace, gule dan kare. 

Konflik HKI ~ Hak Kekayaan Intelektual juga terjadi pada tempe yang diklaim sebagai salah satu makanan tradisional [asli] Jepang. Dan benarkah demikian? Untuk menjawab klaim tersebut, perlu untuk melakukan trace sejarah ke masa lalu, menelusuri jejak makanan yang terbuat dari proses fermentasi kedelai dengan jamur Rhizopus Oligosporus tersebut secara fakta historis sudah familiar menjadi salah satu jenis lauk-pauk dalam pola makan masyarakat Indonesia sejak tahun 1700-an Masehi. 
Diperkirakan tempe sudah menjadi makanan masyarakat Jawa sejak sebelum Mataram diperintah oleh sultan Agung. Kata ‘TEMPE’ berasal bahasa Jawa Kuno yaitu pada masa itu terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut Tumpi. Dan tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tersebut.
Dalam pustaka Serat Sri Tanjung [ abad XII-XII] pada bagian ceita Dewi Sri Tanjung, disitu terselip kata kedelai yang ditulis dengan kadhele, Salah satu baitnya menggambarkan jenis tanaman di Sidapaksa yang mengandung kata kadhele, kacang wilis dan kacang luhur. Pada Serat Centini atau disebut juga Suluk Tambangraras, kata kedelai terdapat pada jilid II, sedangkan kata Tempe terdapat dalam jilid III yang menyebutkan adanya nama hidangan jae santen tempe [sejenis masakan tempe dengan santan] dan kadhele tempe srundhengan. 

Selain itu, terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam kamus bahasa Jawa-Belanda. Terdapat sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa dimana pada saat itu, masyarakat terpaksa menggunakan hasil pekarangan seperti singkong, ubi dan kedelai sebagai sumber pangan. 

Ada pula pedapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi koji yaitu kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus yang kemudian di modifikasi sesuai iklim di Jawa menggunakan Rhizopus untuk membuat makanan yang disebut Tempe. Teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia sejalan dengan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh wilayah tanah air. Sejumlah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-1960an menyimpulkan bahwa banyak tahanan perang dunia II berhasil selamat karena Tempe. Menurut Onghokman [sejarawan dan cendekiawan Indonesia], tempe yang kaya protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang padat dan berpenghasilan rendah.

Perjalanan Tempe: Makanan Tradisional [yang] GO International kemudian menyebar ke Eropa melalui orang-orang Belanda. Pada tahun 1895, Prinsen Geerlings [ahli kimia dan mikribiologi dari Belanda] melakukan idetifikasi pertama terhadap kapang tempe. Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa pun dimulai di Belanda oleh para imigran dari Indonesia. Melalui Belanda ini, tempe mulai populer di Eropa sejak tahun 1946.
 
Sedangkan di Amerika Serikat, pertama kali tempe populer di sana pada tahun 1958 oleh Yap Bwee Hwa, orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah tentang tempe. Awal tahun 1960, pakar mikrobiologi dan pakar dari USDA, Northern Regional Research Center di Peoria, Illinoi, melakukan penelitian tentang tempe yang melibatkan katalis dari Indonesia Ko Swan Djien. Pada tahun 1964 Ko Swan Djien menuliskan pemikirannya bahwa saatnya akan tiba bangsa Indoesia bangga dengan tempe, seperti halnya Jepang dengan sake-nya dan Perancis dengan anggur-nya. 

Sedangkan di Jepang, Tempe mulai diteliti sejak tahun 1926 tetapi baru mulai popularitasnya naik sekitar tahun 1983, yang disebabkan karena masyarakat Amerika dan Eropa telah lebih dulu tertarik pada tempe. Pada saat itu di Jepang ada tiga perusahaan penghasil tempe yang tergolong terbesar di dunia. Orang yang memasyarakatkan tempe di Jepang adalah Dr. Masahiro Nakano. Tempe pun mengalami kemajuan dan perkembangan yang pesat, pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Tempe juga menyebar di beberapa negara lain seperti RRC, India, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin dan Afrika. 
SNI 3144:2009 [persyatan mutu tempe] 

Terlepas dari ‘sengketa’ HKI dengan Jepang, kini tempe adalah makanan yang diakui merupakan ASLI dari Indonesia yang telah Go International. Tempe semakin naik daun popularitasnya seiring dengan perkembangan IPTEK dan dunia informasi yang mempublikasikan tentang keunggulan nilai gizinya, terlebih trend pola makan sehat dan lahirnya komunitas vegetarian di seluruh dunia yang banyak menggunakan tempe sebagai pengganti daging.

Hasil riset membuktikan bahwa sepotong tempe goreng yang beratnya 50 gram nilai gizinya setara dengan 200 gram nasi serta terdapatnya Vitamin yang larut lemak [ A, D, E dan K] dan vitamin larut air [vitamin B kompleks]. 

Tempe juga merupakan sumber alami vitamin B yang potensial [ 1,5 – 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering merupakan jumlah yang mencukupi kebutuhan vitamin B12 per hari]. Selain itu tempe juga mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup yaitu zat besi 9,39%, tembaga 2,87% dan zink 8,05%.

Jadi tidak mengherankan kalau berbagai penelitian dilakukan di sejumlah negara maju dan Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur [strain] unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat dan berkualitas sehingga mampu meningkatkan produktifitas serta kandungan gizi tempe. Fakta sejarah dan kenyataan empiris yang memperkuat orisinilitas tempe [setidaknya saat ini tercatat 81.000 usaha pembuatan tempe dengan produksi 2,4 juta ton per tahun] sebagai makanan asli Indonesia, juga bukti secara formal dari 20 negara penghasil tempe di dunia tapi usulan standar tempe milik Indonesia yang diterima menjadi new work item saat CAC [Codex Allimentarius Commission] merupakan keberhasilan untuk menjadikan tempe sebagai industri penting di tanah air.

Lahirnya SNI 3144:2009 yang dilanjutkan dengan pengajuan melalui CCASIA yang lolos proses critical review pada sidang sebagai Standar Regional melalui Codex Executive Committee [CCEXEC] ke-65 di Jenewa pada Juli 2011, sehingga direkomendasikan untuk diadopsi menjadi new work item saat Codex Allimentarius Commission. Finally tempe berhasil disahkan sebagai new work item di CAC ke -34 pada Juli 2011. 

Saat ini standar tempe yang diusulkan Indonesia masih dalam status New Work of Standard Regional Codex [note: Codex merupakan standar internasional di bidang pangan] karena perdagangan tempe umumnya masih lingkup Asia dan belum menjadi komoditi Internasional, sehingga standar tempe diusulkan menjadi standar Codex untuk regional Asia dan diharapkan pada 2013 nanti standar tempe dapat disahkan di CAC. 

Melalui standar yang disahkan CAC, tempe sebagai makanan asli dan khas Indonesia akan semakin dikenal dunia. Jika Indonesia mampu mengembangkan standar ini ke tingkat Internasional dengan memproduksi tempe bermutu tinggi dan tahan lama, maka Indonesia mempunyai kesempatan besar untuk mengembangkan indistri tempe modern di seluruh belahan dunia. 

Standar tempe untuk bisa disetujui menjadi new work of standard Regional Codex membutuhkan dukungan negara-negara anggota CODEX di wilayah Asia, maka Standar Tempe Indonesia untuk bisa meraih sukses di tingkat Internasional pastinya dibutuhkan dukungan lebih banyak negara-negara dari belahan benua lainnya. 

Perjuangan mengusulkan standar tempe ke tingkat Internasional tidak akan bisa berhasil tanpa dukungan masyarakat Indonesia khususnya, karena perjuangan untuk mendapatkan pengesahan di level Regional saja membutuhkan perjuangan yang sangat berat. Tentunya kita tidak ingin status HKI tempe ‘lepas’ dari Indonesia dan Tempe sebagai makanan asli dan khas Indonesia seyogyanya semakin memasyarakat di Indonesia dan Internasional dengan didukung semua lapisan masyarakat. Sudah saatnya Tempe: Makanan Tradisional [yang] GO International dan bangsa Indonesia bangga dengan tempe sebagai makanan asli milik Indonesia yang merakyat, enak, kaya gizi dan menyehatkan !


Tulisan ini diikutkan lomba blog Paling Indonesia yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Makassar, AngingMammiri.org bekerjasama dengan Telkomsel area SUMALPUA [Sulawesi - Maluku - Papua] dalam rangka ulang tahun ke-17 Telkomsel 


References: 
1. www.bsn.go.id
2. www.lipi.go.id
3. The Book of Tempeh [2001]
187
Share
“ Pernah jatuh cinta? Pernah patah hati dong?” frase yang tertulis pada sebuah cover Antologi Write True Story: When I broke up. Patah hati bukan akhir dari segalanya. Masih banyak hal laing yang lebih berarti ketimbang bunuh diri. Setragis apapun ksah cinta, tetap masih banyak yang menyikapinya dengan positif, bahkan mampu bangkit dengan visioner yang lebih baik. Dan...tentu saja jangan mengira saya akan menulis tentang review buku tersebut atau sejenisnya. 

Yups, secara tak terduga tadi siang datang 1 paket tertera untuk nama saya di kantor. Sempat bertanya-tanya, kok ada paket dari penerbit Leutikaprio? Ahaaa....langsung deh ingat jika akhir tahun kemarin saya termasuk dalam daftar pemenang di event “When I broke up” di sini.  Dan Bismillahirrahmaanirrahiim  ketika saya buka, so surprised karena ternyata isinya tak hanya buku Antologi tersebut. Ada piagam Penghargaan [tertanggal 12 Juni 2012],  4 buku masing-masing dengan judul: When I broke Up, 8 Hari di negeri Paman HO, DD Elegi seorang penyanyi dangdut, Mengejar Anggun dan 1 eksemplar majalah e-magz about writting serta 1 voucher [nominal 200 ribu untuk paket penerbitan]

Nah, dari semua buku dan majalah tersebut belum ada yang saya baca tapi sedikit informasi yang bisa saya share [ tepatnya promosi! ] tentunya tentang Antologi yang di dalamnya ada satu tulisan saya dengan judul My Re-engineering When I broke Up yaitu:
Judul                     : When I Broke Up
Penulis                 : Ririe Khayan, Jacob Julian, Langit Senja, Arinana, Antie Wijaya, dkk
Penerbit              : Leuti Kaprio
ISBN                      : ISBN: 978-602-225-409-6
Tebal                    : 232, BW : 232, Warna : 0          
Cetakan I             : Mei 2012
Harga                    : 47.000 [ Belum Ongkir ]

Untuk informasi lebih detail bisa langsung kunjungi LeutiKaprio di sini.  Berikut ini sebagian tulisan saya  dan sengaja saya tampilkan sebagian paragrafnya secara tidak beraturan dan untuk [semoga] membuat penasaran. Then here we go.....

”…. kenapa harus berduka berlarut-larut sedangkan si dia tentunya sudah berbahagia. Kenapa masih menyelimuti hati dengan rasa sakit sementara si dia sudah menyulam tawa ceria? Sepenting itukah orang yang sudah dengan sengaja mencampakkanmu sementara masih kau genggam segala kenangannya seolah tak akan ada lagi yang lebih berharga…..” Beberapa kalimat yang sesekali aku selipkan di antara obrolan kami, hingga kemudian dia bisa bangkit lagi.

By the time, banyak hal dalam dirinya yang membuatku bisa merasa comfort, secure, safe, dibutuhkan, diinginkan  dan dihargai serta kami bisa klik dalam pola pikir. Maka tak sulit buatku untuk mulai membuka hati menerima dirinya . Di saat aku sudah sedemikian yakin untuk bisa bersamanya, di saat itulah dia menyatakan mundur dengan alasan yang tak terjelaskan. Karena apapun alasannya, bagiku itu hanyalah alasan yang menunjukkan jika dia tak seserius yang aku perkirakan. Karena jika dia seserius sangkaanku, mestinya apapun halangan, masalah, rintangan tak akan menjadikannya untuk mundur.

Manakala hubungan (asmara)  berakhir, betapapun di kemas dengan penuh nuansa romantis ataupun merupakan hasil kesepakatan bersama untuk memilih jalan hidup sendiri-sendiri, tetap hal yang menyakitkan. Apalagi yang tiba-tiba gone just like dust in the wind?. Maka aku termasuk salah satu orang yang tetap merasakan bagaimana jejak luka, gores kecewa, gurat sedih, feeling blue menghantam telak relung hati dan mengubah suasana hari-hari jadi berselimut kabut.

Rasa kecewa, sakit dan ‘merasa’ dipermainkan, campur jadi satu dalam hatiku. Aku merasa jadi orang yang bodoh sedunia karena percaya dia seserius dan gentle yang aku kira.... “ dia berhasil membuatmu patah hati deh”, demikian ucap sahabat karibku. “ Mau sampai kapan kamu berkabung seperti itu ?”. Berkabung mungkin istilah yang berlebihan, tapi kenyataannya aku memang merasa terjatuh dari tebing yang sangat tinggi, sakiiit rasanya. Makanku jadi kacau dan hampir tiap hari aku menangis, menangisi akan sikap dia juga atas kenyataan bahwa aku sudah menyukainya sehingga merasa kehilangan sedemikian rupa.

Waktu adalah obat yang mujarab untuk menyembuhkan hati yang terluka, selebihnya adalah keinginan kita untuk bangkit dari keterpurukan. Setelah beberapa hari bermuram durja, menangisi kegagalan ta’arufku, aku paham satu hal ‘Kecewa dan sedih HANYA sebagian awal dari kegagalan karena selebihnya adalah pendewasaan diri dan tempaan hati‘ Benar pula, menasehati orang lain memang lebih mudah daripada menerapkannya sendiri. 

Aku belajar untuk menghadapi, merasakan, dan menerima rasa sakit tersebut, karena menghindarinya akan membutuhan jauh lebih banyak energy. Menangis memang bisa melepaskan sesak di dada namun tak akan bisa membuatnya kembali seberapapun banyak airmataku yang keluar. Karena itu aku di setiap menangis sekaligus aku mengatakan pada diri sendiri bahwa aku tak boleh larut dalam rasa kehilangan, patah hati atau apapun istilahnya.

Tak ada gunanya bertahan dalam kemarahan, kecewa, sakit hati atau penyesalan. Aku sudah berani mengambil resiko untuk jatuh cinta, maka saat mengalami kegagalan aku pun menempuh jalur re-engineering dalam cara berpikir dan sikap untuk mendapatkan kehidupanku kembali.....[the completely story available on the Antologi true story: When I Broke Up]

Buku yang berisi 30 karya penulis Pemenang event “ When I broke Up” LeutiKario ini menunjukkan bahwa patah hati BUKAN alasan untuk menenggelamkan diri dalam jurang kegalauan atau mematahkan asa kehidupan. Setidaknya 30 kisah dalam Antologi ini menjadi pembuktian bahwa sesungguhnya setiap orang bisa bangkit dari keterpurukannya, tak hanya soal waktu will help to heal tapi yang terpenting adalah KEMAUAN untuk segera bangkit, move on and Life must go on, guys!

98
Share
JIKA  marah, benci, sedih, rindu dan cinta hanyalah sebuah rasa yang tak memihak pada kebenaran atau kesalahan dimana rasa itu hanya satu yang mampu menyentuhnya yaitu hati…

Maka Bismillahirrahmaanirrahiim HATI  pulalah [yang mendapatkan aliran rasa tersebut dari otak yang telah ‘mengolah dan mensenyawakan’ dari berbagai hormon dengan chemistry reaction dalam beberapa tahapannya] yang menentukan terjadinya rasa senang, puas dan bahagia. Lantas kapankah terjadinya euforia senang, puas dan bahagia? 

Senang, puas dan bahagia bisa terjadi kapan saja, dimana pun dan dalam keadaan apa pun. Karena rasa-rasa itu adalah hak hati untuk memilihnya. Rasa senang tak harus terjadi karena situasi yang berawal baik-baik saja, unpredictable reasons yang tidak diharapkan dan kalau bisa dihindari maka tentu akan dihindari dengan suka cita. Akan tetapi, pada keberlangsungannya bisa saja pada saat momentnya running ternyata justru membuat kita senang. Pernahkah Anda mengalami yang demikian?

Saya pernah mengalaminya, salah satu peristiwanya adalah beberapa waktu lalu [ +2minggu lalu], harus berangkat ke Surabaya disaat yang belum lama jedanya dari long trip pekan sebelumnya dan terlebih pemberitahuannya mendadak, respon spontan saya adalah arrgghhhhh...maklum penat dan capek belum mengendur serta tempat tinggal masih kayak kapal pecah. Bukan itu saja, seharusnya yang berangkat bukan saya! Untuk acara 2 hari yang harus saya ikuti di Surabaya tersebut sebenarnya saya memilih untuk menginap di mess saja, toh hanya untuk tidur [malam] beberapa jam dan demi meminimalkan pengeluaran tenaga dan waktu [budget juga tentunya]. 

Al hasil, ternyata secara tak terduga ada satu kamar hotel yang di booking untuk asesor tidak terpakai karena si Bapak dari KAN harus take off secara mendadak di hari pertama. Karena saya sudah men’setting untuk menerima tugas ke Surabaya dan kemudian mendapatkan fasilitas menginap di hotel full service di suite room...tentu euforia senang yang saya rasakan dunk?

Bagaimana dengan rasa puas?
“Tingkat perasaan (perceive performance) dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kenyataan yang diterima dan yang diharapkan (expectation)”.
Untuk konteks di atas, tentu saja saya puas. Dan apakah puas harus bertitik awal dari rasa senang, mendapatkan sesuatu, karena memenangkan sebuah penghargaan or something else similar with that? Bagi saya pencapaian pada level puas TIDAK harus  selalu oleh kondisi-kondisi yang bersifat menggembirakan. 

Saat bisa membantu orang lain [apalagi jika orang tersebut memiliki hubungan emosional: ortu, saudara, keluarga, teman], meski mungkin menguras tenaga dan mendebit deposit hingga kandas, dengan mantap saya bisa bilang merasakan kePUASan tersendiri yang tak terlukiskan. Atau contoh yang akrab dengan event ini, ketika saya gagal/tidak menang dalam kompetiblog, from the bottom of my heart I do confess very satisfy! Karena jika sudah terbersit niat untuk berpartisipasi, berusaha maksimal untuk membuat [karya] yang terbaik, maka apapun hasilnya, saya merasa puas karena sudah terlibat dalam prosesi kompetisinya. Jadi tetap lebih memuaskan [tidak penasaran/menyesal] karena saya sudah berusaha meskipun hasilnya belum seperti yang diharapkan.
“Do the best, Let GOD take the rest and no matter the result it will be the best..Even if I failed, I’m still the winner of my self”
Dan tentang bahagia? Bahagia itu serangkaian proses yang berkesinambungan [BUKAN hasil akhir] ketika saya berusaha BISA menerima, menikmati dan mengoptimalkan apapun yang saya peroleh dengan TIDAK lagi mempermasalahkan “kenapa-nya” dan lebih concern untuk bertindak UNTUK APA kejadian/hasil yang saya peroleh.

Dari ketiga jenis euforia rasa hati tersebut, bisa saya analogkan dalam bentuk Linearitas: Senang, puas dan bahagia dengan garis regresi yang memiliki nilai R mendekati nilai 1 adalah keadaan ideal [Figure. 1]. Jika variabel axis untuk menyimbolkan variabel-variabel harapan (expectation) dan ordinat sebagai representatative dari tingkat perasaan (perceive performance), dimana titik awal adalah rasa senang [sedih in another case], kemudian titik kedua menunjukkan rasa puas dan titik terakhirnya adalah ekspresi rasa bahagia. 

Ketiga titik tersebut secara natural dan idealnya akan berbentuk garis linear [BUKAN logaritmik lho?!]. Namun ketika kita membuat NILAI puas pada level yang over or lower reaction, maka hasilnya akan kacau, tidak bahagia ~ Life become crowded or unhappy ! [Figure. 2]

Tersertakan lagu ini semoga  bisa menambah semaraknya saat glorius moment the Happy B’day-nya...

BON JOVI - It's My Life
[Album: Crush, This Left Feels Right: Greatest Hits With a Twist (2003)]

This ain't a song for the broken-hearted
No silent prayer for the faith-departed
I ain't gonna be just a face in the crowd
You're gonna hear my voice
When I shout it out loud

*Chorus*
It's my life
It's now or never
I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive




Untuk kamu yang berbahagia, Selamat hari jadi ya Mbak Syam...dengan bertambahnya usia dan meningkatnya kekayaan pengalaman hidup semoga secara linear akan menuju bahagia yang hakiki di dunia - akherat


Notes: Menang untuk kategori postingan Istimewa di sini
92
Share
Seperti halnya panorama sunrise yang gemilang menawan hati dalam pesona tiada terkatakan secara lengkap, demikian pula senja yang selalu memaparkan landscape pemandangan yang menggetarkan jiwa. Semakin tua umur dunia, semakin kaya pengalaman manusia, semakin pintar manusia dalam menata peradabannya, kian semarak warna-warni dunia oleh ketinggian ilmu dan kecanggihan teknologinya, Kreativitas akal dan intelektual pun mengagumkan. Adakah semua itu semakin membuat diri bijaksana dalam bertindak dan semakin arif dalam bersikap? Dan Bismillahirrahmaanirrahiim mencoba menggoreskan beberapa kata yang terbersit saat menatapi senja. Seperti biasa tulisan yang dengan PeDe saya sebut puisi ini semoga tidak bingung saat membacanya....meski seperti biasa maknanya masih saja membingungkan...

Kala Senja Memapar
Mentari merapat dalam dekapan senja,
Warna emasnya memantul dan menyapu segenap dedaunan                    
Menyiram lazuardi dalam cahya gemilang merah saga
Senja yang meluruh dalam selimut malam
Seakan mendioramakan berulang tentang frase kehidupan

Kala senja menjelang dalam hidup
Setelah tahun-tahun berukir kerut hitam
Menghalalkan kefasikan
Tanpa risi, bahwa KAU ada di mana-mana
Bahkan, akrab dalam partikel-partikel dosa
Tiada perduli bahwa adzabMU menggenggam jantung usia

Yaa Rabb,
Dalam kerentaan yang mulai menikam
Nur hidayahMU menggapai keping hati yang hampir hangus dibakar dendam syetan
PeringatanMU menembus sukma
Menenggelamkan dalam sesal tak bertepian
Semoga maghfirahMU terpeta pada semua taubat

Sunrise @Gilimanuk
Seperti fajar, senja dan malam yang bergulir melingkar dan berulang kembali, yang akan melayarkan detik berdetak menuju titik penyelesaian untuk menuju babak baru kehidupan dalam dimensi yang berikutnya... Maka, ALANGKAH indahnya manakala semakin bertambah ilmu dan pengalaman manusia, semoga semakin mencahayakan hati yang mampu memantulkan kesejatian hidup. ALANGKAH damainya jika semakin bertambah jumlah manusia, semakin tercipta harmonisasi antar kepentingan diri. ALANGKAH menakjubkannya saat semakin bertambah umur dunia, semakin solid berharmoni dengan semesta. Jadi ALANGKAH sangat ingin yang demikian itu menjelma nyata seiring perjalanan insani menapaki garis takdirnya...sehingga kala senja memapar menjelmakan sosok-sosok diri yang bijaksana dalam bertindak dan semakin arif dalam bersikap.

80
Share
Pesona Gunung Pegat Di Babat-Lamongan, konon kisah dibalik nama gunung ini dikaitkan dengan cerita (mitos?) bahwa pasangan yang baru menikah jika melewati jalan di Gunung ini akan mengalami nasib pegatan ~ pisah~ cerai? Dan untuk menolak/menetralkan stigma tersebut, pasangan pengantin baru yang melintasi disitu harus melepaskan sepasang ayam. Maaf ya, cerita ini saya tahunya secara tutur tinular alias katanya dan katanya.

Bismillahirrahmaanirrahiim Sepintas membaca judulnya sangat mungkin akan memberikan gambaran tentang sebuah gunung dengan ketinggian yang menjulang dan penuh tantangan untuk mendakinya. Atau mungkin terhipnotis oleh kata pegat ~ cerai atau pisah [bahasa Indonesia]? 

Dan langsung pada berbagi cerita tentang sekelumit singgah saya beberapa waktu lalu kala mudik ke gunung kapur yang lokasinya berjarak sekitar 9 KM dari kampung halaman saya yang tercinta. Kalau dari arah Kota Babat sekitar 1 KM ke arah selatan ( sebelum pertigaan Nguwok). Sebenarnya keberadaan Gunung Pegat di Babat sudah menjadi bagian pemandangan yang akrab sejak saya SMA karena tiap hari berangkat - pulang sekolah melewati jalur gunung kapur ini. 

Sebenarnya sudah sejak luuuaamaa, terbersit hasrat hati untuk melihat secara langsung bagaimana wajah dan penampakan gunung yang terkenal dengan nama Gunung Pegat tersebut. Ya masak sih sudah pernah nekad main ke Gunung Bromo dan Kawah Ijen, tapi belum explore ke Gunung pegat yang ada di depan mata?  maka, pada mudik edisi sebelumnya saya dan seorang adik sepupu (namanya Devi Mutiara ~ Hariku adalah hidupku) sudah bertekad bulat akan ke Gunung Pegat, mumpung liburan panjang tapi ternyata gagal total dengan sukses! 
Letak Gunung Pegat - Babat ini sangat mudah ditemukan. Tidak sampai 30 menit kami pun sampai di jajaran gunung kapur tersebut. Gunung yang terbelah oleh Jalan Raya Babat – Jombang, dimana bagian barat termasuk dalam wilayah Kabupaten Bojonegoro dan sisi timur jalan masuk dalam teritorial Lamongan [kabarnya sudah ‘dibeli’ oleh Pabrik Petrokimia Gresik].
Menjejakkan kaki di hamparan gunung pegat berada di sebelah sebelah barat jalan raya yang tak ada pohon-pohon rindangnya, untungnya matahari sedang bersahabat sehingga sinarnya tidak terlalu menyengat terik. Ada sebuah warung sederhana (tempat kami nitip parkir motor) dan rumah sederhana berdinding bambu yang sepi (kurang tahu apakah hanya tempat ngaso ~ istirahat para penambang batu kapur ataukah memang rumah hunian).

Saat mulai menjelajah bebatuan kapur yang landai, dengan pemandangan yang eksotis layanya gunung purba (mirip-mirip Tebing Breksi). hampir semua tebing/dinding terlihat seperti pahatan, efek dari bekas batu kapur yang ditambang. Ada beberapa bagian dengan genangan air serupa danau-danau kecil. kalau berkunjung ke Gunung pegat ini, recomended saat pagi hari atau sore hari. kecuali sudah siap untuk berjemur dan mandi sinar matahari, bolehlah ke Gunung Pegat siang hari.
Saat ke Gunung Pegat untuk kali kedua ( 2012), kami bertemu dengan 3 orang penambang batu kapur. Mereka bertiga berada di lokasi yang berbeda-beda, setipe dengan orang bekerja di sawah yang mengayunkan cangkulnya masing-masing di petak sawahnya namun tetap sesekali sambil ngobrol. Sambil menikmati hembusan angin semilir dan suara ayunan alat sejenis cangkul beradu dengan bebatuan kapur yang dicongkel. 

Ketika beberapa saat kemudian salah satu naik ke atas (posisinya menggali batu kapur di bawah), kami pun menyempatkan ngobrol. Si Bapak bercerita melakukan pekerjaan penambang kapur setelah pekerjaan di luar ‘jadwal’ nggarap sawah.

 “ Desaku hanya bisa tanam padi sekali saja, Nduk. Airnya tidak ada, jadi untuk menyambung kebutuhan sehari-hari ya nyari batu kapur di sini “ jelasnya sambil merapikan bajunya. “ Kalian darimana? masih sekolah atau kuliah ? “

Saya ketawa, kayaknya tampang saya BeTi ~ beda tipis kali ya dengan Devi sehingga dianggap masih sekolah/kuliah?


“Kalau sekolah yang bener, jangan mblarah...gak usah coba-coba minum pil koplo...” tuturnya dengan seulas senyum kebapakanya dan menceritakan bahwa anak-anak sekolah sekarang banyak yang aneh-aneh, seolah tidak tahu beratnya kerja keras orang tua untuk membiayai sekolah dan keperluannya.

Setelah jeda dengan obrolan yang wisely, saya pun mencoba mengajukan pertanyaan investigasi [sedikiiit kok] 

“ Kalau ambil batu kapur, pakai bayar ke desa atau bebas ?”
“ Siapa saja boleh nambang batu kapur. Enaknya modalnya hanya tenaga, beda dengan bertani..”
“ Kira-kira, sehari biasanya bisa dapat berapa? Minimal? “ tanya saya makin penasaran.
“ Kisaran 30 – 50 ribu. Kalau yang hancur itu satu pick up laku 15 ribu. Yang bongkahan sudah di bentuk persegi itu harganya 3 – 7 ribu per bijinya...”

Dan sebelum si bapak beranjak pulang, saya pun masih menyempatkan bertanya lagi

“ Pak, bisa diceritakan tentang asal-usul nama gunung pegat ini?”
“ Oalahh Nduk, aku tahunya dari kecil yowes jenenge Gunung Pegat dengan tradisinya jika ada pengantin baru yang belum sepasar menikah melewati sini maka mereka harus melepaskan sepasang ayam..itu saja.”

Ah, ternyata si Bapak yang asli berdomisili di sekitar Gunung Pegat pun tidak tahu kisah di balik nama yang unik tersebut.

“ Pulangnya jalan kaki ya Pak?” tanya Devi.
“ Iya, cari jalan pintas yang adhem. Punya sepeda motor tapi dipakai anak, orang tua ya harus ngalah tho sama anaknya?” ujarnya menjawab pertanyaan Devi.

Sepulang si bapak tadi kami masih menikmati pemandangan gunung pegat yag berukir relief buatan tangan para penambang batu kapur. Tampak Indah dan bisa jadi tempat yang nyaman untuk mencari ide. Banyak tempat yang terlindung dari sengatan sinar matahari sehingga bisa nyaman meski seharian di situ.

“ Kalau di sini seharian bisa seru neh, Mbak..”
“ Pastinya seru karena orang rumah bakal heboh nyariin kita yang pamit foto E-KTP tapi gak pulang-pulang  deh...”


Demikianlah, my little adventure dengan sepupu yang paling dekat dengan saya (ketimbang yang lainnya) karena kami memiliki banyak kesamaan: suka jalan-jalan [jika ada kesempatan], koleksi buku, serta sama-sama narsis!

Kalau Devi saat ini sedang menjalani masa 'karantina'nya di UGM dan masih bisa leluasa mudik sebelum dia HARUS menjalani kehidupan setahun jauh di seberang benua mulai September nanti. Dan Alhamdulillah akhirnya waktu mudik kemarin kami kesampaian juga untuk menyambangi gunung kapur tersebut.

Tanpa ada planning, begitu usai acara foto E-KTP dan waktu masih menunjukkan jam 10.30 WIB, maka saya pun mencetuskan ide untuk bablas ke gunung pegat. Gayung bersambut, Devi tidak keberatan karena sepeda motornya lagi day off (Bapaknya kurang sehat jadi gak mungkin akan membutuhkan sepeda motor hari itu). 

Btw, Selain Gunung Pegat - Babat ini, sebenarnya ada lagi sebutan Gunung Pegat lainnya di daerah lamongan, yaitu Gunung Pegat Ngimbang yang letaknya di antara Kecamatan Dradah - Kecamatan Ngimbang ( sama-sama berada jalur jalan Raya Babat - Jombang). Posisinya juga sama, terbelah oleh jalan raya.




Tak ada orang yang lebih berani selain orang yang tak mempunyai apa-apa. 
Dan tak ada yang lebih merasa tak memiliki apapun selain orang yang 
tawakal dan berserah diri kepada Allah SWT



Note: 
1. Foto Gunung pegat saya perbaharui dengan dokumentasi yang saya ambil saat kunjungan (lagi) tahun 2018.
2. Saat ini, gunung (2020) Gunung pegat yang sisi barat Jalan Raya sudah berdiri beberapa cafe yang hype
2. Semua percakapan aslinya dalam bahasa Jawa 
130
Share
Gerhana Coklat. Gerhana bulan dalam tahun ini sudah terjadi lebih dari satu kali tapi tulisan ini tidak dalam rangka menambah jumlah peristiwa alam tersebut karena memang TIDAK ada hubungannya dengan proses gerhana bulan. Postingan ini merupakan uraian singkat dari sebuah buku yang sudah saya terima sebagai hadiah GA yang diadakan oleh Pak Marsudiyanto: Yang semangat yang sukses. Dan  Bismillahirrahmaanirrahiim inilah uraian singkat dari buku tersebut:
Judul Buku       : Gerhana Coklat
Pengarang       : Julie
Penerbit           : Gerhana Coklat Publishing
Halaman          : 128 page
Cetakan III       : Pebruary, 2012

Gerhana Coklat merupakan kumpulan puisi yang ditulis oleh Mbak Julie sepanjang malang melintangnya di dunia blogging. Beragam tema puisi dituangkan dalam buku ini, tapi saya tidak menemukan puisi yang secara spesifik diberi judul Gerhana Coklat. 
Maka bisa jadi pemilihan judul Gerhana Bulan di-idiom-kan dari ragam isi puisi yang menceritakan tentang: ada cinta dan nestapa, ada duka dan bahagia. Beberapa puisi, dari penggunaan katanya ada yang tersirat backgorund dunia farmasi, seperti puisi yang diberi judul : Analisa Cinta Kualitatif dan Teknologi Formulasi cinta.
Terdapat 85 judul puisi, dimana yang 9 judul merupakan karya penulis tamu. Dari diksi dan makna puisi, seperti biasanya dimana satu kata merepresentasikan banyak arti dan the exactly meaning-nya tentu sang penulis yang lebih mengetahuinya. Membaca puisi-puisi yang terdapat dalam buku Gerhana Coklat ini, seakan mengajak kita untuk membaca sebuah diary yang di-puisi-kan karena kurun waktu penulisan yang dicantumkan terbilang sudah lama [ada yang ditulis tahun 2004].

SEPERTINYA menceritakan kejadian-kejadian yang dialami ataupun dirasakan oleh penulis pada saat menciptakan puisi tersebut. Menulis adalah melahirkan pikiran. Mengumpulkan serpihan kata. Mengendap dan melarungnya di semak hati. Demikian prolog sang penulis dalam kata pengantarnya

Dan secara keseluruhan, isi puisinya [menurut saya] termasuk puisi modern: mengalir lepas sesuai isi hati dan tak memusingkan aturan baku penulisan puisi. Diformulasikan menurut ‘kehendak’ dari masing-masing tema puisi. Ada yang hanya terdiri dari dua baris, misalnya puisi yang diberi judul: Bukan Hanya Hujan yang mampu Menerbitkan Pelangi [walnut cafe, November 17, 2009] yang isinya:
Namun hatiku pun juga
Bila bersama

Ada juga puisi yang di beri judul “ ...... “ [saya hitung jumlah tanda titiknya ada enam] :
Dalam gugusan bintang
Aku kembali mengejar bayangmu

Kutelusuri waktu tanpa akhir,
Meraih mimpi
Yang tak kan pernah terwujud

Tapi,
Biarkan aku di temaram ini
Melukis wajahmu di langit
Dan menumpahkan rindu
Yang jauh terpendam
Di dasar bumi

Makin penasaran dengan kumpulan puisi dalam Gerhana Coklat? Seru lho untuk menemani suasana santai atau bagi yang sedang dilanda galau asmaradana, saya tuliskan lagi satu puisinya yang berjudul: Tekonologi Formulasi Cinta

Mencintaimu
Seperti mendiskusikan bahan tambahan apa yang akan kugunakan untuk mencetak tablet isoniazid dengan metoda cetak langsung

Tak seperti mahasiswa farmasi lain, aku melakukannya dengan penuh spekulasi, menciptakan data-data cantik yang kunikmati sendiri

Bioavailibilitas cintaku tak terkatakan jumlahnya dan kau akan lihat grafik warna-warni di kertas folio jurnalku

Lalu mengumpulkan semuanya dalam binder biru bunga-bunga yang sering aku pinjamkan usai penat penelitianku

Dan menandai kemasan plot plastik dengan lembar-lembar merah muda persegi bertuliskan cinta

Ada seseorang yang menungguku di kejauhan sana

Nah, bagi yang interest untuk menambahkan Gerhana Coklat dalam koleksi bukunya.... silahkan di bookmark ya...bisa dicheck list pada menu nulisbuku.
91
Share
Newer Posts Older Posts Home
Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit. Karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan JANGAN PERNAH MENYERAH UNTUK MENCOBA. ~ Ali Bin Abi Thalib

My photo
Ririe Khayan
Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com
View my complete profile
  • Cara Cepat dan Aman Mematikan Ikan Lele
    Ikan dan Belalang (berdasarkan ajaran agama yang saya anut) termasuk jenis [bangkai] hewan yang halal untuk dimakan. Tapi tidak berarti k...
  • Kenapa dan Bagaimana Ular Masuk Rumah ?
    Kenapa dan Bagaimana Ular Masuk Rumah ? Bagi orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan atau lokasinya masih berdampingan al...
  • Brand Susu Untuk Kesehatan
    Jika ada pertanyaan: Sehat ataukah sakit yang mahal harganya? Bismillahirrahmaanirrahiim , kalau menurut saya, secara ‘value’ kondisi se...
  • Cara Membuat Paspor untuk Anak di bawah 17 tahun Secara Online
    Cara Membuat Paspor untuk Anak di bawah 17 tahun Secara Online . Sebenarnya persyaratan dan alur pembuatan proses secara langsung ( walk i...
  • Waspadai Terjadinya Perdarahan Implantasi yang Dikira Haid Ternyata Hamil
    Waspadai Terjadinya Perdarahan Implantasi yang Dikira Haid Ternyata Hamil . Jika Anda sedang berusaha punya anak, menunggu kapan Anda resmi ...
  • Lima Cara Mengaktifkan (Kembali) Google Adsense yang Diblokir
    Sebaiknya dikesampingkan dulu bila ada yang beranggapan Akun GA di Banned, tak bisa diaktifkan.  (Ternyata) Google Adsence Bisa Aktif  Kem...
  • Panic attack Ketika Terkena HERPES Zoster
    P anic attack Ketika Terkena HERPES Zoster . Mendengar kata HERPES, bisa jadi sebagian orang langsung tertuju pada nama penyakit yang satu ...
  • Keracunan Ikan, Alergi Makan Ikan Laut dan Hubungannya Dengan Kandungan Histamin
    Keracunan Ikan, Alergi Makan Ikan Laut dan Hubungannya Dengan Kandungan Histamin   .Mungkin kita pernah mendengar peristiwa keracunan sete...
  • Suplemen Madu Untuk Membantu Atasi Anak Yang Susah Makan
    Punya pengalaman menghadapi anak yang susah makan? Ada yang baper karena selera makan putraatau putrinya belum variatif yang berputar seki...
  • Serunya Mudik Naik Kereta Api Probowangi
    Usai long wiken Idhul Adha...jadi ngayal kalau tiap bulan ada long wiken 4 hari gitu pasti indah sekaliiiii...... #Plakkk [digampar klomp...

Blog Archive

  • ▼  2024 (3)
    • ▼  December (1)
      • Manfaat Penting Bermain Untuk Anak-Anak Usia Pra S...
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2023 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2022 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2021 (45)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (7)
    • ►  September (4)
    • ►  August (3)
    • ►  July (6)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ►  April (4)
    • ►  March (3)
    • ►  February (3)
    • ►  January (4)
  • ►  2020 (43)
    • ►  December (4)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)
    • ►  June (4)
    • ►  May (5)
    • ►  April (7)
    • ►  March (8)
    • ►  February (3)
    • ►  January (4)
  • ►  2019 (35)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (4)
    • ►  April (2)
    • ►  March (7)
  • ►  2018 (49)
    • ►  December (5)
    • ►  November (11)
    • ►  October (1)
    • ►  September (6)
    • ►  August (5)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (4)
  • ►  2017 (51)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (4)
    • ►  September (3)
    • ►  July (1)
    • ►  June (5)
    • ►  May (5)
    • ►  April (7)
    • ►  March (6)
    • ►  February (7)
    • ►  January (7)
  • ►  2016 (73)
    • ►  December (5)
    • ►  November (4)
    • ►  October (4)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (10)
    • ►  March (12)
    • ►  February (12)
    • ►  January (12)
  • ►  2015 (118)
    • ►  December (12)
    • ►  November (12)
    • ►  October (11)
    • ►  September (11)
    • ►  August (12)
    • ►  July (8)
    • ►  June (8)
    • ►  May (3)
    • ►  April (6)
    • ►  March (12)
    • ►  February (12)
    • ►  January (11)
  • ►  2014 (60)
    • ►  December (1)
    • ►  November (4)
    • ►  October (6)
    • ►  September (5)
    • ►  August (3)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (4)
    • ►  April (4)
    • ►  March (11)
    • ►  February (10)
    • ►  January (8)
  • ►  2013 (90)
    • ►  December (7)
    • ►  October (5)
    • ►  September (6)
    • ►  August (9)
    • ►  July (5)
    • ►  June (8)
    • ►  May (9)
    • ►  April (5)
    • ►  March (13)
    • ►  February (12)
    • ►  January (11)
  • ►  2012 (126)
    • ►  December (6)
    • ►  November (5)
    • ►  October (14)
    • ►  September (10)
    • ►  August (10)
    • ►  July (12)
    • ►  June (11)
    • ►  May (12)
    • ►  April (12)
    • ►  March (12)
    • ►  February (12)
    • ►  January (10)
  • ►  2011 (69)
    • ►  December (11)
    • ►  November (11)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (9)
    • ►  July (7)
    • ►  June (18)
    • ►  May (5)
Ririe Khayan is an Intellifluence Trusted Blogger

Juara LBI 2016

Juara LBI 2016
facebook twitter youtube linkedin Instagram Tiktok

Labels

Advertorial Aneka Kuliner Article Blog Award Book Review Contact Me Disclosure English Version Fashion Fiksi Financial Gadget Give Away Guest Post Info Sehat Informasi Inspiring Lifestyle Lomba Love Story My Diary My Poems Opini PR PerSahabatan Pernik-Pernik Renungan Review Skincare Technology Traveling True Story UMKM Visit Who Am I? Writing For Us banner parenting




Copyright © 2019 Kidung Kinanthi

installed by StuMon