( Rahasia Diantara ) Umami, MSG dan Chinese Restaurant Syndrome. Kita tentu sudah familiar dengan 4 rasa dasar pada makanan yaitu rasa asam, asin, manis dan pahit. Tapi selain 4 rasa dasar tersebut, masih ada 1 rasa dasar lagi dinamakan rasa dasar kelima yang konon dikenal dengan sebutan
UMAMI.
Rasa Umami merupakan tambahan untuk ke-4 komponen yang sudah famous dicecap indera perasa kita yaitu rasa GURIH pada lidah. Dimana salah satu senyawa yang diklaim bertanggung jawab terjadinya rasa gurih pada lidah dalam makanan adalah Monosodium Glutamat (MSG) sebagai trigger rasa umami ini.
Bismillahirrahmaanirrahiim Akhir akhir ini sering baca seliweran sharing di FB tentang jin peludah makanan, yang katanya merupakan penglaris yang dipakai pedagang jika ingin makanannya laris. Ya sih, kadang ada warung – warung yang makanannya lebih enak jika dimakan ditempat.
Bakso dan mie ayam yang jamak kita temui memiliki trend yang bejubel pengunjung dan rata-rata disantap ditempat. Pernahkah kita mencari tahu tentang rahasia kenapa makanan – makanan tadi selalu enak jika dimakan ditempat? Weiits, tapi jangan harap saya menjelaskan tentang jin peludah makanan disini ya. Ngetik namanya aja saya ngerik. Apalagi bahasnya. Abaikan tentang jin peludah atau mantra penglaris, karena saya tidak punya ilmunya. Hehehehe
 |
Bakso Kuah Sayur |
Eh iyyaaa, sebelum bercerita lebih ngelantur lagi, perlu saya kasih prolog jika postingan ini merupakan edisi GUEST POST perdana di blog saya. Sekarang mari kita simak sharing ilmu ghaib dari teman saya yang berdomisili di Banyuwangi ini.
Cerita punya cerita, dulu pas kami masih sama-sama di Banyuwangi, kami sering banget berkelana rasa di warung – warung sekitaran Banyuwangi. Yang paling sering ya, makan bakso. Dan ketika makan, biasanya ngobrol ngalor ngidul gak jelas sampe baksonya dingin, hahaha... Eh ya, bakso adalah salah satu makanan yang seringkali disuspect pakai aji-aji penglaris lho.
Konon, warung bakso yang lariiiis banget, terkadang pas baksonya dibawa pulang, jadi nggak enak rasanya. Nggak selezat ketika makan di tempat. Konon oh konon, dari desas desus yang beredar warung yang begitu ramai dahsyat dikira menggunakan penglaris. Bentuknya bisa macam-macem, ada yang pocong, ada yang gendruwo, wewe and so on and so on. Kesemuanya, prinsip kerjanya adalah ngeludahin makanan yang akan dimakan oleh pembeli. Yaiks banget kan yak jadinya.
 |
TomYam |
Tipis – tipis di memori muncul, jaman masih kuliah dan unyu-unyu dulu, pernah belajar sedikit tentang ilmu pangan. Pak dosen pernah jelasin, kalo jin penglaris bukanlah pemegang kunci kenapa warung bisa jadi laris manis. Bisa nebak siapa pemegang kuncinya? Yakk.. benar, pemilik warungnya. Setiap tutup warung, kan selalu dikunci, dipegang deh sama yang punya. *dilempar bakso*
Baiklah, saya akan serius kali ini. Masih mau menyimak true story ala saya tentang “makhluk ghaib” yang menjadikan makanan gurih renyah melekat dilidah kan? Jadiii, makanan – makanan berkuah tadi, bakso, mie ayam, soto, rawon, bisa endes banget ketika makan ditempat karena kerja baik dari MSG. Loh koq MSG. Monosodium Glutamat? Waiyya, bener. MSG adalah kristal garam natrium glutamat hasil reaksi antara NaOH dan asam glutamat. Asam glutamat sendiri berasal dari fermentasi molase dan sumber karbohidrat lain oleh Corynebacterium glutamicum.
MSG dikelompokkan dalam golongan food aditif ( bahan tambahan pangan ) yang penggunaannya sampai saat ini masih sering diperdebatkan. Tidak ada batasan resmi mengenai penggunaan MSG, hanya saja pada beberapa individu yang sensitif, MSG menyebabkan mual, pusing, demam dan sakit kepala, yang banyak diasosiasikan sebagai Chinese Restaurant Syndrome. Istilah ini awalnya dari kejadian yang dialami pada konsumen restoran makanan Cina di USA yang mengalami gejala-gejala mual, pusing dan muntah-muntah. Meskipun dalam penelitian selanjutnya tidak terbukti secara ilmiah tetapi terlanjur latah sehingga masih diyakini sampai sekarang oleh sebagian masyarakat.
Event, jika dianalogkan, tanda-tanda yang dinamakan
Chinese Restaurant Syndrome sebenarnya lebih mendekati pada
gejala hipersensitifitas atau alergi makanan (
or part of it). Mbak Rie itu salah satu contoh individu yang sensitif (MSG), saat habis makan bakso di tempat tertentu ( no mention the name ya?) pasti pusing dan demam. Bisa sampai pada kesimpulan demikian, karena pada kesempatan kedua melahap bakso di tempat yang sama, Mbak Ririe ngalami gejala yang mirip dengan kejadian kali pertama menyantap bakso di tempat tersebut.
MSG pada suhu ruang memiliki bentuk kristal garam tak berbau, kristal ini akan larut ke dalam alkohol dan air. Dan ketika dipanaskan MSG akan terdekomposisi menjadi glutamat. Jadi, makanan macam bakso dan mie ayam gitu, biasanya kan disajikan dengan kuah panas, dan di mangkuk saji biasanya ditambahkan MSG. Naah, ketika MSG bertemu dengan kuah panas, strukturnya akan berubah menjadi glutamat yang memiliki komponen umami yang akan merangsang kuncup – kuncup pengecap di lidah untuk menjadi lebih sensitif.
Di saat yang sama, bertemu pulalah lidah dengan komponen lemak yang biasa ditambahkan dalam kuah bakso dan mie ayam. *harus saya akui, gajih/lemak sapi dalam kuah bakso adalah guilty pleasure yang sepleasurepleasurenya* Wah, ya ini yang akhirnya membikin makanan – makanan macam bakso dan mie ayam itu menjadi endess. Dan ketika dibawa pulang, tentu saja kuah sudah menjadi dingin, which is, glutamat akan bereaksi dengan komponen lain dalam makanan dan lemak dalam kuah pun sudah membeku (njendhal, jawa-red). Rasa endess ini ga akan bisa kembali walaupun kuah dipanaskan ulang karena struktur glutamat sudah berubah dan asam lemak sudah terurai.
Dalam kasus warung soto dan rawon yang notabene juga berkuah, menurut saya tidak berlaku hal yang sama. Karena kuah soto dan rawon dipanaskan terus menerus, dan jarang ada penambahan MSG langsung ke dalam mangkuk. Ini pendapat pribadi lho ya. Kalo ayam goreng gimana? Kan ada tuh, ayam goreng yang ketika dibawa pulang rasanya jadi lain.
Yhaa, tentu saja, ayam goreng atau apapun yang digoreng, punya konsistensi yang berbeda ketika dia baru diangkat dari penggorengan dengan didiamkan beberapa waktu. Dan, strukturnya akan berubah pula ketika dipanaskan atau digoreng ulang. Intinya sih, sebagaian makanan akan terasa enak ketika disajikan hangat, pemanasan ulang akan merusah komponen yang ada di dalamnya.
Jadiii, daripada suudzon sama penjualnya soal penglaris – penglaris dan semacamnya, mendingan sih cari tau lebih banyak. Kalo saya sih ya, prefer makan ditempat yang jual *soale males cuci piring* Demikian ulasan cantik dari teman saya yang akrab saya panggil Noe. Yuk kenalan dengan sang guest writer perdana ini:
Perkenalkeun, saya Nurul, temen di eks-kantornya mb Rie nun jauh di ujung timur Pulau Jawa, Banyuwangi kota Gandrung a.k.a The Sunrise of Java. Beberapa saat yang lalu – dua minggu yang lalu tepatnya – saya sempet dipanasin sama mbak Rie untuk ngidupin blog saya www.nurulnulur.com yang udah sekian tahun hiatus, (kayaknya ini jauh lebih serius dari sekedar dari hiatus). Nah, sebagai pemanasan, saya minta sama mbak Rie untuk jadi guest writer. Semoga saja eksistensi blog saya kelak bisa meniru blognya mbak Rie (empunya blog langsung salto 100 kali). “
Gimana, sudah gak paranoid lagi dengan rumor jin-jin penglaris atau ajian apalah-apalah kan? Ulasan Mbak Nurul bisa jadi penalaran kenapa dan bagaimana suatu tempat penjual bakso, mie ayam atau kuiner lainnya bisa laris manis. Tentunya ada banyak faktor yang berkontribusi dan berkolabarosi, antara lain
reka resep masakan yang
excellent, service-nya ramah, harganya yang terjangkau, tempat comfort, managementnya juga oke deh.
Back to MSG. Saya sendiri kalau pas lagi menyantap bakso atau mie ayam, harus-harus ingat untuk menyebutkan pesan sponsor pada sang penjual “ Tolong gak usah pakai Micin atau MSG ya Pak/Bu/Mas/Mbak?”
Kecuali kalau di tempat jualan memasang tulisan “NO MSG”, no worry untuk langsung pesan makanannya. Kalau anda, adakah pesan sponsor saat mengorder bakso atau Mie ayam neh? Or just order and eat it?