Sepintas membaca atau mendengar kata Hypothermia, memang seperti nama yang keren. Bagi yang berkecimpung di dunia medis, farmasai, para pendaki gunung atau pun yang biasa berpetualang di alam bebas, pastinya istilah Hypothermia atau sering pula dikenal dengan istilah Hypothermia ini sudah sangat familiar. Dan bagi saya Bismillahirrahmaanirrahiim istilah ini baru saya ketahui saat perjalanan HENDAK meninggalkan Paltuding usai jelajah Pesona Wisata Kawah Ijen bulan Januari kemarin. Setelah berpacu dengan rintik hujan yang makin kerap dan byurrr jadi hujan cukup deras begitu langkah mendekati canteen. Kami bertujuh istirahat dulu mengendapkan nafas yang ngos-ngosan sambil menikmati sajian kopi mixed panas. Sambil mengamati seliweran para pengunjung Kawah Ijen yang meramaikan area Paltuding, kami menyempatkan jagongan dengan salah satu petugas [Pak Polisi] yang kebetulan duduk di canteen.
Setelah hujan agak reda, kami pun bersiap menuju ke mobil karena next trip sudah menunggu. Saat menunggu mobil dinyalakan, tiba-tiba ada cowok mendekat nanyain minyak kayu putih. Sebagai orang-orang yang sok perduli, kami bertanya untuk apa dan siapa yang masuk angin? Katanya untuk temannya yang duduk menggigil tak jauh dari tempat kami berdiri menunggu mobil. Hanya berjarak beberapa langkah dari kami, duduk seorang cowok usia belasan yang terlihat banget kedinginan, lha wong badannya sampai menggigil. Cerita dari si cowok yang minta minya kayu putih, temannya itu barusan terjatuh dari sepeda motor tak jauh dari pintu masuk paltuding.
Interview singkat tentang peristiwa kecelakaannya akibat terpeleset karena licin dan kebetulan pas di belokan yang menikung banget. Tak terlihat ada luka yang serius, tapi ciri-ciri menggigilnya yang over dosis kemudian membuat si Yoesi lebih intens mengamati dan meluncurlah diagnosa: Sepertinya temanmu itu bukan kedinginan biasa lho? Dia kena Hypothermia tuh... Secara singkat, Yoesi cerita jika pacarnya yang kerja di tim rescue pernah beberapa kali cerita melakukan evakuasi orang yang mengalami hypothermia. Makanya dia bisa memberikan presumtif jika si cowok yang menggigil itu kena Hypothermia. Dan secara spontan kami menawarkan bantuan untuk mengantar ke unit gawat darurat terdekat, yang kena Hypothermia itu biar di mobil bersama kami dan 3 temannya bawa motor mereka. Awalnya mereka gak percaya, tapi kami berusaha meyakinkan bahwa kami hanya bermaksud menolong, toh arah ke UGD terdekat juga sejalan dengan rute kami. Kondisi hujan-hujan, gak mungkin jika mereka maksain mbonceng temannya itu pakai motor. Ditambah lagi, mereka berempat gak paham daerah sekitar Paltuding – Licin. Lha kalau yang ndriver mobil kami kan tinggalnya di Licin, jadi paham seluk beluk di Licin termasuk lokasi UGD terdekatnya.
Al hasil, mereka terpaksa percaya dan menerima tawaran bantuan kami. Kalau diingat-ingat lagi, ada lucunya juga kami saat itu. Kami yang nawarin mbantu, dengan berbagai resiko yang bisa jadi fatal tapi kok ya ngeyel dan sempat menggunakan nada mengancam “ Kalau ada apa-apa dengan temanmu, kamu siap tanggung jawab ta?”. Mungkin mendengar kalimat tersebut, akhirnya mereka terpaksa percaya jika kami orang baik-baik. Lha iyalah, dari tampang saja sudah terlihat orang baik hati dan suka menolong serta gak keberatan untuk kerepotan mbantuin mereka, kok ya masih gak percaya sih? Baru beberapa meter berjalan, hujan makin deras hingga jalanan berkabut. Kloplah, lima ratus meter terlampaui dan kami dihinggapi rasa cemas plus jadi ketakutan. Yang terkena Hypothermia makin menggigil dan sepatah katapun gak bisa menjawab pertanyaan. Nyebutin siapa namanya saja gak bisa. Tambah lagi, ketiga temannya tak kunjung kelihatan di belakang laju mobil kami.
Apa boleh buat, kami sudah niat membantu dan si pasien sedang membutuhkan pertolongan, sedangkan untuk sampai ke UGD, kata pak sopir masih sekitar 10 km lagi! Tindakan pertolongan pertama pun segera dilakukan oleh Yoesi dan Irma, yang menyediakan diri duduk mendampingi pasien hypothermia tersebut. Dengan guidance on line dari pacarnya Yoesi, beberapa tindakan untuk pertolongan pertama dalam rangka mencegah kondisi cowok itu makin parah yang kami lakukan antara lain:
- Membuat si penderita Hypothermia tetap terjaga, yaitu dengan terus mengajaknya bicara dan memastikan dia tidak ketiduran
- Melepas bajunya yang basah dan mengikhlaskan jaket kami menggantikan bajunya yang basah.
- Menjaga suhu tubuhnya tidak drop, al hasil tutup kepala, kaos kaki dan sarung tangan pak sopir pun kami rampas.
- Tetap mengajaknya bicara, selain mencegah si penderita bablas [jika tertidur bisa bablas menyebakan kematian katanya], juga untuk mencegah lidahnya tergigit karena menahan kedinginan.
Setiba di UGD |
Hanya itu yang bisa kami lakukan, dan pastinya berdoa semoga kondisinya tidak memburuk. Bisa panjang urusannya jika terjadi apa-apa, lha nama dia saja kami gak tahu. Ditanya ID card atau dompet, cowok itu menggeleng alias gak bawa. Kami bisa bernafas lega ketika kemudian ketiga temannya muncul mengikuti laju mobil kami menuju Puskesmas. Butuh waktu satu jam lebih untuk tiba di Puskesmas Jambu dan sempat panik karena petugasnya gak ada. Bukan hanya soal hypothermianya, tapi takutnya kalau-kalau dia ngalami luka dalam yang parah. Kan sering terjadi kasus kecelakaan, luka luar gak seberapa tapi organ dalam cedera parah yang berakibat kematian karena terlambat diagnose luka bagian dalam tubuhnya.
Ketika petugasnya sudah muncul, dan pasiennya sudah berada di ruang UGD...eee lha kok kami diminta untuk gantiin baju yang terpakai masih basah yaitu celana! Sepertinya si petugas medis merasa risih gantiin baju basah pasiennya, lha dia perempuan juga. Kami langsung heboh, What? Serta merta kami lari keluar dan memanggil teman-temannya yang sedari sampai di Puskesmas gak mau ikutan masuk karena bajunya basah kuyup. Finally, yang gantiin celana BUKAN kami tapi pak sopir dan kemudian dibantu paramedis laki-laki yang datang membantu. Dan untuk keperluan administrasi, kami dimintai keterangan dan awalnya dikira jika kami yang menabrak tuh pasien. Kami jelaskan jika kami sama sekali gak kenal dan hanya kebetulan ketemu saat kami hendak meninggalkan paltuding.
Usai pemasangan oksigen |
Untuk beberapa waktu kami masih stand by di UGD, memastikan kondisinya under control. Gak tega juga lihat mereka yang bingung gak ngerti mesti ngapain. Lha ternyata mereka ber-4 itu masih siswa SMU kelas 3 dan iseng-iseng bermotor ke Kawah Ijen. Jadi gak ada yang bawa jas hujan dan perlengkapan lainnya. Sepertinya uang juga tidak bawa banyak. Saat kami minta menghubungi keluarga, ketiga temannya serba bingung dan takut. Tetap kami yakinkan jika pihak keluarga harus tahu karena kondisi temannya itu butuh perawatan intensif lanjutan. Info dari tenaga medis, bahwa Rio [akhirnya kami tahu nama pasien hypothermal tersebut] kemungkinan baru malamnya bisa dipindah ke Rumah sakit karena menunggu kondisinya lebh stabil.
Saat kami desak, jawaban mengejutkan terucap: “mau kontak ke siapa, Mbak?”. Tanya Satrio, yang lebih banyak berkomunikasi dengan kami.
Glodag...krompyang......” ya orang tua atau saudaraya? Emang kalian gak ada yang tahu keluarganya? Atau tanya sama Pak Lurah, pacarnya kan bisa Dheeekkkkkk...?”
Dan saat dapat nomer kontak pihak keluarga, gak ada yang ngangkat dering telpon juga. Hari semakin sore dan tujuan kami ke TN Baluran masih jauh. Akhirnya kami bersepakat, ninggalin nomer HP dan berpesan jika ada apa-apa agar mereka menghubungi kami. Setelah di infus dan di suapin beberapa sendok teh panas kemebul oleh Noe, Alhamdulillah kondisinya mulai membaik. Sudah bisa diajak bicara, sehingga kami cukup yakin untuk melanjutkan acara mbolang kami ke TN Baluran dan Pantai Bama.
Karena penasaran pengen “kenal’ lebih dekat dengan Hypothermia, saya pun menyempatkan tanya langsung pada Mbak Ipar yang kebetulan kerja di bidang medis.
“Pastikan dulu dia beneran kena Hypothermia apa sakau. Soale orang sakau pun menunjukkan gejala yang mirip dengan Hypothermia.” Jelasnya sebelum menjawab straight to the point penyebab terjadinya Hypothermia, yaitu suatu kondisi dimana mekanisme tubuh yang mengalami kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin atau dengan definisi lebih sederhana adalah suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 °C. Pada dasarnya tubuh mampu mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu 36,5-37,5 °C. Hipotermal terjadi manakala penurunan suhu inti tubuh dibawah 35°C (95°F) dimana pada suhu ini, mekanisme kompensasi fisiologis tubuh gagal untuk menjaga panas tubuh.
Dan Berikut ini tambahan informasi tentang Hypothermia dari Wikipedia.
- Gejala Hypothermia ringan adalah penderita berbicara melantur, kulit menjadi sedikit berwarna abu-abu, detak jantung melemah, tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha tubuh untuk menghasilkan panas.
- Pada penderita Hypothermia moderat, detak jantung dan respirasi melemah hingga mencapai hanya 3-4 kali bernapas dalam satu menit.
- Pada penderita Hypothermia parah, pasien tidak sadar diri, badan menjadi sangat kaku, pupil mengalami dilatasi, terjadi hipotensi akut, dan pernapasan sangat lambat hingga tidak kentara .
Sementara pasien dengan Hypothermia sedang atau berat memerlukan perawatan khusus di rumah sakit berupa rewarming atau peningkatan kembali suhu tubuh. Perawatan ini berupa rewarming aktif yang diikuti rewarming pasif. Rewarming aktif yaitu mendekatkan benda hangat atau panas yang ditempelkan pada tubuh pasien, misalnya air panas yang sudah dimasukan ke tempat khusus kemudian ditempelkan ke tubuh. Bila pasien teraba dingin, tetapi sirkulasi masih terjaga dengan baik, maka tugas penolong adalah untuk menjaga agar korban tidak kehilangan panas tubuh lebih banyak, dan berusaha untung menghangatkan (rewarm), bila pasien mengalami cardiac arrest atau henti jantung, maka dilakukan resusitasi jantung-paru dengan modifikasi sesuai dengan prosedur.
Hypothermiaberdasarkan temperature tubuh, dapat digolongkan dalam kategori:
- Ringan= 34-36°C. Bila orang bila berada pada suhu ini akan menggigil secara hebat, terutama di seluruh ekstremitas. Bila suhu tubuh lebih turun lagi, pasien mungkin akan mengalami amnesia dan disartria. Peningkatan kecepatan nafas juga mungkin terjadi.
- Sedang = 30–34°C, yaitu terjadi penurunan konsumsi oksigen oleh sistem saraf secara besar yang mengakibatkan terjadinya hiporefleks, hipoventilasi, dan penurunan aliran darah ke ginjal. Bila suhu tubuh semakin menurun, kesadaran pasien bisa menjadi stupor, tubuh kehilangan kemampuannya untuk menjaga suhu tubuh, dan adanya resiko timbul aritmia.
- Berat = <30°C, Pasien rentan mengalami fibrilasi ventrikular, dan penurunan kontraksi miokardium, pasien juga rentan untuk menjadi koma, pulse sulit ditemukan, tidak ada reflex, apnea, dan oligouria.
Dan di sepanjang perjalanan keluar dari wilayah Banyuwangi kota menuju TN Baluran kala itu, pembahasan tentang Rio CS masih berkelanjutan.
“ Tuh kan ada kisah tidak terduga lagi jika aku ikut mbolang, “ ujar Irma sok kayak mbah ndukun banget. “....yang tahun kemarin kita ke Sukamade ngalamin kehabisan BBM hingga telantar di tepian sungai dan main rakit serta kelaparan kan?”
“ Dan lucunya kita ini, nolongin orang lain tapi pakai jurus maksain orang yang akan ditolong agar mau ditolong.....”
“ Terus yang bikin gak habis nalar, kok ya mereka careless banget...naik motor jarak jauh dengan out fit GeJe kayak getu lho?”
Then the Journey at Baluran and Bama Beach is going on.....................
#Beberapa hari kemudian kami dapat apdet info tentang Rio, ternyata ada 2 tulang rusuknya yang retak. Untuk perawatan lanjutan, pihak keluarga membawa Rio pulang ke Situbondo