Penerimaan terhadap ODHA untuk hidup sehat dan bisa terus berkarya. Realitas bahwa HIV/AIDS penyakit yang fatal dimana penderita biasanya ‘merasa’ hidup sehat dan dari performance juga looking so healthy. Namun yang sebenarnya merupakan carrier virus yang asimtomatik dan bisa menularkan HIV pada orang lain dan sampai sekarang belum ada obatnya.
Peningkatan jumlah penyitas HIV/AID menyebabkan keresahan psikososial yang complicated dimana dampaknya menjadi lebih complicated pada ODHA ( Orang dengan HIV/AIDS) oleh karena stigma dan justifikasi serta diskriminasi oleh lingkungan social.
Bismillahirrahmaanirrahiim, meningkatnya penderita HIV/AIDS tentu merupakan keprihatinan tersendiri dan membutuhkan langkah simultan secara riil untuk menekan angka pertumbuhannya. Perhatian dan berbagai langkah yang ditempuh untuk menekan angka penderita HIV/AIDS (termasuk langkah-langkah preventive), seyogyanya juga equal dengan perhatian terhadap penderita HIV/AIDS karena tidak hanya jumlah mereka yang relative banyak (saat ini), akan tetapi range usia mereka dominan masih produktif.
ODHA, mereka tidak hanya merupakan bagian dari kita, tapi mereka juga tetap seperti manusia lainnya yang ingin dan punya hak serta kebutuhan untuk bersosialisasi dan diterima eksistensi karya,kreatifitas dan kinerjanya sebagai bagian dari social masyarakat. Being ODHA is not ending of life yet !
![]() |
Image: Credit |
Terlepas dari perdebatan dan justifikasi sebab dan asal-asul terinfeksinya virus mematikan tersebut, setiap ODHA tetap punya hak untuk melanjutkan hidupnya dengan optimal sesuai capability dan skillnya masing-masing. Untuk menciptakan kondisi kondusive tersebut, maka yang perlu di re-engineering, antara lain:
Pertama: Mereduksi stigma negatif dan phobia masyarakat terhadap ODHA.
Untuk mereduksi stigma negatif dan phobia terhadap ODHA agar tidak menganggap mereka sebagai alien yaitu dengan distribusi informasi yang representative serta komunikatif mengenai cara-cara penularan HIV/AIDS sehingga masyarakat lebih terbuka pemahamannya agar bisa welcome terhadap ODHA. Masih minimnya informasi tentang cara penularan HIV/AIDS membuat lingkungan di sekitar penderita HIV/AIDS menganggap mereka enemies.
Padahal reaksi penolakan dari lingkungan sekitar (terdekat) akan menjadi sumber stress terbesar. Seperti yang kita tahu stress merupakan respon terhadap stressor (sumber stress) yang mengandung 2 komponen yaitu: psikologis (perilaku, pola pikir, emosi dan perasaan tertekan) dan fisiologis (rangsangan fisik yang meningkat untuk melakukan tindakan apatis/desperate action).
Lingkungan atau komunitas di sekitar ODHA yang bersikap ‘alergi’ jelas akan membuat ODHA resah, tidak bahagia, tidak nyaman dan depresi yang pada akhirnya akan menjadikan ODHA ‘mati’ semangat hidupnya padahal sebenarnya dia masih punya potensi untuk berkarya secara maksimal.
Kedua: Integritas di kalangan internal ODHA sendiri perlu di fasilitasi.
Integiritas dan sikap positif orang-orang terdekat menjadi lingkungan yang comprehensive/kondusif dalam meningkatkan semangat hidup ODHA. Jadi keberadaan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) punya peran yang sangat penting untuk memberikan dukungan emosional karena adanya suasana yang nyaman dan terjaganya kerahasiaan anggota agar mereka bisa mendapatkan kesempatan untuk bersosialisai, mengemukakan pendapat secara terbuka untuk didengarkan dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian keberadaan KDS bisa mengakomodasi anggotanya:
- Agar tidak merasa di asingkan dan sendiri dalam menghadapi setiap masalahnya.
- Bisa bertemu orang-orang lain sehingga mendapatkan teman
- Mempunyai rasa percaya diri dalam rangka proses aktualisasi diri
- Mendapatkan akses informasi dan distribusi material yang diperlukan oleh para penderita HIV/AIDS.
Kebersamaan mereka akan menjadi media untuk mendapatkan kenyamanan, rasa aman dan saling tukar informasi secara lebih open mind.
Walaupun mereka berasal dari background yang berbeda-beda, namun persamaan nasib yaitu mengidap HIV/AIDS membuat mereka bisa solid dan lebih bersemangat. Selain itu, kebersamaan mereka dalam KDS bisa meningkatkan pemberdayaan kompetensi mereka secara lebih terarah. Mengingat nilai lebih KDS adalah berangggotakan para ODHA itu sendiri sehingga bisa menumbuhkan rasa saling percaya, saling memberikan dukungan/motivasi, mampu berinteraksi secara lebih komunikatif.
Dengan adanya Kelompok Dukungan Sebaya yang solid maka kenisbian bahwa ODHA bisa mandiri dan berdaya guna bisa di minimalisir. Karena mereka memiliki tingkat empati yang lebih tinggi (memahami secara langsung kondisi masing-masing karena sama-sama mengidap HIV/AIDS), bersikap lebih sabar serta rasa solidaritas yang idak diragukan lagi.
Kesimpulan: Penerimaan (acceptance) dari lingkungan terdekat (keluarga dan sekitarnya) adalah stimulator sekaligus katalisator bagi ODHA untuk mempunyai keyakinan dan semangat/motivasi melanjutkan hidupnya secara maksimal dalam mengekspresikan segenap kemampuan dan potensi dirinya sebagai orang yang produktif.
Postingan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog tentang Remaja dan HIV/AIDS
Link Artikel Yang di muat di VIVAnews : http://ureport.vivanews.com/news/read/268480-penerimaan-sangat-penting-terhadap-odha