Hari Musik Nasional. Musik
dengan aneka ragam dan alirannya, sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari
kita dan merupakan salah satu industri yang mengalami perkembangan dengan
cepat. Bahkan Bismillahirrahmaanirrahiim jenis
musik tertentu [misalnya
musik classic]
digunakan sebagai sarana/alat bantu yang bisa menunjang perkembangan kecerdasan
bagi anak.
Saya sendiri suka musik, tepatnya mendengarkan lagu-lagu disela-sela aktifitas sejak di SD kala jaman Radio masih menggunakan dry cell yang lebih familiar dengan sebutan battery. Manakala energi dry cell mendekati habis, untuk memperpanjangnya [dalam rangka agar radio still turn ON] ada dua cara “cerdas” yang biasa kami [saya dan saudara] lakukan, yaitu: dijemur dibawah sinar matahari dan atau dipanggang diatas tungku yang masih ada bara api [sisa memasak]. Dengan dua cara ini, battery radio pun bisa diperpanjang sampai beberapa hari, tentunya harus rajin menjemur/memanggang diatas bara api tiap kali suara radio sudah mendrip-mendrip ~ nyaris gak kedengaran suaranya bahkan saat telinga ditempelkan pada radio, hehehehe.
Kembali
pada musik, sebagai orang yang awam musik plus bisa main alat musik secara NGAWUR bangetsss tapi sukak mendengarkan musik, maka
saya pribadi turut menyampaikan apresiasi yang tinggi serta salut atas
ditetapkannya tanggal 9 Maret sebagai Hari
Musik Nasional. Rencana dan wacana penetapan hari musik yang mengalami
hibernasi selama satu dasa warsa, akhirnya tahun 2013 ini Pemerintah berbulat
sikap memilih tanggal 9 Maret yang merupakan lahirnya Tokoh Nasional fenomenal
yang menciptakan lagu wajib nasional “Indonesia
Raya”, yaitu Bapak Wage Rudolf
Supratman.
Keputusan pemerintah untuk menetapkan Hari Musik Nasional merupakan bentuk perhatian dan pengakuan terhadap kontribusi serta eksistensi pelaku dan penggiat musik yang ada di tanah air. Seperti kita ketahui bersama, musik di Indonesia memiliki nilai historical dan berkontribusi banyak dalam perjalanan sejarah negara ini. Mulai era prakemerdekaan, awal-awal kemerdekaan dan masa pengisian kemerdekaan, musik dengan produknya yang beragam karya lagu-lagu patriotisme telah mengobarkan jiwa nasionalisme dan semangat berjuang demi kemerdekaan tanah air tercinta ini.
Di masa-masa setelah perang kemerdekaan, musik tetap memiliki peran significant sebagai media pengagungan nilai-nilai luhur bangsa. Hingga di era High Tech sekarang musik merupakan salah satu industri yang menjadi profesi untuk menafkahi banyak orang [keluarga] serta bisa menjadi salah satu media edukasi bangsa yang efektif serta efesien.
Nah
bagaimanakah peranan musik bagi seorang blogger seperti saia? Bagi saya,
musik itu sperti air. Secara fitrah, musik membiaskan spectrum dan panjang
gelombang kebaikan. Saya jugak bukan tipically orang yang alergi pada suatu
jenis musik, karena baik dan tidaknya suatu jenis musik kembali pada CARA kita menikmatinya.
Saya bisa menikmati musik bergenre punyamnya Metalica, Helowen, D'masive, Keroncongnya Ibu Waljinah, musiknya Kyai Kanjeng, melow-nya Christina Perry atau Amy Search [Isabella], Musik kendang kempulnya Orang Osing, Campur sari Stasiun Balapan, pun alunan karya Bethoven/Chopin/MOzart.
Biasanya dan
seringnya, saat saat saya menulis/blogging/browsing biar gak kebawa boring dan atau jadi senewen: Mendengarkan Musik/lagu MUST GO ON! Bagi saya kegiatan
mendengarkan lagu/musik ini hukumnya semi wajib. Netbook running ON maka alunan
musik pun berkumandang dan seringnya sih dari radio yang stay turn pada satu
channel kemudian dibiarkan bebas mengudarakan siarannya. #Baiknya Saia kan?
Gak protes apapun menu siaran radionya? Memang tidak selalu alunan lagu
dari radio, kalau lagi pengen mendengarkan ragam lagu sesuai hati nurani ya
saya nyalain winamp dengan list lagu
selektif deh.
Kebiasaan mendengarkan musik sambil menulis sebenarnya sudah
menjadi habit sejak SMA. Saya lebih bisa enjoy belajar manakala
sambil mendengarkan alunan lagu. Dulu sih kata teman-teman saya aneh, wong
belajar kok ambil mendengarkan lagu-lagu. Tapi ternyata hal tersebut bisa
dibenarkan secara ilmiah lho. Seperti halnya menggambar atau berhitung yang
melibatkan kerja otak, dimana jika menggambar [bentuk kreatifitas] lebih banyak
menggunakan otak kanan dan berhitung [eksak] lebih banyak menggunakan otak
kiri. Maka kegiatan menulis [menurut saya] memerlukan kerja dari kedua belah
otak.
Logika sederhananya mungkin bisa dianalogikan sebagai berikut: Otak kiri dibutuhkan agar dapat menulis dengan alur bertutur yang rasional [baik karya tulis fiksi maupun non fiksi], yang coveregenya meliputi logika pengetahuan umum, psikologis sampai hukum sebab akibat. Sedangkan, otak kanan dibutuhkan berperan agar dapat berkreasi saat merangkai kata dan kalimat sehingga terbentuk alur runut, teratur dan ada soul-nya agar tulisan kita dapat dibaca dengan enak dan nyaman.
Hasil tulisan saya sendiri pun masih jauh dari kategori dapat dibaca dengan enak dan nyaman.
Tappppi boleh dunk berharap [berusaha] menuju ke arah sana, [TANPA tendensi sok
tau atau untuk unjuk eksistensi]. Dan ANDAI tujuan dapat dibaca dengan enak dan nyaman bisa tercapai, maka boleh dunk lanjut pada tujuan-tujuan
[baik] menulis lainnya: bisa menghibur, sharing pengetahuan dan atau atau menginspirasi hal-hal yang positif.
Iyyaaa sih, pada kenyatannya mendengarkan musik saat menulis bisa merupakan selera atau justru dianggap sebagai keterampilan tersendiri karena tentunya tidak semua orang bisa comfort/konsentrasi ketika melakukan kegiatan menulis yang disertai dengan mendengarkan musik. Dan sepertinya tulisan ini semakin nglantur kemana-mana lagi.
Jadi Eniwei,
baidewei......Semoga
penetapan Hari Musik Nasional membawa
energi perubahan yang positif bagi industri musik Indonesia unutk bangkit
berjaya baik dalam pasar musik dalam negeri maupun secara internasional.