Semua tentu mau banget jika bisa achieved the glorius moment without any fighting....ada gak yahhh? Bismillahirrahmaanirrahiim Idealnya dalam segala bidang dan aspek kehidupan secara alami berlaku hukum ekonomi, seminimal mungkin tingkat pengorbanan dengan pencapaian hasil yang maksimal, dan syukur-syukur jika tidak perlu mengeluarkan pengorbanan tapi meraih hasil luar biasa. Lha bahkan meski tinggal menyantap sepiring nasi yang terhidang di depan kita saja tetap perlu usaha kan? Tidak ada pencapaian [sesuatu] without any effort at all....jadi cukup membuat saya berLABIL NgeBLOG saat memulai babak baru dengan status pindah kewargadesaan saya jadi penduduk Sleman, maka inilah beberapa hal pokok yang perlu adjustment pada diri sayah:
Sekian dulu edisi mendadak curhat, rasanya sudah berabad-abad saya tidak menuliskan kalimat-kalimat yang mengalir dalam alur yang membingungkan dimana dalam pengalaman sehari-hari kita benar-benar menyadari waktu “sekarang” sebagai kegiatan puncak yang membagi masa lalu [yang sudah diketahui kondisinya] dan masa depan [yang masih diliputi rahasia]. Kita menyadari tentang kediaman sementara: tentang hal-hal yang terjadi, yang meledak dan muncul menjadi kenyataan, untuk kemudian memudar menjadi kenangan yang menambah deret kisah dalam bingkai masa lalu. Kita membayangkan waktu mengalir me-lewat-i kita, diri kita bergerak menembus waktu, masa depan mendekat dan masa lalu menjauh, serta pemikiran kita memegang konsep-konsep yang penuh pertentangan dan beberapa asa yang sejauh ini gagal disesuaikan. Kita hanya bertanya, pada kecepatan berapa “sekarang” bergerak menembus waktu, dan bagaimana pengertian sementara dapat disesuaikan dengan keabadian.
Jika doktrin Parmenides menyatakan bahwa kenyataan adalah tidak berubah dan pengalaman kita adalah ilusi, mana yang benar---gagasan atau pengalaman?---merupakan masalah yang membuka perdebatan tanpa akhir, mungkin setipe dengan perdebatan lebih dulu mana telur atau ayam? Tuh kan, bener saya lagi bernostalgia lagi nulis model tulisan yang sablenk gettu?
- Adaptasi tempat tinggal baru [yang notabene saya kan model orang yang susyah poll kalau menghafal rute jalan, jadi harap maklum kalau sampai hari ini pun lokasi yang sudah saya hapal adalah: rute ke kantor, POM bensin, SD Muhamadiyah Sleman, Pasar, Tempat Les anak-anak]
- Baru stay 18 hari kemudian ditinggal suami long distance for about 42 days [langsung praktek jadi single parent plus berasimilasi dengan anak-anak yang sedari awal menikah frekuensi bersua di wiken duang],
- Situasi kerja baru dengan domain jobdes completely berbeda [ Start from Zero and Or menyesuiakan pada beberapa hal],
- Pola hidup dari yang enjoy as myself menjadi bersuami dan spontan jadi berlagak Ibu padahal tingkahnya masih jauh dari profil keibuan tuh.
- Dan no more dulu ahh, biar ada deposit buat cerita lagi kapan-kapan, hehehehee.
- NgeDROP BeWe: buat semuanya, MAAFKAN saya yaaa....plisss?
- Kadang bikin Postingan dengan closed comment: Bukannya gak ingin dikomentari lhoh?
- Banyak postingan yang Comment tanpa ada reply dari saia: Aselinya ya TETAP pengen rajin ngasih comment balasan kok.
- Sebulan full [Nopember] gak posting: masih memberanikan ikut Challenge dari KEB tapi hanya mampu sekali posting. Padahal berharap banget, kontes tersebut bisa jadi pemantik untuk regular bikin postingan.
Sekian dulu edisi mendadak curhat, rasanya sudah berabad-abad saya tidak menuliskan kalimat-kalimat yang mengalir dalam alur yang membingungkan dimana dalam pengalaman sehari-hari kita benar-benar menyadari waktu “sekarang” sebagai kegiatan puncak yang membagi masa lalu [yang sudah diketahui kondisinya] dan masa depan [yang masih diliputi rahasia]. Kita menyadari tentang kediaman sementara: tentang hal-hal yang terjadi, yang meledak dan muncul menjadi kenyataan, untuk kemudian memudar menjadi kenangan yang menambah deret kisah dalam bingkai masa lalu. Kita membayangkan waktu mengalir me-lewat-i kita, diri kita bergerak menembus waktu, masa depan mendekat dan masa lalu menjauh, serta pemikiran kita memegang konsep-konsep yang penuh pertentangan dan beberapa asa yang sejauh ini gagal disesuaikan. Kita hanya bertanya, pada kecepatan berapa “sekarang” bergerak menembus waktu, dan bagaimana pengertian sementara dapat disesuaikan dengan keabadian.
Jika doktrin Parmenides menyatakan bahwa kenyataan adalah tidak berubah dan pengalaman kita adalah ilusi, mana yang benar---gagasan atau pengalaman?---merupakan masalah yang membuka perdebatan tanpa akhir, mungkin setipe dengan perdebatan lebih dulu mana telur atau ayam? Tuh kan, bener saya lagi bernostalgia lagi nulis model tulisan yang sablenk gettu?