Peran [Penting] Brand .Postingan ini temanya memang serupa dengan di blog satunya, karena mendapat imel jika Job Ripiu yang baru sudah muncul sehingga saya bersangka kira pendaftaran yang sudah saya lakukan dengan blog berpelangi gak diterima. Jadilah saya mendaptar lagi dan pas dapat email balasan lha ndilalah di eprup pendaftaran untuk dua blog.
Ya sudahlah, Bismillahirrahmaanirrahiim bercerita lagi tentang baju anak, gak apalah toh sebentar lagi saya juga jadi orang tua yang harus pinter-pinter belanja baju buat anak-anak kok. Sampai saat ini sih saya masih model orang yang grusa-grusu kalau beli baju, asal modelnya sukak dan enak dipakai so pastinya mampu beli deh. Karena asas grusa-grusu ini kadang eh..seringnya saya alpha memeriksa detail baju: jahitannya ada yang cela apa gak, kancingnya terpasang sempurna atau longgar, warna-warninya ada yang pudar apa gak, dll.
Untuk urusan merk atau branded, bagi saya sifatnya flexible. Dalam pengertian bahwa saya gak minded harus brand yang terkenal, lha iyalah kalau branded TOP BeGeTe mana mampu saya beli tho? Tapi kalau saya bilang gak perlu beli barang yang ada branded-nya, tentu saya bo’ong banget. Secara strategi pemasaran dan hukum produksi #asal nyomot dasar teori!, barang yang mengisi transaksi jual-beli tentunya memiliki merk.
Dan menyinggung soal merk dan branded, so long time ago...jaman saya jadi MaBa nan unyu dan naif, saat acara Bakti Kampus [istilah di kampus lain OSPEK], ada salah satu peraturan aneh bin ajaib: Sepatu, kaos, celana, dan apapun yang diinstruksikan untuk dikenakan saat acara Bakti Kampus dikasih warning “No Branded”.
Lha saya bingung tho, mana ada sepatu, kaos, celana, topi dll yang tanpa Merk? Meski merk abal-abal, kan tetap saja barang hasil produksi baik skala besar maupun home industri ada merk-nya? Gethuk Lindri saja ada namanya, jual Bakso juga ada namanya, hand made juga dikasih label nama tho? Batik, syal, kaos kaki, sarung tangan, under wear...apa sajalah barang yang ekonomis tentu memiliki branded yang dipilih dengan alasan agar mudah diingat dan berkesan sehingga bisa membuat konsumen terkesan dan tertarik untuk membelinya lagi dan lagiiii.
Eniwei, saat itu ilmu Abu Nawas pun harus diaplikasikan....akal-akalan pun diterapkan: tulisan Merk-nya ditutup pakai lakban atau di Tipe-Ex...mana saja yang bisa menutupi tulisan merk pokoknya. Hingga acara sidak atribut pun tiba, senior dengan tampang sok bengis dan sadis men-interogasi tiap-tiap maba. Asal tahu, saat Bakti Kampus antara Maba dan Senior perbandingannya 1:1, bahkan bisa lebih banyak senior.
“ Kaos yang kamu pakai merk apa?”“ Gak ada merk kayaknya, kan dibuatin dari kampus untuk seragam BeKa, Mas?”“ Kalau Sepatumu merk-nya apa?”“ Juga Gak ada merk-nya?” Jawab saya sok PeDe karena merasa sudah menutup semua identitas merk sepatu.“Coba lihat bagian bawah sepatumu?” krompyang...glodak...luppaaa yang bagian bawah kan belum saya tutupi? #kenak lagi deh hukuman!
After that, bisa ditebak ceramah dari senior berintonasi sama sekali beda jauuuh dari suara Fatin X Factor Indonesia deh untuk didengerin, apalagi diselingi “hujan lokal”, huft....ampyuuunn. TAPPIIIII....ada point yang saya bookmark sejak saat itu bahwa branded atau merk atau apalah istilahnya merupakan bagian penting dalam pemasaran/penjualan sutau barang/produk. Bahwa sangat aneh jika suatu barang diproduksi untuk dijual tanpa diberi merk/brand. Adanya brand berfungsi sebagai ‘nama’ atau identitas agar barang tersebut bisa dikenal secara lebih luas dan big goal-nya tentu saja agar barang tersebt memiliki grafik penjualan pada titik kesetimbangan dalam interval waktu yang lebih lama.
Maka, untuk baju anak branded merupakan hal yang wajar jadi bagian dari kegiatan pilih dan pilah saat belanja baju untuk sang buah hati pastinya. Wong baju yang dibikin oleh skala industri rumah tangga seperti usaha konveksi pun ada Brand-nya kok. Kalau gak ada brand-nya bisa-bisa kayak minuman oplosan minyak tanah + premium + asam sulfat lhoh????
Eh, jangan protes kalau disini saya mbahasnya brand dalam definisi yang universal, BUKAN brand dalam definisi barang-barang yang high class and very expensive. Maklum dunk, kalau suruh beli barang branded yang dibandrol harga expensive paling ya ikutan teorinya Una..KW-KW gettu. Bukannya gak pengen yang Ori, ya mau sajah kalau ada yang ngirimi gratis tis tis sekaligus free of charge ongkirnya juga! Atau nanti deh kalau net income saya sudah dua belas digit ke atas......#ngigau dulu!
Untuk belanja grosir baju anak merupakan salah satu alternatif jitu yang dijamin bakal super irit dan bonusnya bakal lebih disayang suami karena jadi istri yang pandai belanja super hemat untuk urusan baju.
Namuuuunnnnn, untuk urusan lagi sakit kayaknya gak bisa deh jika pakai sistem grosir juga, apalagi minta bonus pas ke dokter? Bisa-bisa cabut gigi satu bonus satu tuh......#permisiiii kabuur dulu ah, mberesin yang “op-len”
NOTE: Maap, koyone Njudulnya kemelipen