Ramadhan tahun ini merupakan Bulan Puasa pertama saya sebagai mualaf dengan status NOT single anymore. Bismillahirrahmaanirrahiim walau secara de jure [hukum agama, sipil dan sosial] saia sudah tidak bisa lagi berlatah ria: I’m Still single and happy TAPI dalam konteks de Facto, sehariannya memang mostly masih menjalani ritme ala single, dengan IMPORTANT NOTE: gak bisa mbolang lagi semau guweh. Setiap pilihan include dengan konsekuensi yang mesti dijalani dengan konsisten dan legowo, termasuk hubungan pernikahan di awal-awal yang juga masih harus LDR MODE ON: Saya masih tinggal di Banyuwangi dan suami berada di Sleman, Ngayogyokarto.
Maka, jadilah Ramadhan tahun ini sebagai Ramadhan Pertamaku [after NOT Single] tapi njalani hari-hari ya masih gak jauh beda dari Ramadhan-Ramadhan sebelumnya: Buka puasa sendiri [kecuali ada acara bukber sama teman-teman kantor] dan juga sahur sendiri. Kalau males makan saat sahur ya minimal minum susu/cereal just like ussually. Pola hubungan yang masih LDR ketika menikah ini pun sudah masuk dalam pembahasan sebelumnya sebagai resiko yang tak terhindarkan karena proses mutasi pekerjaan yang perlu waktu. Jadi InsyaAllah masa-masa masih harus LDR ini gak ada masalah bagi kami. Banyak pasangan suami – istri yang menjalani pernikahan dengan gaya LDR dan bahkan frekuensi gathering as family dengan interval yang lebih jarang and so far still happy family.
@Terminal Tawang Alun: oper Bis karena Ban bocor |
Begitu pula, “cuti” bertemu selama Bulan Ramadhan ini. Bukannya kok segitunya Jogya-Jatim saja kok pakai acara “keberatan” untuk ketemu, tapi berusaha realistis saja. Sekarang ini rute Banyuwangi-Yogyakarta tidak bisa di prediksi, hampir selalu ada kemacetan untuk jalur Jombang – Ngawi sehingga waktu tempuh sering molor hingga kisaran 18 jam. Meskipun berusaha start berangkat secara ASAP= as soon as possible: berangkat jam 14.30 [pulang kerja hari Jumat] dan baru tiba di Jogya kisaran jam 9an pagi. Nah, ketemu bulan Ramadhan kan hanya setahun sekali. Sedangkan untuk bertemu suami masih banyak hari-hari lainnya, toh gak sampai fully sebulan kok gak ketemunya. Awal puasa kemarin mudik bareng ke ortu dan jelang akhir Ramadhan kan sudah cuti bersama.
Maka LDR ini saya maknai sebagai masa “pacaran” untuk proses adaptasi secara intensif. Orang bijak bilang, maknai segala kejadian secara positif atau ujaran Pak Ustadz saat Kultum: everything happen for right reasons. Saya dan suami menikah dengan proses instant: Ramadhan 2012 dia mengajukan ta’aruf, dan baru saya jawab setelah Idhul Adha. Planning kami bulan depannya khitbah kemudian Walimatul Ursy pada Desember, tapi demi pertimbangan kelegaan hati semua pihak keluarga [mayoritas wong Jowo] sehingga hari H pernikahan disepakati bulan Maret kemarin. Dalam kurun waktu sebelum ada ikrar Akad yang sah, hubungan kami berlangsung dalam konteks komunikasi by phone yang seperlunya sajah. Jadi apa-apa tentang siapa dan bagaimana kedirian kami, ya miriplah seperti tukar Curiculum vitae. Jadi Long Distance Relationship yang saat ini kami jalani tetap meaningfull-lah, sebagai masa transisi sebelum totally saya menjalani peran sebagai istri dan ibu.
Lantas apa cerita dalam Ramadhan Pertamaku [after NOT Single] ini? Intinya ya Ramadhan tahun ini I’m not single anymore but still live like single. Lha belum ada rutinitas untuk nyiapin menu buka puasa dan sahur buat keluarga kok. Kalau lagi pengen males Makan, asyik-asyik saja lah jadinya. #Ups. Udah gettu ajah....lha sudah pada pengalaman gimana menjalani Ramadhan sebagai single yang jauh dari keluarga kan?
“Selamat menjalankan Ibadah di Bulan Ramadhan, semoga segala perbuatan baik dan ibadah yang kita kerjakan menjadi amalan yang bisa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta semakin mendekatkan kita pada Ilahi Rabb. Aamiin.....Have A great Ramadhan for all”