Siapa yang tidak kenal Yogyakarta? Branding sebagai destinasi ekowisata sudah kental dan identik dengan Yogyakarta, bahkan disebut-sebut menajdi destinasi wisata kedua terbesar di Indonesia setelah Bali.
Bismillahirrahmaanirrahiim, geliat dan pertumbuhan wisata di Yogyakarta menjadi salah satu pengungkit dan stimulator untuk tumbuh dan berkembangnya ragam produk kuliner makanan dan minuman, baik yang siap saji/makan maupun sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta. Setidaknya terdapat peluang pasar yang cukup besar terhadap produk kuliner yang bisa dikembangkan oleh kelompok UMKM.
Artinya sektor kuliner yang diproduksi oleh para UMKM di Yogyakarta memiliki peluang besar untuk menjadi pilar kemandirian dalam pemberdayaan masyarakat, perekonomian, penyerapan tenaga kerja yang dipicu dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan manca negara dan domestik dari tahun ke tahun.
Sejalan dengan fenomena tersebut, Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta bersama dengan PLUT-KUMKM DI Yogyakarta menggelar pameran Pesta Kuliner Rakyat di Halaman PYRAMIDE jl. Parangtritis Bantul pukul 09.00 WIB - 15.00 WIB. Pameran ini yang dimaksudkan sebagai sarana Pemasaran dan Pengembangan Produk Kuliner dari UMKM. Pesta Kuliner Rakyat ini diselenggarakan tanggal 22 – 23 Maret 2019, diikuti oleh kurang lebih 20 UMKM yang memasarkan beragam produk makanan basah, aneka camilan, minuman, dan produk makanan yang pas untuk jadi oleh-oleh khas Yogya.
Memasuki area pameran pesta kuliner untuk rakyat ini, yang langsung mengundang rasa penasaran adalah angkringan Miedes Sriloka, satu-satunya stand yang memajang komoditas pamerannya dengan menggunakan gerobak. Daya tarik utama tersebut membuat saya semakin terkesan manakala produk unggulan yang ditawarkan adalah sejenis mie instan buatan sendiri yang menggunakan bahan utama tapioka, mie instan dengan cita rasa pedas.
Stand Miedes Bu Darmi |
Stand Miedes milik Ibu Darmi ini selain menyajikan miedes yang bisa disantap ditempat, juga menjawab rasa penasaran pengunjung untuk membawa pulang produk miedes tersebut yang sudah dikemas rapi dengan berat 200 gram seharga Rp. 10.000,-. Miedes Kering Sriloka ini menurut saya memiliki peluang besar untuk menjadi oleh-oleh yang khas Yogya, khususnya Bantul.
“ Cara penyajiannya mudah kok Mbak, seperti menyajikan mie instan pada umumnya. Nanti tinggal dikasih bumbu sesuai selera, dijamin rasanya lebih unik (baca: enak yang beda dari mie instan pabrikan) “demikian jelas salah satu penjaga stand dengan wajah sumringah dan ramahnya.
Miedes Kering |
Menurut Bu Darmi, miedes ini dibuat secara manual sehingga skala produksinya belum maksimal. Beliau optimis, di masa-masa mendatang akan bisa meningkatkan jumlah produksi karena tahun 2020 nanti akan mendapatkan bantuan alat produksi dari instansi terkait.
Bu Darmi juga yakin, dengan keikutsertaannya di pesta kuliner rakyat ini merupakan kesempatan emas sebagai uji pasar untuk memperkenalkan produk miedes secara lebih luas, tidak hanya di wilayah Bantul tapi juga bisa meraih minat pecinta kuliner di Indonesia.
Melanjutkan jelajah pesta kuliner rakyat ini, selanjutnya saya dibuat terpesona oleh sajian minuman dawet yang menggunakan bahan utama daun pisang.
Dawet Daun Pisang oleh Mekar Sari |
“ Ngapunten Mbak, dawetnya dibuat dari daun pisang ?”, spontan tanya saya dengan ekspresi tidak percaya dan kuatir salah dengar.
“ Iya Mbak, saya membuatnya dari daun pisang kepok. Caranya mudah kok, daun pisangnya cukup diblender dan dilanjutkan dengan langkah seperti umumnya membuat dawet,” mendengar penjelasan dari Mbak Muryanti, ekspresi saya pun serentak berubah jadi kagum karena baru pertama kalinya saya tahu kalau daun pisang ternyata bisa dibuat bahan dawet.
Apalagi setelah setelah mencicipi segelas es dawet daun pisang yang dijual cukup dengan harga Rp. 5.000,- itu, rasanya memang beda dari dawet lainnya, ada rasa daun pisang yang segar dan enak banget.
Bisa jadi, produk minuman dawet daun pisang ini merupakan salah satu contoh produk kreatifitas yang memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar kita, berbasis sumber alam yang bersifat RENEWABLE RESOURCES, yang mampu menyerap tenaga kerja secara padat karya karena bisa dilakukan oleh-oleh ibu-ibu di rumah, dan tidak menutup kemungkinan, varian komoditas berbahan baku daun pisang ini akan memiliki ragam diversifikasi produk yang lebih banyak dan kreatif lagi.
Beranjak dari stand dawet daun pisang, saya menuju ke stand yang menjual aneka makanan ringan dan makanan basah yang siap dimakan, antara lain: gudangan, trancam, nasi bungkus daun jati, ada ketan dengan ikan teri dan beberapa makanan lainnya.
Komoditas kuliner Bu Samiyati yang layak jadi oleh-oleh khas Bantul |
Stand milik Ibu Samiyati ini sengaja menjual makanan khas ndeso, dengan harapan pecinta kuliner dapat mengenal dan bisa mencintai kuliner tradisonal diantara kuliner kekinian. Selain itu, dari segi harga saya yakin kuliner tradisional memiliki daya saing yang tinggi karena harganya sangat terjangkau. Contohnya, menu-menu yang dijual Bu Samiyati ini. Untuk satu bungkus gudangan itu hanya dua ribuan, menu trancam juga kisaran harga segitu. Jadi saya sependapat dengan Ibu Samiyati, kuliner tradisional pun memiliki kesempatan yang sama untuk bertahan secara lintas generasi karena memiliki citarasa yang kaya akan bumbu rempah-rempah asli Indonesia.
Saya berharap bisa mencicipi semua kuliner yang ikut dalam ajang pesta kuliner rakyat ini, masih banyak stand lainnya yang tak kalah menarik dan menggoda lidah. Ada aneka peyek tampak kriuk-kriuk, beragam jenis keripik, bakpia, ada juga wedang uwuh yang melegenda, teh gurah, dan masih banyak lagi jenis kuliner yang siap berkembang dan bersaing dengan produk kuliner kekinian.
Dari semua rasa heran tersebut, ada satu pertanyaan yang mengusik hati saya, “ kenapa mayoritas peserta pameran adalah UMKM dari Bantul ya?”.
Alhamdulillah, pertanyaan saya segera mendapatkan jawaban ketika saya sempat bincang-bincang sejenak dengan Ibu Veronica Setionongtyas Pratiwi dari Seksi Pemasaran, Dinas Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta. Menurut beliau, kegiatan ini memang sifatnya untuk memberikan fasilitasi terhadap UMKM untuk mengenalkan dan memasarkan produk-produk mereka, dimana pelaksanaannya secara bertahap pada masing-masing kabupaten/kota di Proipinsi DI Yogyakarta.
“ Bisa dibilang, kegiatan ini semacam jemput bola, dimana lokasi dan peserta pameran kami serahkan pada instansi terkait pada masing-masing kabupaten/kota. Harapannya, mereka yang lebih tahu potensi UMKM di daerahnya, kapan waktu yang tepat untuk pelaksanaan dan tempat yang dianggap strategis untuk lokasi pameran “. demikian penjelasan dari Ibu Veronica dengan penuh antusiasnya.
Bersama Ibu Veronica, Seksi Pemasaran Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta |
Ada rasa adem mengaliri rongga dada mendengar penjelasan dari Ibu Veronica tersebut, artinya kegiatan Pasar Kuliner Rakyat ini memang dimaksudkan untuk memberikan dukungan berupa fasilitas pameran gratis bagi UMKM agar produknya lebih dikenal masyarakat luas dan bisa meningkatkan pemasaran produknya.
Dampak positif lanjutan (impact) dari kegiatan pesta kuliner rakyat ini tentu saja diharapkan bisa memotivasi UMKM untuk lebih produktif, kreatif dan memiliki jejaring pemasaran yang lebih luas.
Dengan menyimak penjelasan dari Ibu Veronica ini dan melihat potensi dari para peserta pameran, saya ingin ikut memberikan saran, semoga bisa mendukung pemercepatan tercapainya tujuan mulia penyelenggaraan pesta kuliner rakyat ini antara lain:
- Kemasan produk sebaiknya dilengkapi dengan nomer PIRT dan Logo Halal. Mengingat tingkat kesadaran konsumen makanan dan minuman yang semakin cerdas terhadap keamanan pangan. Dengan dilengkapinya ijin PIRT dan Halal, secara cepat pembeli akan bisa mengenali kalau produk makanan atau minuman yang akan dibelinya menggunakan bahan-bahan yang berkualitas, diolah dengan sanitasi yang terjaga kebersihannya, dikemas dengan benar, sehingga secara significant akan bisa meningkatkan kepercayaan dan kesetiaan konsumen untuk membeli produk suatu jenis produk kuliner.
- Informasi kemasan dibuat dengan ukuran huruf yang bisa dibaca, sebaiknya tidak menggunakan huruf yang terlalu kecil karena akan menyulitkan pembeli ketika ingin mengetahui informasi tentang produk tersebut, antara lain komposisi bahan, masa kadaluarsa, berat bersih, dan lain sebagainya.
- Sebaiknya dihindari menggunakan bahan tambahan kemasan yang berbahaya, karena saya masih melihat ada kemasan makanan kering yang menggunakan stapler. Selain berbahaya, cara pengemasan makanan dengan distrapler ini bisa memperpendek masa ekonomis produk untuk bisa dikonsumsi.
Secara keseluruhan, kehadiran pesta kuliner rakyat ini tentu sangat diharapkan oleh masyarakat luas, tak hanya bagi pelaku UMKM tapi juga gabi para pecinta kuliner. Dengan pameran seperti ini juga bisa meningkatkan peran pelaku UMKM terhadap perekonomian daerah, karena bisa menjadi penyegaran dan wacana kreatif terciptanya nilai tambah ekonomis manakalan suatu komoditas yang awalnya biasa-biasa saja ternyata mampu diolah menjadi produk unggulan daerah.
Terimakasih untuk semua peserta pesta kuliner rakyat, terutama yang saya temui dan bersedia berbagi kisah hebatnya dalam menjalankan usahanya. Tak lupa, selamat untuk Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta dan PLUT-KUMKM DI Yogyakarta atas penyelenggaraan pesta kuliner rakyat ini dan semoga semakin sukses dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang pro UMKM selanjutnya.