Percakapan Nano-Nano

Dilema pelantikan Kapolri yang memancing banyak reaksi beberapa waktu lalu, membuat saya teringat Bismillahirrahmaanirrahiim dengan sepenggal episode ketika pada jaman dahulu ketika saya masih di Banyuwangi. Percakapan non formal dengan seorang guru yang sedang melakukan monitoring terhadap siswa-siswa yang sedang PKL di tempat kerja. Jadwal pemantauan rutin yang menyertai mata pelajaran PKL. Di sela-sela mengikuti anak didiknya praktek di Laboratorium, obrolan kami - entah bagaimana alurnya, maap sudah lupa- tapi saya masih ingat sangat dengan point yang jadi tematik oboral kami kala itu. 
Beberapa waktu lalu kami dan pihak sekolah mendapatkan protes dari sebuah LSM yang katanya concern terhadap Hak Asasi Anak “ 
Lha ada kasus apa Pak? “ tanya saya masih gak nyambung.
Belum lama ini kami terpaksa mengembalikan amanah pendidikan seorang anak pada orang tuanya…”
Maksudnya, dikeluarkan ya Pak?” deuhh, mestinya kan saya gak perlu menyebutkan kalimat yang segambalng itu ya?
Iya Bu. Pilihan yang tidak mudah, tapi harus kami ambil “
“ Penyebabnya apa Pak? Tentu ada alasan yang pokok sehingga keputusan tersebut harus diambil kan?”
Anak tersebut hamil. LSM tersebut melayangkan protes yang menganggap kami mengabaikan hak anak untuk bersekolah. Lha jika si LSM tersebut mengaku menyuarakan protesnya demi hak anak yang kami kembalikan pada wali muridnya, secara proporsional, bukankah LSM tersebut juga harus mempertimbangkan hak dan kepentingan sekian ratus anak-anak lainnya juga kan?” Saya diam, bingung mau menjawab apa. 

Edisi candid: belajar motret human interest 
“ Kami instiusi pendidikan, tidak sekedar mengajar pelajaran sekolah. Jika tidak ada sanki apa-apa, maka siapa yang bisa menjamin atau mencegah sekian ratus anak lainnya tidak memiliki stigma : oooo…berarti oke-oke saja tuh jika pacaran sebebasnya sampai hamil getu? “
“ Iya pak, saya mengerti kontroversi yang timbul dengan keputusan tersebut. Terus LSMnya masih mau melanjutkan protesnya kemana Pak”
Kami persilahkan saja jika mau melanjutkan kasusnya. Kami sadar jika kami tidak bisa membuat keputusan yang bisa menyenangkan semua pihak. Tapi setidaknya, keputusan kami dalam rangka mempertimbangkan kepentingan anak-anak lainya yang lebih banyak.”
Iya Pak, seperti halnya gigi yang sakit juga harus dicabut agar tidak menular pada gigi-gigi yang sehat lainnya. “ aseli jawaban ngaco  gegara habis cabut gigi tuh.
Iya, toh kami tidak memblack list. Anak tersebut masih bisa bersekolah di tempat lain, atau ke sekolah yang sama setelah bersalin yang tentunya di tahun ajaran berikutnya. Harapan kami, semoga ada pembelajaran bagi anak-anak lainya agar lebih berhati-hati dalam setiap tingkah laku karena setiap tindakan ada resiko yang sepaket dengan konsekuensinya . “ 

Dari percakapan tersebut, secara tidak langsung si Bapak Guru tersebut juga sedang mendidik saya untuk peka bahwa ukuran baik dari setiap keputusan akan memiliki ukuran yang berbeda bagi berbagai pihak karena sudut pandang yang tidak sama. 

Semakin kecil sudut yang digunakan, tentu akan memberikan penampakan yang sempit terhadap suatu permasalahan. Apalagi jika ditambahi dengan pola pikir, paradigma, kepentingan [pribadi/kelompok] dan bumbu-bumbu lainnya yang akan membuat suatu persoalan semakin nano-nano kan? Maka, demikian tulisan ini saya juduli percakapan Nano-Nano #judul asal comot

#Don’t [just] say It’s my life, Think First karena setiap resiko yang muncul akan membawa keluarga terlibat untuk menanggungnya.

Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

9 comments:

  1. Hmmm sudut pandang yang bertanggung jawab. Setuju dg pak guru, harus ada sanksi yg sifatnya mendidik dan memberi kesempatan untuk tobat, tidak di black list. Anak itu masih bisa sekolah lagi disana setelah melahirkan.

    ReplyDelete
  2. dialog cerdas.
    mengena. dan pemberian sanksi yang baik memang dalam rangka mendidik/edukasi, bukan semata2 menghukum.

    ReplyDelete
  3. Tujuan pokoknya mendidik anak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak Gia dong calon pendidik
      ntar jangan galak-galak ya Mbak kalo ngajarin saya

      Delete
  4. jadi inget pas ngajar di malang,ngeluarin satu genk gara2 punya kasus berat. sedih sebenarnya,tapi keputusan kepsek nggak bisa diganggu gugat

    ReplyDelete
  5. mungkin ya bisa sekolah dirumah dulusemacam homeschooling setelah melahirkan masuk lagi

    ReplyDelete
  6. harga yang harus di bayar untuk mendidik calon pemimpin bangsa :)

    ReplyDelete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.