Rania
mengusap wajahnya diikuti dengan hembusan nafas berat. Ia tak tahu apakah
lagu-lagu romantis yang sedang mengalun syahdu memenuhi ruangan café itu atau
para pengunjung yang datang berpasang-pasangan yang membuatnya terhanyut dalam
perasaan sentimentil.
Kenangan redup yang membangkit
bersenyawa dengan partikel – parikel udara
Mengungkit haru rintihan hati
dan membentangkan sayap-sayap lara perpisahan
Yang tlah teranyam dalam bingkai masa lalu.
Salam perpisahanmu kepada ‘sgala kehangatan asmara
Dalam sendiri, dawai kerinduan itu kadang masing berdenting
bergema di ruangan nurani meski tak lagi seindah dulu
Sementara bayangmu pun kian memudar dan kabur
Diantara tautan harap dan kenyataan.
Dari kaca jendela nampak
gerimis mulai turun teratur membentuk tirai yang berlapis – lapis. Hujan yang
sudah seperti ritual setiap menjelang pergantian tahun, turun renyai, jatuh
halus seperti benang perak yang dijatuhkan para dewa dari langit, seakan
mewakili kristal-kristal bening yang tertahan di kelopak mata Rania.
Rania
mengedarkan pandangan menjelajah ruangan café yang terisi separo lebih
pengunjung, dirasakannya ada sepasang mata yang sedang mengawasi dengan tajam. Kalau
saja pakerjaan hari ini tidak menumpuk banyak, aku tentu tidak akan lupa dengan
makan siang dan tidak perlu terjebak di café ini. Tentu mereka berpikir yang
bukan – bukan melihatku sendirian malam Minggu begini dalam café yang gaul
dengan pasangan muda – mudi. Ah, masa bodoh dengan anggapan mereka semua ! Toh
hanya kebetulan saja tadi aku sedang melintas di depan tempat ini saat protes
maagku muncul.
Rania
mengalihkan pandangannya keluar café, melihat hujan yang belum berkurang
ritmenya. Barangkali lebih baik menerobos hujan dan kemacetan jalan raya yang
tergenang air hujan daripada tetap di sini, dan baru Rania akan bangkit dari
tempat duduknya setelah menghabiskan sisa minum saat seseorang datang menuju
kearahnya dan kemudian membungkuk mengambil syal yang jatuh dekat kursinya.
“ Ini pasti
syal Anda !” ujar orang itu dengan sangat yakinnya sambil meletakkan benda itu
di meja.
Rania
mengangguk kecil “ Terima kasih “
“ Tidak
keberatan saya duduk di sini ? ”
Tanpa
menunggu persetujuan Rania, orang itu sudah duduk dengan santai dan langsung
melambaikan tangan pada pelayan café.
Tipikal orang yang punya rasa percaya diri
tinggi. Umurnya mungkin sebaya denganku tapi aku hanya sejajar pundaknya bila
berdiri di sebelahnya. Dengan kombinasi garis wajah aristokrat serta
tatapan sepasang mata yang teduh begitu, aku tidak heran jika sudah banyak
gadis yang langsung jatuh hati pada pandangan pertama walaupun penampilannya
tidak macho !
“ Apakah
saya telah membuat anda teringat tentang seseorang ?” Rania tertawa kecil,
kemudian berdiri “ Permisi, saya harus pergi sekarang!” Namun baru satu langkah
Rania mengayunkan kakinya, sebuah telapak tangan yang halus mencekal
pergelangan tangannya, “ Syal ini, apakah akan ditinggalkan begitu saja setelah
hampir sewindu di simpan ?”
Dengan diliputi rasa heran yang tak
bisa ditutupi, Rania kembali duduk lagi, dan mengamati orang itu dengan lebih
seksama dan seperti tidak perduli dengan reaksi Rania, orang itu malah asyik
mengaduk-aduk minuman pesanannya yang baru datang.
Apakah aku tampak begitu berbeda dan berubah
sampai kau tidak mengenaliku lagi ? Atau memang kau sudah tidak ingat dengan
diriku ?
Rania
beralih mengamati syal sutra warna biru laut dengan motif bunga teratai yang ada
ditangannya dan perlahan membaca tulisan yang tertera disudut syal itu:
Dari Ghana untuk Rania
“ Kenapa
menatapku seperti itu ? Masih belum percaya kalau aku Lingga yang delapan tahun
lalu adalah murid privat Mbak Rania ?”
“ Lingga si
bocah bandel dulu itu……
“It’s me,
makin cakep ya Mbak? “
Mungkin
penampilan Lingga terlihat ada perubahan di mata Rania setelah hampir enam
tahun tidak bersua karena Lingga melanjutkan kuliahnya di Ausie, tapi semua
kebandelan dan usilnya tetap membekas dalam ingatan Rania, terlebih Lingga juga
yang mempertemukannya dengan Ghana.
Seperti halnya Rania yang dulu menjadi guru les privat Lingga untuk
pelajaran Kimia, maka Ghana adalah guru les privat yang mengajar Matematika dan
Fisika. Ide dan skenario Lingga yang kemudian bisa membuat Rania dan Ghana
jadian.
Hubungan
kasih yang terjalin demikian indah, kompak, padu dan harmonis...demikian Lingga
menyebutnya kala itu “ Sama-sama cinta pertama dan semoga yang terakhir ya...”
demikian kalimat Lingga di saat party kecil menjelang dia berangkat ke Ausie.
Ada yang berdesir perih mana kala fragmen kenangan itu hinggap pada sesosok
lelaki bernama Ghana yang telah membuatnya tertawa bahagia dan luluh menangis
untuk rasa yang sama: cinta !
Tapi tetap saja lekat
Diorama hati yang menangis kala melihat
langkahmu
yang jauh dan semakin menjauh ketika itu
Adalah tawa dan luka yang bersenggama mesra,
duka yang mencabik segenap saraf sukma
dan palung kesunyian yang menghunjam di relung
sanubari
“ Mbak, are
you okay..?” Rania menarik bibirnya untuk menghadirkan seulas senyum
terbaiknya, tapi justru ekspresi getir yang terlukis sangat jelas di wajahnya.
“ Sudah tiga tahun lebih berlalu, mau sampai kapan Mbak Rania mengenggam erat
semua kenangan Mas Ghana? Let him go, please..? ”
Semua orang juga bilang seperti itu, Ngga. Semua orang bilang aku tak boleh
terus hidup dalam kenangan kebersamaanku dengan Ghana. Percayalah, aku juga
ingin melakukannya, meneruskan hidupku dengan cinta baru meski tak akan pernah
sama dengan cinta yang di berikan Ghana. Aku juga tahu, Ghana tentu ingin aku
hidup bahagia meski tanpa kehadirannya lagi.
“ Meski
hubungan kami terajut dalam jalinan long distance, namun Ghana dengan caranya
bisa membuatku merasakan dia di dekatku meski tanpa kehadirannya langsung.
Hanya bedanya dulu kami terpisah oleh jarak dan sekarang alam kehidupan yang
berbeda, itu artinya Ghana masih tetap ada dalam setiap molekul udara dimana
aku berada, Ngga…”
“ Mbak,
cobalah melepaskan mas Ghana berada pada periode masa lalu…” Mendapatkan kenyataan bahwa orang yang
demikian di cintai tak lagi bisa di miliki, bahwa kehadirannya ternyata hanya
untuk jangka waktu yang singkat memang tidak mudah- amat sangat tidak mudah
bahkan.
“ Aku yang
menyebabkan Ghana meninggal, jika saja hari itu aku tidak minta dijemput…..ingin
sekali aku melupakan peristiwa itu.”
“ Mbak Rania hanya perlu memulai tersenyum dan tertawa tanpa mengenang Mas Ghana.
Tak ada yang menyuruhmu melupakan, hanya mulai sedikit demi
sedikit mengisi hari-hari tanpa bayang-bayang Mas Ghana..”
“Tak perlu waktu lama untuk bisa mencintai Ghana, tapi
untuk melupakannya……”
“Jangan bilang seumur hidup pun tak bisa untuk
melupakannya” pintas Lingga cepat “No one ask you to forget him but start to
realize he’s already belong to the past…”
“ Kalau boleh
jujur, aku juga tidak rela akan ada laki-laki lain yang kelak menempati posisi
Mas Ghana kok. ” Aku tidak rela jika ada lelaki lain yang mencintaimu.
“Ghana tak pernah ingin aku mencintainya 100% atau 24
karat. Dia bilang bahwa aku juga harus mencintai diriku sendiri….” gumam Rania
seolah bicara pada dirinya sendiri. “ Ghana bilang seberapapun aku mencintainya
tetap harus mengutamakan untuk menjaga cinta pada diriku sendiri karena
kebahagiaanku tidak boleh ditentukan oleh variable di luar diriku….”
“ Setiap akhir dari sesuatu merupakan awal untuk hal
yang baru dan sebuah cinta yang berlalu sejatinya tidak benar-benar sirna hanya
mengalami perubahan bentuk kan Mbak?”
“ Kamu bisa saja, gak sekalian kamu determinasikan
dalam integral?” Rania tersenyum “Aku tak akan bertanya bagaimana kamu bisa
menemukanku, sama seperti aku tak pernah bertanya bagaimana kamu dulu bisa
mengatur strategi aku dan Ghana bisa saling jatuh cinta. Yang jelas, terima
kasih sudah menjadi saksi perjalanan cinta kami ”
Rania mengambil tasnya dan melipat syalnya kemudian di
letakkan di depan Lingga. “ Sebagai langkah memulai, bisa aku minta tolong
menyimpan syal ini sementara waktu kan?”
“ Siap, dengan senang hati dan penuh perhatian aku
akan menyimpan syal ini untuk cinta kalian”
“ It’s time to start love him with another way and new
version “ Ujar Rania mantap sesaat sebelum berpamitan untuk meninggalkan café
duluan seiring rintik-rintik sisa hujan yang menyusut berganti kemilau cahaya
lampu-lampu yang sudah menyala di pinggir-pinggir jalan.
Melodi yang
mengalun tanpa nada
Meski
gelisah semakin menyesap bersamaan tetes-tetes hujan
Yang turun teratur
merata
Maka pedih
dan perih hanyalah warna lain dari tawa
Sedihku
tanpa kata, hanya sedikit sunyi
Semacam
tetes air yang menagih pelangi pada
langit
Sedihku
tanpa kata, perihku tanpa suara
Denting
kesepian menamparkan kenyataan
Hidup
selalu membawaku pada pilihan-pilihan lain
dalam
pilihan itu
Suka
atau tidak suka, Mbak Rania harus mulai menerima bahwa kehadiran
Mas Ghana memang hanya untuk periode yang sudah usai ceritanya. Sudah tak ada
lagi cerita yang bisa di jalani kecuali menata ulang hati dan perasaan Mbak
Rania untuk membangun bahagia tanpa Mas Ghana bersama siapa pun
yang nanti akan datang untuknya. Bukan
hanya karena ini amanah Mas Ghana di email terakhirnya tapi juga karena kini kusadari jika rasa perduli dan sayangku padanya telah beruba, membawaku pada pilihan
untuk menjadi lelakinya.