Pesona alam Dieng Plateu sudah menjadi salah ikon yang mendunia, salah satu destinasi traveling yang sangat sayang untuk diabaikan. Apalagi bila traveling kita memasang target zona wisata di Jogjakarta dan sekitarnya. Ibaratnya, ke Dieng tinggal sejengkal langkah dari Yogyakarta menuju obyek wisata yang berada di Wonosobo ini.
Sunrise di Sikunir |
Awalnya kami kompak pengen ngalami
the real life berada di alam bebas, yaitu kemping di Kaki Merbabu. Tapi, haluan
terpaksa berubah total karena si “monyet”
stumon menuju habitat baru di belantara Kalimantan. Dan kebersertaan saya
pun sempat akan gagal, tapi jurus sakti persuasif Mbak AL dan sebuah permit excuse dari Yogyakarta pun
akhirnya membuat saya nekad berangkat mbolang dengan resiko harus siap marathon
lembur kerjaan.
Jadi inilah sekilas reportase Dieng: Mbolang Terlama diperjalanan dalam
Sejarah[ku], antara iya dan tidak jadi berangkat, Alhamdulillah akhirnya nekad
DEAL no matter what happen si Ririe ndableg itu tetap membulatkan tekadnya
untuk mbolang. Jadinya baru bisa start berangkat sekira jam 18.30 WIB sehingga
sukses ketinggalan Bis Banyuwangi-Jogya untuk trip terakhir. Last option, saya harus siap mengambil
rute ‘mampir’ Surabaya dulu baru naik Bis jurusan Jogya. Perjalanan long wiken
dijamin over loaded, setiba di Bungurasih luapan penumpang sudah memadat mulai
dari station kedatangan bis [saking mbludhaknya sehingga penumpang tak hanya stand by di terminal keberangkatan].
Tak
luput crowded pun terjadi sepanjang
perjalanan, waktu tempuh pun menjadi super lemot jaya. Saya baru tiba di
Surabaya sekitar jam 03.00 dan melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta ba’da
shubuh yang Alhamdulillah dapat bis Ekonomi full AC [nunggu bis patas tidak
jelas akan berapa lama lagi karena dari info yang beredar banyak armada bis
yang disewa untuk wisata]. Dengan tarif murah meriah Rp. 37.000,- selamat sampai
di Yogyakarta jam 13.00 WIB. Nah bisa deh dihitung untuk jarak Sby-Yogya yang
biasanya berkisaran 7 jam, jadi molor hingga 10-an Jam !
Tracking Bukit Sikunir |
View (background) Danau Cebong |
Sesampai di Yogya, mendapatkan info
updet dari Una dan Mbak Alaika [yang berangkat dari Bandung] mengabarkan baru
akan tiba di Wonosobo sekira jam 19.00 WIB. Lha ketimbang saya bengong melongo kayak
turis kehabisan dollar karena kelamaan nunggu Una dan Mbak AL datang dan
demi efisiensi tenaga, Saya pun memutuskan tidak langsung berangkat ke Wonosobo
dan memilih alternatif by travel untuk melanjutkan perjalanan dari Yogyakarta. Jadwal
travel ke arah Wonosobo yang masih tersedia kala itu adalah jam 16.00 WIB.
Yaaa...ada waktu tunggu 3 Jam setelah tiba di terminal Yogyakarta, bisa untuk cuci
muka, sholat dan makan serta santai sejenak meluruskan kaki setelah duduk
berkelamaan dalam bis dari Banyuwangi – Yogyakarta.
Perjalanan menuju Wonosobo berjalan
normal, sempat sebentar mengalami jalur padat merayap ketika masih berada di
ruas jalan Yogyakarta. Ketika sudah berada diluar kota, kepadatan lalu lintas
mulai normal. Dan alokasi waktu menuju Wonosobo pun tidak mengalami kemoloran,
tiba di terminal Wonosobo [yang kami sepakati sebagai meeting point] sekitar jam 19.30 WIB. Ternyata Mbak AL dan Una
sudah tiba setengah jam lebih dulu. Sempat
celingak-celinguk nyariin posisi
mereka, dan ternyata lokasi penantian Mbak AL dan Una di gerbang keluar
terminal sedangkan saya di pintu masuk terminal Wonosobo. Aseli terminalnya
bueasarr tapiii lengang. Bisakan dibayangin kalau saya kelamaan di terminal
sepi sunyi lengang sendirian berkelamaan...hiiii bisa diculik sesuatu lho?
#Alay kumat!
Cipika-cipika, ketawa-ketiwi dan nggedabrus sana-sini pun mewarnai
pertemuan saya dengan Mbak AL dan Una, sembari menunggu sesosok makhluk manis Idah Cerish yang ternyata bersedia bergabung
untuk menikmati little adventure
kami. Dan berkat beliaulah, akhirnya dapat rent car yang bersahabat baik harga
sewanya maupun Mas Guide-nya, untuk durasi 24 jam sudah paket bersih. Maksudnya
BBM de-el-el sudah include dalam
harfa sewa tersebut. Karena waktu semakin merayap ke malam dan dingin udara
semakin turun suhunya, kami pun langsung menuju ke Dieng dengan tujuan agar
esoknya bisa ngejar the view of sun rise from Si Kunir.
Dalam OTW ke Dieng, kami sempat
wis-was karena dikabari jika home stay yang sudah jadi destiny penginapan
ternyata dialihkan pada orang lain. Maklum kedatangan kami too late sehingga melampui DL dari sang pemilik home stay. Bisa kacau bin galau pastinya jika sesampai di Dieng kami gak dapat home stay, empat
bidadari ini bisa terlantar kan?
Fase-fase Sunrise di Sikunir |
Mbak AL dengan Laxy imutnya dan Una dengan
gadgetnya pun segera bersurfing untuk mencari alternatif penginapan lainnya dan
hasilnya mencengangkan: Semua penginapan
yang ada di jalan utama telah penuh! Finally, seseorang dari penginapan
yang ditemukan Una dari hasil browsingnya menjanjikan akan mencarikan
alternatif homestay yang agak jauh dari jalan utama. Dan Alhamdulillah si Mr. X
tersebut really kind menepati janjinya hingga berhasil mendapatkan
sebuah kamar di homestay Mawar Putih.
Setiba di home stay dan bongkar muatan bag packer, saya nekad untuk mandi meski waktu menunjukkan pukul sepuluh malam lewat. Lha mandi terbaru saya kan sudah 26 jam lalu, toh tingkat kedinginannya masih bisa saya tahan jadi why not take shower for about ten minutes ? Dingin air dan udara memang masih bisa berkompromi, tapi ketika angin berhembus [lha kamar mandinya kebanyakan lubang angin]...maka tak ayal lagi brbrbrrrrrr.....acara mandi pun dipersingkat lagi alias mandi bebek deh. Tapi masih menidngan kan daripada Una dan Mbak AL yang gak mandi tuh.....#sssttt, ini rahasia semoga Una dan Mbak AL gak mbaca.
Setiba di home stay dan bongkar muatan bag packer, saya nekad untuk mandi meski waktu menunjukkan pukul sepuluh malam lewat. Lha mandi terbaru saya kan sudah 26 jam lalu, toh tingkat kedinginannya masih bisa saya tahan jadi why not take shower for about ten minutes ? Dingin air dan udara memang masih bisa berkompromi, tapi ketika angin berhembus [lha kamar mandinya kebanyakan lubang angin]...maka tak ayal lagi brbrbrrrrrr.....acara mandi pun dipersingkat lagi alias mandi bebek deh. Tapi masih menidngan kan daripada Una dan Mbak AL yang gak mandi tuh.....
Sedari check
in, si Ibu pemilik homestay sudah memberikan wacana jika hendak
mengabadikan sun rise di puncak si
Kunir maka kami harus siap untuk start go jam 04.00 ting tong ! Tak ayal, kami
ber-empat pun berlomba menyetel alarm. Dan maapin Akyu ya buat tiga teman mbolangku, alarm
si Ririe bikin keributan paling awal yaitu jam setengah tiga dan si mepunya
teuteup asyik melanjutkan tidurnya. Lha orangnya sudah terkondisikan dengan
alarm berlapis [set up alarm memang sudah berjeda 30 menit] jadi apal bunyi
alarm pertama itu baru warning untuk bangun. Hehehehe....
Setelah prepare secukupnya, dan tebak
perlengkapan siapa yang paling lengkap? Iyaappp, Una....dia sedia jas hujan dan
bahkan tas cangklongnya pun berbahan plastik. Perhitungan cuaca di musim hujan
juga sudah masuk dalam daftar Idah Cheris sehingga dia bawa payung lho?.
Ketemu Turis Belanda dengan Tas Dora-nya |
Dan
saya? Nothing....mind set saya ya
jalan-jalan biasanya. #Parah banget! Hanya satu yang missed dibawa yaitu lampu sorot alias
senter. Padahal acara jelajah di alam bebas kan butuh banget penerangan selama
perjalanan masih gelap. Oke, dengan perlengkapan seadanya Show MUST GO ON....jam
empat kurang sedikit, kami pun berangkat. Sempat nyasar sedkit sey, tapi sekira
setengah jam sampai juga di Desa Sembungan, yang konon kabarnya merupakan desa tertinggi
di Pulau Jawa, yaitu ± 2500 mdpl. Nah, Bukit Sikunir terletak di desa Sembungan.
Sesi 'Ngrumpi' di Sikunir |
Saya dan Mbak Al sempat break 3 kali, sedangkan Una
melaju dengan ilmu meringankan tubuhnya. Dan Idah...maaf, dia berada paling
belakangan deh. #dasar gak setia kawan ya? Butuh waktu 30an menit
berjalan kaki untuk sampai lokasi sun rise-nya. Setiba di sana sudah padang jingglang dan beberapa menit kemudian sang mentari pun
menampakkan semburatnya dengan cerah ceria. Satu kata yang bisa saya sebutkan: Kereeen.....
“ Mungkin
bagi kebanyakan orang akan bilang kita ini cari susah ya? Jalan kaki dengan
medan yang sulit hanya untk lihat matahari terbit “ celoteh Mbak Alaika
sambil menikmati panorama si kunir. Tapi kami sepakat, this is the amazing of adventure: sulitnya
medan adalah tantangan yang menggairahkan dan keindahannya adalah jika kita
bisa melampui aneka kesulitan dalam perjalanan adventure tersebut. Mungkin yang
namanya sun rise prosesinya memang
sama dimana-mana, tapi sensasi keindahannya akan lebih mentakjubkan lagi
manakala kita mendapati munculnya sun rise setelah melalui tantangan alam yang
bisa dibilang sulit #sok petualang sejati deh!
Hampir dua jam kami spending time di Sikunir,
menikmati hasil pencapaian pendakian yang lumayan menguras tenaga kami yang
waktu berangkat tanpa sarapan. Kebetulan ada yang jualan minuman panas, maka
klop-lah menyempurnakan keluarbiasaan berada di Sikunir dengan selingkup udara
yang masih dingin.
Menikmati kehangatan mentari pagi di bukit sikunir |
Tak lupa berfoto ria penuh semangat dengan aneka gaya pun
kami lakukan sampai Camdig saya lowbat #PLAKKK... Pose Una yang bergaya
sok Bule Belanda yang lugu, Mbak AL yang jadi kloning patung pancoran, Idah yang
khas berekspresi mecucunya, dan saya
dengan dengan style anggun ber-slayer eh...selendang ding kayak Kajol tuh. Dan the top scene adalah poto bareng dengan
bule kece dari Perancis Hahahhaa.....[yang sudah dipamerin oleh Idah dan Una di
reprotase mereka].
Meet Up dengan 5 Turis Bule dari Perancis |
Pict by Idah: Penampakan Danau Cebong [di dekat parkiran mobil] |