Dua jenis hewan yang Bismillahirrahmaanirrahiim sudah akrab bagi saya sejak kecil, apalagi Lintah di masa-masa dulu [semoga sekarang sudah semakin jarang] sering ditambahi dengan nama belakang Darat = "Lintah Darat". Tapi yang pengen saya bahas bukan sepak terjang Makhluk jejadian tersebut, melainkan beneran hewan yang di sebut lintah ini ternyata sama sekali tidak jahat, malah justru sebaliknya sangat bermanfaat untuk membantu penyembuhan bermacam penyakit lho?
Sebenarnya, sebelum-sebelum ini saya hampir selalu latah menyamaratakan antara PACET dan LINTAH. Waktu saya masih tinggal di Banyuwangi, tiap periode musim hujan sering kedatangan tamu yang namanya Pacet tapi saya sering asa sebut Pacet atau Lintah untuk menamainya manakala bercerita ke teman-teman. Iya, kalau bangun tidur dan menyalakan lampu, saya sering mendapati seperti ada noktah warna tanah basah yang menempel di lantai [keramik warna putih]. Awalnya saya pikir, lumpur tanah dari mana? Kan saya tinggal sendiri kala itu dan yakin gak bermain lumpur kok. Sepulang kerja, Motor juga langsung masuk rumah tanpa membawa lumpur meskipun di perjalanan menerobos hujan. Karena penasaran, saya pun mengamatinya lebih seksama mengulak-ulik dengan sebatang lidi. Ahaiiii….ternyata bukan lumpur tanah, tapi binatang berbadan serupa cacing tapi beda ukuran dan morfologi lainnya pastinya. Setelah peristiwa pertama itu, hari-hari berikutnya sudah hapal kalau musim penghujan dijamin bakal ada pacet yang masuk rumah, baik di ruang depan, kamar mandi atau di bagian lantai ruang lainnya. Pliisss…jangan dibayangkan seperti di film LEECHES! Peristiwa kedatangan pacet di rumah [Banyuwangi] terjadinya tidak setiap hari dan jumlahnya hanya hitungan jari kok, jadi yaaa….no worry to enjoy even they come:)
First Note:MOHON MAAF Jika Gambar selanjutnya "Kurang Menarik" |
Sepertinya episode asal-asalan salah nyebut Pacet yang rancu dengan lintah akhirnya menemukan titik terang setelah kemarin saya bertemu dengan orang yang menekuni pengobatan alternatif dengan terapi Lintah. Tujuan kedatangan saya dan Mbak Emmy sebenarnya masih terkait soal dunia perindustrian. Tapi dalam sesi obrolan santai out of topic dari duty yang kami emban, terkuaklah jika si Bapak juga memiliki profesi lain sebagai terapis syaraf menggunakan lintah. Saya yang berpengalaman bingung mbedakno antara Pacet-Lintah dan Mbak Emmy yang sejak lama menyimpan penasaran mengenai pengobatan alternatif dengan Lintah, kompaklah kami berdua menyerang sang tuan rumah, Pak Agus Sutiyono dengan sederet pertanyaan. Mulai dari stock lintah yang beliau miliki hingga cara beliau menggunakan lintah untuk pengobatan terhadap pasien-pasiennya.
“ Sebenarnya mekanisme pengobatan lintah ini seperti apa sih Pak? Ehm…maksud saya prosesnya gimana jika dijabarkan…?” tanya Mbak Emmy dengan semangat. Maklum dia sudah sering mendengar tentang kehebatan Lintah, binatang lunak, berlendir sekaligus bisa bikin merinding yang dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif yang efektif untuk mengobati berbagai penyakit [berat-ringan].
“ Terapi lintah biasanya saya lakukan dengan menempelkan lintah pada titik-titik akupuntur yang berhubungan dengan penyakit pasien Mbak”. Jawab Pak Agus yang kami respon dengan ekspresi wajah ‘ngeri-geli’ getu deh membayangkan ada lintah yang menempel di kulit tubuh kami.
“ Pada kerongkongan tempat isapannya terdapat tiga rahang berbentuk setengah gergaji dengan gigi kecil-kecil sampai 100 buah” Jelas Pak Agus lebih lanjut. Dari hasil penelitian, diketahui jika dalam air liur lintah terdapat sekitar 150 jenis enzim tapi baru sekitar 15 yang diketahui jenis dan manfaatnya, antara lain yaitu zat [seperti] putih telur yang disebut Hirudin yang bermanfaat untuk mengencerkan darah dan mengandung penisilin.
“ Lha, sampai berapa lama lintahnya nempel dan menghisap darahnya? Terus gimana cara melepaskannya, apa pakai air tembakau getu ya Pak?” Tanya saya makin penasaran dan terlintas wajah cute vampire Edward Cullen [Robert Pattinson].
“ Don’t panic Mbak, sekitar 30 menit sudah cukup bagi lintah untuk menyedot darah. Biasanya malah gak sampai dari setengah jam dan manakala dia sudah kenyang akan lepas dengan sendirinya. Setelah kenyang ini, lintah bisa bertahan sampai setahun lho gak makan? Hebat kan?”
Penampakan Lintah Betina [induk] bersama telur dan juniornya |
“ Wouwww......" sahutan saya spontan dengan nada takjub " Terus, Lintah yang habis digunakan untuk terapi itu diapain Pak?”
“ Yaa….dimatikan Mbak. Kan sudah tidak bisa digunakan lagi untuk pengobatan maupun budidaya.”
“Wah, habis manis sepah di buang dunk Pak?”
“ Ya iyalah, masak sepah dimakan? Yang ada malah jadi penyakit tuh. Embaknya mau miara lintah juga? Nanti saya bawain kalau memang mau budidaya lintah juga?”
Spontan kami tersenyum sambil menggeleng dengan pasti dan mengajukan pertanyaan terakhir “ Apa bedanya dengan terapi bekam Pak? Dari cerita Pak Agus, sepertinya kok mirip-mirip gitu dengan metode pengobatan cara Bekam?”
Karena Pak Agus juga pelaku terapi bekam, maka beliau bisa menjelaskan bahwa pada prinsipnya Terapi lintah serupa dengan terapi bekam. Kelebihan dari terapi lintah adalah adanya Hirudin sebagai zat anti koagulan dengan mengikat thrombin sehingga melancarkan aliran darah yang tersumbat. Beberapa jenis penyakit yang bisa diterapi dengan metode lintah ini antara lain: tumor, diabetes, kanker, tanpa kemoterapi dan pembedahan, Skizofrenia, depresi, mengempiskan lidah bengkak, dan meringankan sakit usus buntu serta pendarahan dan masih banyak jenis penyakit yang bisa diterapi dengan lintah ini karena itulah terapi lintah ini tergolong sebagai salah satu metode penyembuhan yang serba guna.
“ Yaa….dimatikan Mbak. Kan sudah tidak bisa digunakan lagi untuk pengobatan maupun budidaya.”
“Wah, habis manis sepah di buang dunk Pak?”
“ Ya iyalah, masak sepah dimakan? Yang ada malah jadi penyakit tuh. Embaknya mau miara lintah juga? Nanti saya bawain kalau memang mau budidaya lintah juga?”
Spontan kami tersenyum sambil menggeleng dengan pasti dan mengajukan pertanyaan terakhir “ Apa bedanya dengan terapi bekam Pak? Dari cerita Pak Agus, sepertinya kok mirip-mirip gitu dengan metode pengobatan cara Bekam?”
Karena Pak Agus juga pelaku terapi bekam, maka beliau bisa menjelaskan bahwa pada prinsipnya Terapi lintah serupa dengan terapi bekam. Kelebihan dari terapi lintah adalah adanya Hirudin sebagai zat anti koagulan dengan mengikat thrombin sehingga melancarkan aliran darah yang tersumbat. Beberapa jenis penyakit yang bisa diterapi dengan metode lintah ini antara lain: tumor, diabetes, kanker, tanpa kemoterapi dan pembedahan, Skizofrenia, depresi, mengempiskan lidah bengkak, dan meringankan sakit usus buntu serta pendarahan dan masih banyak jenis penyakit yang bisa diterapi dengan lintah ini karena itulah terapi lintah ini tergolong sebagai salah satu metode penyembuhan yang serba guna.
Pak Agus dengan produk Home Industrinya [Sabun Batang] |
Pak Agus pun menjelaskan bahwa bagian Lintah yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan adalah badan lintah dan air liurnya. Untuk Bagian badan lintah bisa diolah dengan 2 cara yaitu dengan dikeringkan kemudian dijadikan serbuk/diekstraksi [langsung konsumsi] dan dimasukkan dalam kapsul [kapsulisasi] untuk mempermudah pengkonsumsianya. Sedangkan untuk air liur yang sebenarnya diambil adalah minyak lintahnya.
Untuk pemanfaatan air liur lintah ini yang dilakukan oleh Pak Agus dalam praktek terapi yang dilakukannya dimana dalam air liur lintah banyak mengandung enzim. Cara pengobatannya: lintah ditempelkan pada bagian yang sakit dari pasien dimana selama proses makan [menggigit] tersebut lintah mengeluarkan berbagai enzim komplek saat menghisap darah. Dengan cara menyedot darah sebagai sumber penyakit, yang mana darah ditarik keluar dengan harapan menghilangkan darah kotor.
Ternyata Lintah dan pacet TIDAK dibedakan dari sisi taksonomi, tetapi berdasarkan pada habitat kesukaannya: Lintah sehari-hari hidup di air dan pacet melekat pada daun atau batang pohon [di luar air]. Kedua binatang ini termasuk dalam filum Annelida dengan subkelas Hirudinea. Mereka memiliki klitelum untuk menyimpan telur-telur pada segmen-segmen tertentu, dimana cara perkembangbiakan lintah juga sama seperti cacing yaitu: hermafrodit (berkelamin ganda). Semua spesies lintah merupakan hewan carnivora, beberapa diantaranya ada yang merupakan predator dari berbagai jenis invertebrata seperti cacing, siput, atau larva serangga. Sedangkan pembudidayaan lintah yang dilakukan oleh Pak Agus memang masih tergolong belum menggunakan metode inovasi karena hanya memberikan makanan berupa belut yang masih kecil. Dalam proses pengembangbiakannya, Lintah Induk [betina] ditempatkan terpisah sehingga telur dan penetasannya lebih optimal. Untuk lintah junior diletakkan dalam satu petak tersendiri yang diberi cukup air. Sedangkan Lintah yang ready to use, dikelompokkan tersendiri dengan habitat tanah lumpur saja.
Untuk pemanfaatan air liur lintah ini yang dilakukan oleh Pak Agus dalam praktek terapi yang dilakukannya dimana dalam air liur lintah banyak mengandung enzim. Cara pengobatannya: lintah ditempelkan pada bagian yang sakit dari pasien dimana selama proses makan [menggigit] tersebut lintah mengeluarkan berbagai enzim komplek saat menghisap darah. Dengan cara menyedot darah sebagai sumber penyakit, yang mana darah ditarik keluar dengan harapan menghilangkan darah kotor.
Ternyata Lintah dan pacet TIDAK dibedakan dari sisi taksonomi, tetapi berdasarkan pada habitat kesukaannya: Lintah sehari-hari hidup di air dan pacet melekat pada daun atau batang pohon [di luar air]. Kedua binatang ini termasuk dalam filum Annelida dengan subkelas Hirudinea. Mereka memiliki klitelum untuk menyimpan telur-telur pada segmen-segmen tertentu, dimana cara perkembangbiakan lintah juga sama seperti cacing yaitu: hermafrodit (berkelamin ganda). Semua spesies lintah merupakan hewan carnivora, beberapa diantaranya ada yang merupakan predator dari berbagai jenis invertebrata seperti cacing, siput, atau larva serangga. Sedangkan pembudidayaan lintah yang dilakukan oleh Pak Agus memang masih tergolong belum menggunakan metode inovasi karena hanya memberikan makanan berupa belut yang masih kecil. Dalam proses pengembangbiakannya, Lintah Induk [betina] ditempatkan terpisah sehingga telur dan penetasannya lebih optimal. Untuk lintah junior diletakkan dalam satu petak tersendiri yang diberi cukup air. Sedangkan Lintah yang ready to use, dikelompokkan tersendiri dengan habitat tanah lumpur saja.
Ini BUKAN Lintah [Pacet] |
Setelah ini saya InsyaAllah gak akan salah-salah sebut lagi antara Pacet dan Lintah. Dan makin jelas pula perbedaannya antara binatang Lintah aseli dan “lintah Darat” yang “menghisap” darah sesama manusia sampai ke anak cucu, buyut, cicit dan seterusnya manakala hutang yang dipinjamkan belum lunas secara hitungan sang Lintah Darat. Jika anda berkesempatan bertemu LINTAH atau Lintah Darat, kira-kira suka yang mana?
Oia, konon kabarnya terapi
lintah ini sekarang sudah berkembang untuk kecantikan jugak lho? Banyak kaum
hawa yang sudah mencoba menggunakan sedot lintah ini untuk menyembuhkan
jerawat, flek hitam, kerut wajah, al hasilnya kulit wajah menjadi bersih dan
tetap kencang. Ada yang tertarik untuk mencoba Terapi Lintah untuk kecantikan kah?