Jika ada yang bertanya [saia tanya sendiri saja karena kenyataannya belum ada yang tanya kok....] sejak kapan saya iseng corat-coret nulis
puisi ngawur ala saya? Ingat saya sejak SMP tapi hanya sekedar nulis di lembar-lembar
buku tulis saat jenuh mendengarkan guru memberikan penjelasan yang berdurasi
lama #maafkan saya yaa para guruku. Makanya saat SMP saya tidak punya dokumentasi coretan puisi alay yang saya buat. Bahkan saat SMA
pun, saya masih suka-suka nulis puisinya di lembaran kertas kemudian dibuang. Baru saat kelas 3 SMA, secara sengaja
saya menuliskan dalam buku tersendiri.
Dan Bismillahirrahmaanirrahiim tentu saja model
kalimatnya lebih acak kadut dari sekarang. Bertepatan dengan Bulan Nopember
dimana terdapat moment bersejarah yaitu hari Pahlawan yang sebentar lagi kita
peringati, ternyata dari koleksi puisi lama tersebut, saya pernah membuat puisi
yang ber’ide tentang pahlawan. Mau tahu seperti apa puisi saya di jaman
SMA...inilah salah satunya yang saya beri judul : Darimu...
Dari jasamu,
Dari pengorbanan tanpa pamrihmu
Untuk cucumu
Kebahagiaan yang kunikmati kini
Udara kemerdekaan yang mengisi rongga
dadaku
Adalah buah perjuanganmu
Semua tulus kau relakan
Demi ibu pertiwi tanah tumpah darah
dan generasi keturunan, anak cucu
bangsa
Kini
Kau terbaring beku
Kau telah tiada lagi
Namun semangat ksatriamu
Merupakan selubung ‘kan terus menyala
Adalah warisan tiada ternilai buat
kami
“ Merdeka atau Mati !”
Nah,
itulah hasil karya puisi saya saat SMA. Tatanan kalimat dan diksinya lugu kan?
Tapi tulisan saya bagus kan? Iyalah bagus, wong saat SMA jabatan prestisus di
kelas sebagai sekretaris yang artinya siap rebonding
jari jemari karena tiap kali pelajaran yang banyak teorinya, kan sering ditulis
di papan.
Dan hasilnya saya menuliskannya dua kali, di depan kelas dan
menyalinnya lagi di buku tulis saya sendiri. Kira-kira, sekolah sekarang masih
ada gak ya muridnya di suruh nulis di papan tulis kayak dulu? Semoga gak ada, terutama
di daerah yang sudah melek teknologi, masak era digital begini masih nyuruh
muridnya mencatat? Maaf, jadi nglantur jauh amat yaaa....
Oke deh, selamat
menyambut Hari Pahlawan dan semoga jangan ada tawuran lagi yaaa...Jangan biarkan Indonesia
terkenal sebagai negara yang generasinya hobi tawuran.
Life is full of challenge, yang jelas BUKAN tantangan buat
tawuran seperti yang belakangan ini makin kerap terjadi. Dan Bismillahirrahmaanirrahiim rasanya
makan sayur tanpa garam jika saya tidak ikut “tawuran” yang diadakan Pakdhe Cholik yaitu Event
Tawuran yang elegan dan bonafite yang sah berdasarkan Undang-undang yang
berlaku di blogspere. Langsung saja pada tema baku yang diberikan: Cara Mencegah dan menanggulangi Tawuran. Dan
sebelumnya, dengan sengaja saya buat batasan untuk cakupan populasi pelaku
tawuran adalah range usia anak-anak [sekolah], sebab kalau orang dewasa baku
hantam itu bukan lagi dalam definisi tawuran [menurut saya], melainkan tindakan
kriminal dan anarkis!
Dari tema yang diberikan, maka saya menerjemahkan dalam dua point utama: Cara Mencegah dan Cara Menanggulangi terjadinya tawuran [dalam ragam formasi dan audience-nya].
Yang
Pertama, Cara Mencegah Tawuran atau
dalam kalimat lain preventive action dalam rangka untuk meminimalkan
trigger terjadinya tawuran atau jika boleh saya isitilahkan terjadinya ‘Hazard’
tawuran. Yang namanya mencegah, berarti harus ditetapan dulu CCP ~ Critical
Control Point-nya sehingga bisa diterapkan program atau kegiatan pragmatis yang
dapat mencegah timbulnya Hazard Tawuran.
Main stream
yang bisa dilakukan sebagai tindakan preventive terjadinya Hazard Tawuran
adalah menumbuhkembangkan sejak dini dalam diri setiap personal [tentunya
semenjak usia kanak-kanak] tentang nilai-nilai: agama, tanggung jawab,
disiplin, toleransi/tepa slira, saling menghargai dan menyayangi terhadap orang
serta hal-hal diluar diri pribadi.
Nilai-nilai tersebut tidak bisa hanya
sekedar dogma/teori yang di berikan pada anak-anak ibarat pembacaan dongeng.
Perlu adanya iklim dan aktifitas/kegiatan yang tepat sasaran sehingga secara
naturally meresapkan nilai-nilai normatif tersebut dalam pola pikir, sudut
pandang dan dinamika hati nurani pada diri anak.
Dan saya
mengklasifikasikan Crtitical Control Point tersebut dalam 3 hal saja [kalau
banyak-banyak, malah saya nanti yang bingung membuat penjelasannya dan bisa
bikin tawuran baru: adu komentar deh. #Abaikan] , yaitu:
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga sebagai ‘sekolah’ pertama dan
memiliki peran dominan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang,
maka dari lingkungan keluargalah harus dimulai proses pembelajaran dan
penanaman nilai-nilai agama, tanggung jawab, disiplin, toleransi/tepa slira,
saling menghargai dan menyayangi. Sebagai ilustrasi sederhana, berikan kegiatan
yang bisa dilakukan dan disukai anak-anak misalnya memelihara ayam.
Masing-masing anak berikan seekor ayam untuk dirawat dan dipelihara. Secara
perlahan, masing-masing anak akan terbawa dalam euforia untuk bertanggung
jawab, disiplin, berkerja sama, bermusyawarah, saling membantu, serta
menumbuhkan rasa kasih sayang yang tulus sebagai out put kegiatan memelihara
ayam tersebut. Tentu saja ini hanya salah satu contoh yang saya adopsi dari
masa kecil saya.
Di rumah kami dulu, ada ayam, kambing dan
sapi [pernah juga ada yang menitipkan kerbau] yang sebagian besar tanggung
jawab pemeliharaannya dilakukan oleh anak-anaknya orang tua kami
[termasuk saya dunk], serta order bekerja di sawah untuk membantu orang
tua tentunya. Pekerjaan rutin [selain mengurusi diri sendiri] yang kami lakukan
sehari-hari di luar jam sekolah tersebut memberikan penguatan karakter baik
pada diri kami sehingga secara otomatis memiliki komitment untuk menajadi
anak yang baik dan tidak bikin masalah saat berinteraksi di luar rumah. Kalau
hal-hal yang namanya kenakalan anak-anak....ya tetaplah masih kami lakukan,
tapi kami punya alert sensor untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan dan
membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan CCP kedua yang memiliki
peran significant bagi pembentukan kepribadian anak dengan integritas sikap
yang solid. Dan tentunya hal ini membutuhkan media/kegiatan yang bisa menjadi
sarana efektif untuk memberikan ‘intervensi’ pada pola pikir, tingkah laku dan sikap/attitude anak. Kurikulum pendidikan agama, moral, ilmu sosial [bermasyarakat] dan yang
sejenisnya memang suplemen teori yang dibutuhkan sebagai dasar hukum bagi anak
untuk memilih dan memilah mana yang benar dan salah. Tapi perlu diingat bahwa
penyampaian teori hanya bisa diserap secara optimal dalam 10-15 menit,
selebihnya akan dianggap siaran berita yang tidak membekaskan kesan apa-apa.
Jadi sangat penting adanya kegiatan EKSKUL atau UK [unit kegiatan] yang
memiliki unsur-unsur team work, leadership, kompetitif dan solidaritas.
Beberapa jenis kegiatan yang bisa saya
sebutkan dan menurut saya recomended untuk dijadikan hot list ekskul/UK adalah:
Pramuka, PMR, Pecinta Alam dan Penalaran. Dimana dalam kegiatan-kegiatan tersebut
bisa dimasukkan materi-materi tentang agama, moral dan ilmu sosial yang dikemas
sedemikian rupa disesuaikan dengan jenis kegiatan EKSKUL/UK-nya. Oia, OSIS juga
ding...dan masih banyak lagi rupa-rupa kegiatan yang bisa dijadikan wadah
penyaluran gairah masa remaja sehingga siswa tidak sempat kepikiran dengan
tawuran dan lebih hebat lagi tidak mempan dengan segala macam provokasi untuk
tawuran!
3. Lingkungan sosial [masyarakat sekitar]
Senada dan equal dengan lingkungan sekolah,
maka peran serta lingkungan sosial masyarakat juga memberikan kontribusi aktif
terhadap ‘kesehatan’ pergaulan anak-anak. Merupakan bentuk yang responsif jika
di setiap lini atau unit masayarakat dihidupkan organisasi kepemudaan semacam
karang taruna [apalagi ya comtoh lainnya?], sehingga akan terjadi interaksi
antar anak-anak yang nota bene berasal dari sekolah-sekolah yang heterogen
sehingga tercipta suasana kebersamaan yang guyub sehingga secara halus bisa
mencaikan rasa superior bagi yang sekolahnya favorite dan meningkatkan rasa percaya
diri buat yang bersekolah kurang favorite. Dengan demikian gap dan kesenjangan
sosial biasa dieliminasi dan memudarkan friksi-friksi pertikaian yang mungkin
terjadi.
Yang Kedua,
Cara Menanggulangi Tawuran berarti
konteksnya tawuran sedang terjadi atau muncul Hazard Tawuran, maka hal-hal yang
harus dilakukan adalah:
1.
Hentikan Tawuran. Ya iyalah, kalau terjadi tawuran ya
HARUS segera dihentikan agar tidak ada korban berjatuhan. Pihak keamanan,
Hansip, Kamra, Satpol, Satpam, Satgas....semuanya harus status siaga setiap
saat karena jobdes utama mereka kan how to handle stabilitas sosial. Logikanya
tawuran itu sebelumnya kan sudah merebakkan isu jika kelompok A dan B akan
duel. Seperti Nyala api yang berkobar, sebelumnya pasti ada asap kan? Jadi
harusnya tindakan penanggulangan tawuran ini bisa dilakukan secara cepat
seperti kinerja tim gegana yang menjinakkan bom yang tidak pernah menganggap
sepele info yang diterimanya jika ada yang hendak melakukan pengeboman. Nah,
jika peristiwa tawurannya masih tahap-tahap awal dan segenap Tim penjinak
tawuran cepat tanggap, kan bisa relatif lebih mudah diredakan. Misalnya saja di
puterin lagu iwak peyek atau Bang Thoyib....kan bisa tuh jadi
pengalih perhatian sehingga tidak jadi tawuran.
2. Investigasi: cari
sumber/the main cause terjadinya tawuran. Ketika
tawuran sudah bisa diblokade, diatasi dan dihentikan, bukan berarti masalah
tawuran already solved. Sangat perlu untuk dicari sumber dan penyebab
terjadinya tawuran tersebut. Hazard tawuran meledak pastinya karena terjadi
deviasi dan ketidaksesuaian terhadap salah satu dari ketiga CCP [keluarga,
sekolah dan masyarakat]. Jadi sangat penting untuk ditemukan sumber percikan
[api] tawuran tersebut agar bisa dilakukan corective action secara substansial.
Contoh sederhananya, ketika kita melihat lalat menclok pada makanan.
Langkah pertama yang kita lakukan tentu mengusir si lalat pemberani itu.
Kemudian dicari penyebab kenapa lalat bisa sampai PeDe nyamperin
makanan...ternyata tuh makanan gak ada penutupnya, maka perlu diletakkan
kembali penutupnya. Dan ini belum selesai, karena kondisi normalnya makanan
tersebut ditaruh bersama penutup. Jadi perlu dicari kenapa tuh penutup bisa
mengalami relokasi? Gak mungkin kan penutup makanan pindah sendiri?
3. Problem
solving/follow up terhadap hasil investigasi. Melanjutkan point “
mencari sumber tawuran’ di atas, maksud saya adalah The main reason
terjadinya Hazard tawuran HARUS ditemukan sehingga bisa dirumuskan serangkaian
action untuk menghentikan sumber terjadinya tawuran. Karena jika tidak
diselesaikan sampai ke akar masalah, maka jangan heran jika akan ada
“warisan” dendam dari generasi ke generasi yang dianggap sebagai sikap
patriotisme/loyalitas yang membabi buta terhadap leluhur [senior]
sebelumnya. Seperti peristiwa tawuran yang belum lama ini terjadi antara dua
SMAN di Jakarta yang katanya terkenal musuhan sejak lama. Pertanyaan saya, wong
semua pihak sudah tahu jika dua institusi sekolah tersebut bermusuhan, kenapa
tidak dibuatkan MOU semisal bikin saja program pertukaran pelajar diantara
kedua SMAN tersebut secara kontinu. Sehingga masing-masing pihak akan pikir
ulang jika hendak tawuran lagi karena sebagian teman-temannya sedang berada di ‘kandang’ lawan kan?
Dan problem
solving lainnya adalah terhadap pelaku yang terlibat tawuran. Saya pribadi
kurang sependapat jika mereka dikenakan sanksi hukum pidana mengingat mereka
masih dalam usia anak-anak sekolah. Pemberian hukuman pidana bisa jadi bukan
membuat efek jera, tapi justru akan membuat ‘luka’ baru yaitu : justice
sosial. Maka dari itu, saya lebih suka jika pelaku tawuran secara bersama-sama
diberikan sanksi pengabdian sosial seperti di panti asuhan, panti werdatama,
Rumah sakit atau bila memungkinkan dikirim ke daerah tertinggal untuk kurun
waktu tertentu. Ya pastinya tetap dengan pengawasan langsung yang ketat serta
monitoring yang comprehensive.
Wah, kok
panjang kali lebar nian tulisan ini yaa... Agar tidak semakin berkepanjangan
maka demikian dulu opini sederhana saya tentang Bagaimana Mencegah dan
Menanggulangi Tawuran. Meski tak ada ide yang fresh from the oven dalam tulisan
saya ini, minimal semoga bisa melengkapi wacana kita semua bahwa tawuran harus dan
sangat bisa dicegah sejak dini....
Artikel
ini diikutkan pada kontes Unggulan Indonesia bersatu:
yang
diselenggarakan Oleh Taman Blogger
Ini
tentang sebuah peristiwa ‘sesaat’ tapi cukup membuat ‘shocking theraphy’ bagi
saya. Peristiwa yang secara tidak sengaja pernah saya jumpai di suatu ketika [di negeri atas angin dan jaman antah
berantah]. Kala itu, ketika untuk sekian tahun saya tidak pernah mendengar
kata “tempeleng” diucapkan langsung atau sengaja ditujukan pada diri saya,
kalau toh saya pernah mendengarnya juga secara tak terhindarkan telinga saya
mendengarnya saat ada orang bertengkar
pada doeloe kala.
Ketika saya mendengar kalimat yang diselipi kata “tempeleng” di jaman antah berantah itu, saya berasumsi telinga ini salah dengar...saya meyakinkan diri bahwa kalimat tersebut tidak serius. Iyah, saya beranggapan kalimat “ Nanti kamu tak Tempeleng!” aselinya sekedar bercanda terlebih itu diucapkan oleh seorang ayah pada putri kecilnya yang berusia sekira 4 tahun.
Bismillahirrahmaanirrahiim, ketika saya melihatnya langsung, serta-merta ada ketakutan, ngeri, juga sedikit
gemetar menghinggapi diri saya karena ternyata si Ayah tersebut tidak sedang
bercanda! Saya mengira dan berharap ‘little
accident’ itu hanya sesaat saja.
Tapi ternyata masih berkelanjutan..nyata
sekali saya melihat ekspresi sang Ayah yang penuh amarah dan menakutkan
sehingga si anak spontan menangis. Dan melihat si anak menangis, bukannya
amarahnya reda tapi justru diperjelas dengan beberapa kalimat lagi hingga sang
Mama langsung menggendong putri kecilnya serta berusaha meredakan letupan emosi
suaminya. Dan saya pun tak berani berlama-lama jadi penonton tak diundang,
dengan agak tergesa-gesa pun saya segera berlalu dari some where no where
tersebut, tidak berani memamerkan senyum untuk menyapa atau sekedar membunyikan
klakson pada kucing yang sedang melintas.
Kejadian
di negeri antah berantah tersebut, bukan hanya sukses membuat saya merasa tidak
enak/serba salah telah terikutkan melihatnya, deeply saya merasa takut dan ngeri, ehmmmagak gemetar juga sey, maklum meski saya
sering kena omelan ortu atau bentakan senior saat jaman Bakti Kampus [OSPEK] tapi tidak pernah sampai terselipkan kata ‘tempeleng’
yang dilafalkan demikian sangat fasihnya!
Banyak
pertanyaan dan rasa tak percaya jika saya mendengar kata “tempeleng” [after so
long time ago] dan terlebih ditujukan pada sesosok makhluk mungil yang lucu dan
imut-imut. Saya juga tidak sanggup membayangkan jika saya adalah si Obyek yang
menerima kata ‘sakti’ tersebut.
Membaca Buku
yang berjudul “Ah,
TUHAN sayang padaku kok...” yang berisi
berisi kisah-kisah ringan yang terjadi sehari-hari di sekitar kita, tentang
soal Tuhan, ultah, patah hati, egoism, figure ibu yang menakjubkan, ketamakan,
hingga fenomena theng crenthel ~ pakaian minimalis yang semakin menjadi
pemandangan lumrah
dimana-mana. Remah-remah kehidupan yang dituliskan oleh Edi Mulyono dengan
cara yang gokil, ndagel, dan nakal…dan saya
suka dengan quote ini: This river I forgive you, but
the next river I kill you ! No may more out water eye ! Safe walk…!!! . Isi
buku ini sebenarnya kumpulan dari notes yang dibuat oleh sang penulis (yang
juga direktur penerbit Diva Press) dalam akun FBnya.
Selain quote di atas,
adalagi satu bab yang memikat karena uraian-nya yang Makjleb menyindir saya
banget, yaitu pada Bab yang judulnya sekaligus dipilih sebagai judul buku ““Ah, TUHAN sayang padaku kok...” Dan Bismilllahirrahmaanirrahiim ini
adalah resume dari bab tersebut, sekiranya bisa jadi wacana/renungan
bagi saya khususnya dan yang berkenan singgah di sini.
============================================================
“ Sungguh, Tuhan begitu
sayang padaku, padamu. Tuhan selalu memberikan yang terbaik buatku, buatmu,
namun aku dan kamu lebih sering memberikan alasan pada Tuhan untuk menghadirkan
hal yang kurang baik....”
Memberikan alasan pada
Tuhan? Kalimat yang sederhana namun jika direnungkan sungguh dalam banget
maknanya, demikian menyentak, membentak, menampar, begitu telak: SEKAKMAT!
Telah begitu dasyat nan luar
biasa segala yang disuguhkan Tuhan dalam kehidupan ini, dari yang logis sampai
yang nggak masuk akal. Dari yang diatas kertas bisa digapai hingga sama sekali
tak terlintas dalam miliaran sel otak.
Tuhan begitu sayang padaku, cinta padaku, memberiku bahkan segala apa yang nggak sempat kuminta kepada-NYA, menghadiahku segala yang bahkan aku nggak akan pernah menggunakannya. Tapi apa hal gerangan yang telah keberikan pada Tuhan? Apa hal-hal prinsipil secara hamba yang telah kulakukan untuk membalas segala kebaikan Tuhan, anugerah-anugerahNYA selama ini? Nggak ada!
Tapi nggak, bahkan aku kian lancang
padaNYA. Aku makin rajin memberi-NYA alasan dan nyatanya Tuhan masih saja
menganugerahiku berbagai nikmat yang tanpa henti. Benarkah Tuhan mencintaiku?
Menyayangiku? Hingga DIA nggak tega menyakitiku? Entahlah...
Yang pasti kutahu sungguh
teramat sering aku menganggapNYA sebagai Dzat yang amat sangat mencintaiku.
Cinta yang menghadirkan energi untuk mengerti, memaafkan dan memperhatikan.
Lantaran filosofi cinta macam inilah maka Tuhan kuposisikan sebagai Dzat yang
niscaya sudi mengerti, memaafkan dan memperhatikanku. Sehingga dimataku,
kendati aku sering mengecewakan-NYA dengan melanggar laranganNYa,
mengabaikanNYA dengan tidak istiqomah atas perintah-NYA dan mengecilkanNYA
dengan sering tidak mengingat keberadaanNYA dalam hidupku, niscaya Tuhan akan
tetap mengerti, memaafkan dan memperhatikanku.
Aku seringkali begitu pede
lantaran merasa melakukan kebaikan yang disukaiNYA dengan meng-klaim bahwa amal
baikku akan menghantarku memperoleh RidhloNYA dengan disediakan bagiku sebuah
istana megah di surgaNYA! Ah pede banget aku, kendati dalam hati kadang
terlintas juga” Benarkah amal baikku itu diterima? Kalaupun diterima, apa iya
amal baikku itu mampu mengimbangi amal-amal burukku selama ini?” Padahal Tuhan sama sekali
nggak butuh aku menyembah, mengabdi atau beribadah padaNYA. Bahkan, tanpa
adanya aku pun di dunia ini, Tuhan tetap sebagai Tuhan tanpa terkurangi setitik
pun kualitas keTuhanan-NYA. Lalu apa landasanku pede meng-klaim Tuhan sayang
banget padaku hingga apapun yang aku lakukan, Tuhan akan tetap negrtiin aku,
maafin dan merhatiin aku? Aku tak menemukan jawabannya.
Apa sih pentingnya aku ini bagi Tuhan kok mau-maunya Tuhan berbuat begitu sayang padaku? Dan apa juga dampak negatifnya bagi Tuhan jika DIA nggak merhatiin aku, mengabaikan aku? Nggak ngaruh blass!Ah, aku ini manusia biasa kok, banget malah!Secara rasio, aku tahu bahwa keberadaanku dan semua tindakanku sama sekali nggak ngaruh terhadap eksistensi Tuhan dengan segala keagunganNYA.
Merenungi kembali kalimat “....lebih sering memberikan
alasan pada Tuhan untuk menghadirkan tindakan kurang baik....” adalah sikap manusia
dalam menyikapi perintah dan larangan Tuhan dalam kehidupan ini akan memberikan
dampak positif/negatif akan ditentukan leh sikap masing-masing atas perintah
dan laranganNYA. Sekalipun Tuhan memang begitu sayang padaku, padamu atau padanya, jangan
suka menciptakan alasan pada pada Tuhan untuk memberikan hal buruk pada
kehidupan kita.
Ah, aku tahu betapa dalamnya makna kalimat di atas, betapa baiknya itu
unutk dijadikan prinsip hidup, tapi kenapa ya kok masih saja terkungkung dalam
ke-pede-an bahwa Tuhan begitu sayang padaku sehingga dosa-dosa akans elalu
diampuni, dimaafkan dan dimaklumi? Sehingga aku pun masih sama seperti
hari-hari kemarin: rajin melanggarNYA, masih istiqomah menyepelekanNYA dan suka
jago melupanNYA?!!
============================================================
Kebenaran dalam pandanganku,
Mengandung satu kesalahan dalam pandangan orang lain.
Dan kebenaran dalam pandangan orang lain,
Mengandung satu kesalahan dalam pandanganku. (Imam syafi’ie)
[Memang] Semestinya Saia Lakukan. Saat membaca postingan Mbak Niken yang sedang menggelar hajat First Give Away dengan tema FROM ZERO TO HERO, aseli plus jujur saya tidak berani tunjuk niat untuk ikutan.
Simply reason: saya merasa masih Zero to Zero, lha hal Heroik apa yang telah saya lakukan? Jangankan untuk orang lain, untuk orang-orang terdekat saya saja [sepertinya] belum ada ‘sesuatu’ yang hebat dan bisa di sebut tindakan seorang Hero! Tapi demi membaca detail kriteria untuk tulisan di event GA ini.
“.....berbagi kisah mengenai Hero dalam diri kita. Bisa menceritakan tentang sosok seseorang, peristiwa yang mengesankan, atau petunjuk yang datang. Yang semuanya mampu membuat kita bangkit dan menyadari bahwa kita punya kekuatan untuk merubah hidup kita ke arah yang lebih baik.....”. maka Bismillahirrahmaanirrahiim saya memberanikan ikut memeriahkannya. Bukan tentang kisah heroik atau hal lain yang luar biasa, melainkan hanya sebuah sikap biasa dan keputusan yang sewajarnya dilakukan oleh seorang kakak/saudara.
Ini tentang moment-moment menjelang pernikahan adik saya. Dalam Agama dan secara logis serta ilmiah memang tidak ada ketentuan jika seorang kakak harus menikah lebih dulu dari adiknya. Namun variabel budaya dan pola pikir lingkungan sekitar [saya] masih terbawa ‘biasanya’ serta hukum wagu jika adik laki-laki mendahului mbakyu-nya menikah. Entah mitos apalagi yang terakit hal itu, saya kurang paham. Yang jelas ketika seorang adik menikah mendahului kakaknya tak jarang menimbulkan friksi, terutama jika adiknya laki-laki dan sang kakak adalah perempuan. It’s happen to me, adik saya sudah mantap dengan calonnya sedangkan saya masih absurd dengan siapa dan kapan akan menikah.
Tak ayal, niat adik untuk meresmikan hubungannya menuju jenjang pernikahan pun menghadapi ganjalan cukup serius karena orang tua saya terutama Ibuk keukeuh menginginkan saya menikah lebih dulu. Dan saya paham banget jika Adik saya tak mungkin berani melangkahkan kaki menuju jenjang pernikahan selama sikap Ibuk masih No excuse untuknya. Kakak-kakak saya lebih bersikap netral, meski awalnya juga mendukung sikap Ibuk. Tapi perlahan sikap para kakak memang meluluh demi menyadari adik saya yang sudah bekerja dan usianya juga menjelang kepala tiga.
Dan bagaimana dengan sikap saya?
Beberapa bulan saya tidak menyatakan sikap apa-apa, saya tidak menentang keinginan adik tapi juga tidak menyatakan sikap setuju. Toh secara eksplisit dia belum mengatakan pada saya tentang niatnya untuk menikah? Deep inside dan sisi manusiawi, saya pengen segera menikah juga..saya ingin menikah lebih dulu dari adik! #sisi superioritas sebagai kakak mendominasi.
Dalam masa beberapa bulan status sikap saya yang quo, saya pun perlahan mengendapkan rasa dan merenungkan semuanya dengan mengesampingkan sisi egoisme diri saya. Saya yakin adik saya pun mengharapkan saya lebih dulu menikah. Saya tahu dan bisa merasakan semua orang mengkhawatirkan saya karena belum jg menikah, juga apresiasi dari orang-orang di desa kami dengan segala sudut pandangnya jika adik menikah lebih dulu.
Every single breath, saya menyadari usia kami bertambah. Lelaki yang dijanjikanNYA sebagai Imam bagi saya masih belum ada penampakan sementara saya tidak bisa ASAL menikah jika Cuma untuk mengganti status kan?. Sedangkan adik sudah ada titik terang calon pendamping hidupnya yang saya tahu seorang gadis yang sholehah, baik hati dan pandai tentu saja. Dan saya pun tidak bisa memastikan dalam kurun waktu setahun mendatang akan menikah? Kecuali SUNNATULLAH, tentu saja.
ANDAI sekalipun adik bisa dan mau menunggu, tapi sampai batas waktu berapa lama? Berharap segera bisa menemukan jodoh saya dan tetap ikhtiar serta berdoa itu pasti, namun saya juga harus mengambil sikap karena adik saya tak akan berani menikah tanpa restu dari Ibuk. Maka saya pun harus menguatkan hati dan membulatkan tekad: meyakinkan ibu agar berkenan memberikan restu buat anak bungsunya untuk segera menikah.
Lahir lebih dulu kan tidak berarti harus menikah lebih dulu tho? Memangnya siapa saya kok egois mengklaim diri mesti menikah dulu karena kebetulan dilahirkan sebagai kakak perempuan baginya? Sementara Sang Pengatur Hiduplah yang punya Kehendak Mutlak selalu memberikan skenario yang terbaik.
Saya juga minta salah satu kakak perempuan kami yang lebih memahami bagaimana cara ‘berdiplomasi’ efektif dengan ibuk untuk meyakinkan beliau bahwa InsyaAllah saya baik-baik saja..bahwa saya akan bisa menerima kenyataan dan semua efek sosial yang mungkin muncul jika adik saya menikah lebih dulu.
Saya berharap dengan pernyataan sikap saya semoga Ibuk bisa legowo merestui rencana pernikahan anak bungsunya tersebut. Orang lain kan sudah kodratnya berkomentar jika melihat sesuatu yang dalam skala ukurnya dirasa kurang pas, toh itu lama-lama juga akan menguap seiring waktu yang berlalu.
Demikian keyakinan saya meski beberapa butir transparan menetas jatuh untuk menyertai pilihan sikap saya tersebut. Saya tahu proses dan kemantapan hati saya untuk memberikan dukungan dan menyetujui agar adik menikah lebih dulu merupakan hal yang sudah sewajarnya saya lakukan, jadi BUKAN sesuatu yang heroik [walau melalui perdebatan hati, emosi, perasaan, akal, logika.....apa lagi ya?] tapi [Memang] Semestinya Saia Lakukan.
Jika saya renungkan lagi, alasan confidential lainnya adalah saya tidak ingin menjadi orang yang paling bersalah karena membuat proses hidup adik saya dan banyak orang lain akan terhenti. [Calon] istri adik saya tentu anak gadis dari orang tua yang punya kecemasan yang sama dengan yang dirasakan orang tua kami. Juga kakak dan adik dari seseorang dan bagian dari anggota masyarakat yang punya punya cara penilaian heterogen seperti lingkungan kita juga.
Dan Alhamdulillah, sekitar setahun kemudian yaitu sekitar 3 tahun lalu adik saya menikah [mungkin dia masih ingin memberi saya jeda waktu siapa tahu jodoh saya segera datang] dan inilah putri mungilnya yang bernama Queen Balqis.
Let's keep spirit up, yukk ah menyanyi dulu ... HERO-nya Mariah Carey:....
There’s a hero if you look inside your heart...
You don’t have to be afraid of what you are...
There’s an answer if you reach into your soul....
And the sorrow that you know will melt away...”
ijinkan Tulisan
ini diikutsertakan pada LovelyLittle Garden's First Give Away
yang diadakan oleh Mbak Niken Kusumowardani
Menanti Oase. Mencoba lagi
dan lagi menulis bait-bait puisi yang beralur pada rasa ingin menulis dengan
kemampuan bersyair yang seadanya atau mungkin hanya ingin mengalirkan
serangkaian kata-kata tanpa alur kesastraan sebuah puisi yang seharusnya. Bismillahirrahmaanirrahiim harap
dimaklumi jika puisi ini pun masih yang
kesekian kalinya terbentuk karena rasa PeDe over dosis saya yang menyebut
beberapa paragraf tulisan [dengan maksud, makna dan inti membingungkan bagi yang
membacanya] dalam kategori ‘puisi’
Ijabah Oase
Pilar
cahaya purnama masih menyiram lembut cakrawala
Saat Frase tanya gemulir dalam serempak
nada
Melesat
pada kisi-kisi yang berparalel
Pada
titik tengah sahara kehidupan
Pada
nadir ketidaktahuanku
Sementara
tertegun pada jeda rasa yang terkurung
mengantarkan
gelisah berlayar mencari jawab
melalui
bait-bait doa
seiring desah nafas pada dinamika udara
dalam
senyap yang meringkas semesta
Pamrihku
adalah
membiarkan
kemarin melaju pada bingkainya
dan
mengkhatamkan risau gundah ini
di
simpul-simpul syaraf yang tak menentu
akan
sebuah penantian panjang yang merindukan oase
Romansa
tanya ini bergilir dalam Elegi pagi dan siluet senja,
Melarutkan
Doa dan pengharapan,
Tak
terpisah serupa ikatan kovalen oksigen
Maka
kumenyerahkan gundah ini pada keESAan
Menanti
sebuah ijabah niscaya dari langit
Sometimes we're so focused on finding our happy ending
Then We don't learn how to read the signs.
Note: Judulnya belum 'klik':(
Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit. Karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan JANGAN PERNAH MENYERAH UNTUK MENCOBA. ~ Ali Bin Abi Thalib

- Ririe Khayan
- Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com
-
Ikan dan Belalang (berdasarkan ajaran agama yang saya anut) termasuk jenis [bangkai] hewan yang halal untuk dimakan. Tapi tidak berarti k...
-
Kenapa dan Bagaimana Ular Masuk Rumah ? Bagi orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan atau lokasinya masih berdampingan al...
-
Jika ada pertanyaan: Sehat ataukah sakit yang mahal harganya? Bismillahirrahmaanirrahiim , kalau menurut saya, secara ‘value’ kondisi se...
-
Cara Membuat Paspor untuk Anak di bawah 17 tahun Secara Online . Sebenarnya persyaratan dan alur pembuatan proses secara langsung ( walk i...
-
Waspadai Terjadinya Perdarahan Implantasi yang Dikira Haid Ternyata Hamil . Jika Anda sedang berusaha punya anak, menunggu kapan Anda resmi ...
-
Sebaiknya dikesampingkan dulu bila ada yang beranggapan Akun GA di Banned, tak bisa diaktifkan. (Ternyata) Google Adsence Bisa Aktif Kem...
-
P anic attack Ketika Terkena HERPES Zoster . Mendengar kata HERPES, bisa jadi sebagian orang langsung tertuju pada nama penyakit yang satu ...
-
Keracunan Ikan, Alergi Makan Ikan Laut dan Hubungannya Dengan Kandungan Histamin .Mungkin kita pernah mendengar peristiwa keracunan sete...
-
Punya pengalaman menghadapi anak yang susah makan? Ada yang baper karena selera makan putraatau putrinya belum variatif yang berputar seki...
-
Usai long wiken Idhul Adha...jadi ngayal kalau tiap bulan ada long wiken 4 hari gitu pasti indah sekaliiiii...... #Plakkk [digampar klomp...