Film Indonesia, antara dilema dan menerima? Ini sih tema yang berat untuk saya yang kurang mengikuti perkembangan dunia perfilman. Sedikit yang saya amati, Bismillahirrahmaanirrahiim memang dunia perfilman Indonesia mulai menunjukkan perkembangan yang significant sejak kemunculan Mbak Dian Sastro dalam AADC. Iyah, saya menyebutnya Bianglala Film Indonesia mulai muncul penuh warna semenjak AADC tersebut. Meskipun tidak serta merta grafik perkembangannya bergerak secara linear, tapi bisa dibilang cukup menggembirakan karena satu demi satu film-film baru mulai di produksi, baik film indie maupun gak indie. Bahkan beberapa film Indonesia sudah ada yang mendapat perhatian pecinta film internasional, seperti The Raid. Iya sey, saya pribadi kurang begitu bisa menikmati jalan cerita dalam film yang penuh adegan baku tembak dan adu jotos itu.
Perkembangan film Indonesia juga membukukan catatan bahwa semakin banyak Tema cerita yang diangkat juga mulai beragam dengan kualitas cerita yang lebih baik. Dan perkembangan lain terkait dunia perfilman Indonesia satu dekade belakangan ini, para produsen film semakin banyak yang tertarik untuk mengangkat cerita dari novel yang best seller. Sudah banyak judul film yang diangkat dari novel, antara lain:
Ayat-ayat cinta [AAC], Ketika cinta bertasbih [KCB], Laskar pelangi, Negeri 5 menara, Endensor, 99 cahaya di langit eropa, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Moga Bunda Disayang Allah, Hafalan sholat Delisha, 9 Summers 10 Autumns, Ibuk, Perahu kertas, Sang penari, 5CM, Zahrana, Assalamu’alaikum Beijing, Hhemmm….apalagi ya? Masih banyak dan semoga lebih banyak lagi Novel Indonesia yang diangkat menjadi cerita film di masa-masa mendatang
Banyak banget film Indonesia yang mengukir prestasi best seller mengikuti jejak prestasi versi Novelnya. Perkembangan yang tak kalah menggembirakan adalah tak hanya melirik novel-novel best seller yang diangkat dalam versi layar lebar, tapi juga tulisan blogger pun mulai diperhitungkan untuk dijadikan film! AMAZING….
Raditya Dika menjadi pelopor penulis blog yang tulisannya difilmkan. Tak hanya satu film, tapi beberapa film dibuat berdasarkan tulisan Mas Blogger Raditya Dika. Beberapa juudl film yang saya tahu antara lain; Kambing jantan, Manusia Setengah Salmon, Cinta Brontosaurus, Marmut merah jambu, Cinta dalam kardus.
Tuh kan, bahkan tulisan blogger juga memiliki daya tarik untuk difilmkan. Hayuukkkk...makin semangat untuk menulis di blog yang lebih tertata dan memiliki ruh yang jelas. *PAdahal saya sendiri masih fokus nulis di blog untuk senam jari tangan dan agar daya ingat tidak mengalami demensia dini. Kalau di kemudian hari ada yang nyasar di blog saya dan memakainya jadi judul film, seneng banget. #ngarep boleh kan?
Big HOPE, semoga unsur selektif terhadap konten [kualitas] Novel atau blog tetap menjadi skala prioritas [utama], karena bukan tidak mungkin sesuatu yang nge-HITS [best seller] itu karena dominasi sensionalitas saja kan?
Credit dari SINI |
Saya pribadi sangat mengapresiasi terhadap good will produsen film yang mulai memperhitungkan dan mempertimbangkan novel-novel serta konten blog karya anak Indonesia untuk di filmkan. Artinya kekuatan budaya lokal dan kekayaan geografis (untuk lokasi pembuatan film) akan lebih dominan dalam Bianglala Film Indonesia. Manfaat bangkitan lain yang tak kalah berbianglala adalah trigger potensial yang membuat banyak orang gemar menulis bermacam MOMENT dalam keseharian. Jika gemar menulis, secara multiplier akan membangkitkan minat membaca buku dan dinamika sosial di sekitarnya.
Nah, bagaimana trend perkembangan perfilman di Indonesia menurut Anda?
Noted:
Bukannya saya gak pengen lihat novel yang dijadiin film. Tapi dari sekian film yang diangkat dari buku/novel, saya merasa ada yang "berubah". Hal ini bisa jadi karena ketika membaca versi asli di buku/novel, imaji saya berkreasi visualisasi sesuai cita rasa saya. Sedangkan naskah buku/novel yang diFilmkan juga melalui proses "penerjemahan" versi tim kreatif pembuat film. So, dari pajangan novel di atas, untuk versi filmnya, saya melihatnya ketika sudah tayang di Televisi deh. Hehehe
Bukannya saya gak pengen lihat novel yang dijadiin film. Tapi dari sekian film yang diangkat dari buku/novel, saya merasa ada yang "berubah". Hal ini bisa jadi karena ketika membaca versi asli di buku/novel, imaji saya berkreasi visualisasi sesuai cita rasa saya. Sedangkan naskah buku/novel yang diFilmkan juga melalui proses "penerjemahan" versi tim kreatif pembuat film. So, dari pajangan novel di atas, untuk versi filmnya, saya melihatnya ketika sudah tayang di Televisi deh. Hehehe
Kalo menurutku perfilman indonesia tahun 2015 akan lebih baik lagi, semoga bisa go intertional dan bersaing dengan perfilman dari negara lain :)
ReplyDeleteHopefully, tahun ini lbh baik dan produktif lagi film indonesia
DeleteSekarang lagi banyak film diambil dari buku best seller ya mbak, bagus sih berarti ceritanya memang berbobot tinggal penyajiannya jangan sampai menyimpang jauh dari bukunya :-):-), sukses untuk film indonesia :-)
ReplyDeleteyups, semoga film Indonesia [based on novel] semakin berbobot dan penyajiannya jangan sampai menyimpang jauh dari bukunya :)
Deletesaya mencari filmnya Rano Karno dan Lydia Kandao kak, diubek-ubek ngga ada disini mah ya.
ReplyDeletedari bianglala film ini cuma Ayat-Ayat Cinta yang bikin hati saya makjleb deh ih
Kalau AAC, gegara heboh fi;mnya...saya jadi penasaran versi novelnya deh
DeleteTapi terkadang film dari buku suka ada aja yg beda atau hilang ya mba
ReplyDeleteIya MBak, something missing kalau novel di jadiin pilem. Jd mending gak usah baca novelnya dulu, biar gak kuciwa. hehehe
Deletepeluang besar ya buat blogger yg juga penulis siapa tahu bisa difilmkan,
ReplyDeletetpi ya gitu cerita dr novel yg difilmkan memang kadang ada sedikit gubahan, yang kadang membuat org yg sudah baca novelnya dluan kecewa krn beda ceritanya
Yukk Mbak, semangat ngeblog, sapa tahu ketularan kayak RAditya Dika tuh
DeleteIya mbak Ririe, saya jg beberapa kali kecewa nonton film yang diadaptasi dari buku. Atau mungkin ekspektasi sy terlalu tinggi gara2 baca udah baca bukunya duluan yah? hehe @RuriOnline
ReplyDeleteTOS mbak, saya juga demikian kok
DeleteMembaca tulisannya Mbak Ririe aku kok malah fokus baca notenya ya.. persis banget dengan perasaanku. Sebelumnya pernah fenomena novel di filmkan tak bikin postingan karena menurutku cerita di film tak sedetail novelnya. Baca novel lebih mengaduk emosi.. :)
ReplyDeleteHehehehe...mgk faktor lainnya adalah batasan durasi waktu tayang versi film ya MBak. jd gak mgk jika dibuat sedetail di novel
Deletesemangat terus buat para blogger :)
ReplyDeletesiaapppp
DeleteEmang sih mba, terkadang lebih enak baca novelnya daripada nonton filmnya..
ReplyDelete@rin_mizsipoel
idem mbak
Deletekalau novel yg difilmkan, kadang kurang maksimal hasilnya. seperti negeri lima menara, saya kurang sreg sama filmnya.
ReplyDeleteIYA Mas, banyak novel yg 'beda' ketika di filmkan
DeleteAku nonton tuh The Raid 2, nggak ngerti jalan ceritanya apa, keren di berantem-berantemnya tapi, hahaha...
ReplyDeleteAku ora nonton the raid 2 Na, gak jelas alur ceritanya. hanya bak buk adu jotos je
DeleteBiasanya film yang diangkat dari novel, terkesan malah lebih hambar.
ReplyDeleteItu menurut pendapat saya sih.
@nuzululpunya
Gak hanya sayur saja yg bisa hambar ya pak. Pilem juga bisa hambar tuh
Deletememang film indonesia sudah agak mendingan dari tahun sebelum 2005 yang ada cuma hantu atau vulgar
ReplyDeleteIya Alhamdulillah film INdonesia sdh mengalami banyak perbaikan ya
Delete