Renungan: Titipan

Ramai dan hebohnya “bagi-bagi” uang yang belakangan ini menjadi head line news, bahkan kesannya jadi sumber rating pemberitaan sehingga baik surat kabar off line maupun on line serta On air pada bersang mempublish berbagai sisi dan sosok yang terkait dengan sang aktor utama. Bismillahirrahmaanirrahiim semoga saja semaraknya pemberitaan tersebut bisa diambil ibrahnya untuk TIDAK ditiru oleh bagi saya pribadi dan lainnya. Serta juga tidak menjadi stigma: biasanya berlalu bersama waktu…Dan sejenak ada baiknya saya bersharing tentang  sebuah Renungan: Titipan [Sebuah sajak oleh WS Rendra]

Seringkali kau berkata,
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titpan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?

Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?

Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?

Ketika semua itu diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja,
untuk melukiskan bahwa itu derita.

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan

Seolah........
semua "derita" adalah hukuman bagiku.

Seolah.....
keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika.

aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih...

Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku"
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku.

Gusti......,
padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku
hanyalah untuk beribadah.....

Ketika langit dan bumi bersatu,
bencana dan keberuntungan tidak ada bedanya.

“ Muamalah Allah SWT Terhadapmu Sesuai Dengan Muamalahmu Terhadap Hamba-Nya “






Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

29 comments:

  1. Super banget bait-bait puisinya..
    Semua memang hanya titipan, jika yang menitipkan mengambil kembali apalah daya kita..

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener Mas. satuan daya itu kan watt. jadi apa daya kita, apa watt kita. weladalahh

      Delete
  2. Gusti......,
    padahal tiap hari kuucapkan,
    hidup dan matiku
    hanyalah untuk beribadah.....

    Ketika langit dan bumi bersatu,
    bencana dan keberuntungan tidak ada bedanya.

    TITIPAN...
    Nyawa ini pun hanya sebuah titipan. Astaghfirullooh.. Astaghfirullooh... Astaghfirullooh...
    Kenapa diri ini selalu lupa bahwa semua ini HANYA titipan dari-NYA...?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kenapa diri ini sering lupa bahwa semua ini HANYA titipan dari-NYA...?

      Delete
  3. Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
    dan bukan Kekasih...

    Kata-kata Rendra ini memang menohok sekali ...
    Semoga kita tidak melakukan "itung-itungan" dengan NYA

    Salam saya Ririe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin, semoga kita bisa tidak melakukan "itung-itungan" dengan NYA

      #salam juga utk Om nh18 dan klrga

      Delete
  4. hadeuuh sebuah renungan yang sangat dalam..
    betuuul semua, hanya sebuah titipan .

    ReplyDelete
  5. memang judulnya semua titipan, tp jika tidak punya banyak titipan, semua akan terasa berat, karena rumah sakit, beli rumah, pendidikan, mobil butuh titipan uang, jadi singkat kata semua tergantung jabatan & kekuasaan, karena kita belum tahu apakah jika berkuasa bisa tetap jujur, karena fakta selalu berbicara data bukan retorika :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. retorika...ya? ketemu lagi dengan istilah ini deh

      Delete
  6. ini punya WS Rendra toh ternyata :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hayoo...jgn2 kirain ini tulsanku yaa? Hahahhaa

      Delete
  7. Kita harus berfilosofi seperti tukang parkir
    tidak senang berlebihan ketika mobil datang
    dan tidak juga sedih ketika mobil2nya diambil
    karena mobil2 itu hanya titipin dari sipemiliknya
    jika si pemilik mengambil, tidak ada alasanuntuk bersedih.

    sentilan puisinya bener2 makjleb

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau tukang parkir malah seneng jika mobil yg diparkir di ambil oleh pemliknya mas

      Delete
  8. menohok sekali mbak... Semoga saya bisa jadi lebih baik

    ReplyDelete
  9. semua hny titipan mbak, gk ada satu pun yg melekat ditubuh ini milik pribadi, semua hny titipan.., makasih sdh mengingatkan.. *smile

    ReplyDelete
  10. wah puisinya mantap sekali, jadi terharu..
    puisi ini sangat mengingat sekali..

    ReplyDelete
  11. set dah! ni blog makin keren aja tampilannya.. #slahfkus

    ReplyDelete
  12. iya Mbak, bener, momentum harta sebagai segala-galanya bagi sementara umat, memang mengkhawatirkan. semoga kita terhindar dari hal demikian. tapi pemberitaan yang seolah mendakwa ke kelompok tertentu, sedangkan kelompok lain yang berangasan malah terlupakan, juga menyakitkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yg lbh menyakitkan lagi sdh jls2 mengambil banyak keuntungan ~ uang negara, tp hukumannya msh lbh berat pencuri ayam tuh pak

      Delete
  13. manusia itu lebih banyak seperti iklan teh botol
    apapun agamanya, kalo sudah ketemu yang namanya duit agamanya langsung seragam...

    ReplyDelete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.