Ini Bukan Apel Malang VS Apel Washington tapi secuil percakapan saya dengan [penjual] buah Apel Malang beneran lho? Iya sih, Bismillahirrahmaanirrahiim ada sedikiiittt nyrempetnya ke Apel Washington. Muasalnya adalah dalam rangka membiasakan diri berpola makan yang sehat, sejak beberapa tahun belakangan ini Alhamdulillah sebisa mungkin saya berusaha memenuhi rumus 4 sehat 5 sempurna, walaupun belum bisa ajeg dan konsiten untuk yang kriteria 5 sempurna. Ya minimal bisa menu 4 sehat kan wes good progress kan?
Untuk acara beli membeli buah, saya lebih sering straight pada satu penjual buah. Selain searah dengan rute tinggal – kantor, juga enak saja karena sudah merasa cocok dengan sang penjualnya sehingga gak perlu pakai acara tawar-menawar lagi. Penjualnya sudah hapal dengan wajah kece saya sih. Sesekali kami juga sempat ngobrol-ngobrol ringan, seperti saat terjadi kenaikan harga apel Malang yang menurutnya dramatis sehingga beliau mengalami kesulitan untuk membandrol harga jual. Maklum, Ibuk penjual sudah paham kalau saya sudah terlanjur Fall in Love dengan Apel Manalagi, maka kalau saya mampir ke kios buahnya sudah bisa ditebak bakal beli Apel Malang yang jenis Manalagi.
“ Harganya apel Malang naik lho Mbak? “ ujarnya dengan bahasa Jawa campur logat Osing saat saya milih-milih Apel Manalagi.
“ Padahal BBM belum naik lho Buk?” saat itu memang belum ditetapkan kenaikan BBM.
“ Ya itulah, wong BBM belum naik tapi harga apel malang sudah nglunjak ngalahi harga apel impor.”
“ Lha yang impor harganya berapa sekarang Buk?”
“ Yang Apel merah itu 1 Kg-nya hanya 20 ribu je. Lha Apel Malang harga kulakan saja sudah 18 ribu. Jadi susah jualnya kalau kayak gini, dijual harga kulakan saja gak laku-laku “.
“ Kok bisa jadi mahal ya, padahal kota Malang gak jauh dari Banyuwangi? Ketimbang impor dari Amerika kan?”
“ Gak paham Mbak, pokoknya kalau stock yang ada ini sudah habis, saya prei dulu kulakan apel Malang. Orang-orang lebih suka beli apel import, itungannya kan lebih murah dan barangnya lebih bagus tho?”
Maka menggarisbawahi ngambegnya Ibu penjual buah untuk kulakan apel Malang, artinya jika saya hendak beli Apel Malang lagi kudu siap melaju cari pedangang buah yang lokasinya lebih jauh yang menyediakan dagangan buah Apel. Nah jika pembeli lebih bergairah milih apel import tentu sangat masuk akal, yang namanya hukum dasar dalam transaksi beli-membeli tentunya konsumen akan cenderung cari barang yang bagus dengan harga yang lebih rendah [baca:murah]. Lha secara harga dan penampakan, Apel Import saat ini memang lebih “friendly” dengan daya beli konsumen.
Dan saya? So many years ago, saya pun pernah kepincut dengan Apel yang import, look so great and fresh! Tapiiiii....sisi usil saya kemudian jadi terusik, lha secara alamiah Buah [dan sayuran] kan termasuk komoditas yang bersifat perishable alias mudah rusak?. Sedangkan jangka waktu shipment barang import untuk sampai ke port entry negara tujuan tidak mungkin dalam hitungan hari [exception by plan!]. Maka secara traceability sederhana, setidaknya ada ada dua treatment yang diberlakukan untuk buah-buah import untuk memperpanjang delay ‘kerusakan’, yaitu:
- Masa panen dilakukan sekian hari sebelum buah benar-benar masak [siap panen], maka secara ilmiah [nalarnya saya neh] tentu kandungan gizi dan taste buah lokal HARUSnya masih jauh lebih MANTABS daripada buah import dong?
- Analogi sederhana berikutnya adalah tentu ada additive ‘pengawet’ agar si buah tidak lekas rusak [membusuk], mengingat waktu shipment yang sangat lama serta kebutuhan waktu penjualan saat sudah dipasarkan.
Apakah global market sudah mewujud di semua lini perdagangan?