Bukik bertanya: Hujan Mengukir Pelangi. Mencoba merumuskan arti pada setiap langkah dan desah nafas kehidupan, karena semua yang terjadi berbingkai nisbi dan relatifitas dalam mata rantai perputaran alam yang fana. Setiap akhir sesuatu sejatinya adalah awal untuk hal berikutnya, maka tidak ada yang sebenar-benarnya usai selama jantung masih mendetakkan nadi kehidupan.
Dan Bismilllahirrahmaanirrahiim mencoba mengurai tentang diri sendiri masih saja ibarat peribahasa ‘melihat kuman di seberang lautan masih lebih mudah ketimbang seekor gajah di depan mata sendiri’. It’s about me and myself, berasal dari sebuah desa di Lamongan yang terlahir dari 10 bersaudara: 7 laki-laki dan 3 perempuan (sebenarnya 12 orang tapi sepasang saudara kembar yang merupakan anak sulung tidak beumur panjang), jadi saya sangat maklum saat banyak teman mengatakan cara saya berjalan jauh dari style feminin.
Saya berada di urutan kedua dari bawah (kakaknya si bungsu) terlahir dengan nama Ribut Suhartini, konon katanya saat jelang kelahiran saya terjadi dua kali pemilihan Lurah karena Lurah yg terpilih meninggal 40 hari kemudian sehingga diadakan pilihan lurah lagi. Selain itu, alasan lainnya adalah karena ibu saya secara kebetulan ketemu dengan seorang guru yang punya anak perempuan dengan nama tersebut sehingga terbersitlah ide untuk menamai saya Ribut Suhartini.
Sayangnya para tetangga ada yang protes, masak bocah ayu dinamain Ribut? Gak oke banget, maka dipanggilah saya Ripah, cuplikan dari kalimat gemah ripah loh jinawi. Sehingga ketika ada teman SD yang main ke rumah kala itu nanyain Ribut, tetangga pada gak kenal? Hehehe…
Nama yang dilekatkan kala lahir Ribut Suhartini pun mengalami perubahan, namanya juga kedua orang tua saya gak bisa baca-tulis, mungkin kala mendaftarkan saya ke SD hanya menyebutkan nama depan saja sehingga ketika lulus SD ada pengisian blanko data murid, dan kebetulan kok saya PeDe diisi sendiri (gak minta bantuan kakak), maka jadilah nama resmi saya dalam semua dokumen cukup lima huruf RIBUT.
Bagi teman-teman SD - SMA, tidak ada yang menganggap aneh mengingat lingkungan pedesaan yang terbiasa dengan nama-nama yang singkat padat dan ndeso…Baru saat kuliah ada yang bertanya kenapa nama saya kok Ribut? Biasanya saya jawab biar mudah diingat dan unik kan? Jarang-jarang ada g`dis cantik yang namanya Ribut? Dan dengan bangganya saya bilang kalau di desa saya ada 3 orang yg namanya Ribut dan saya satu-satunya yang perempuan.
Demi menghindari pertanyaan dan ketidakpercayaan tentang nama saya tiap kali kenal dengan orang baru, terbersitlah untuk menggunakan nick name Ririe (daripada setiap kali saya menyebutkan nama harus menyertakan KTP untuk meyakinkan bahwa saya tidak mengada-ada akan nama saya). Untuk interaksi dunia maya saya suka pilih nama kinanthi, sehingga saya combine jadi Ririe Kinanthi, yang dulunya ingin saya gunakan untuk nama pena.
Sekian lama tidak progress dalam menulis, kemudian muncul novel dengan judul blabla..kinanthi. Jika saya tetap menggunakan nama Ririe kinanthi, rasanya kok saya ikutan ‘nebeng’ popularitas novel tersebut (meskipun saya udah menggunakan ID tersebut sejak 2005an).
Akhirnya saya menggunakan nama public/pena Ririe Khayan. Toh ketika pembuatan passport, saat sesi wawancara Bapak petugas kasih saran untuk mencantumkan nama dalam 3 kata agar kelak semoga diberikan kesempatan Umrah/haji tidak repot mengubah data base lagi. Katanya bisa menambahkan nama suami atau ayah, berhubung saya belum menikah dan juga saya lebih setuju bahwa nama yang hendaknya ada di belakang nama sendiri adalah nasab Ayah, maka jadilah ID passport saya: Ribut Ririe Khayan.
Selain nama-nama tersebut, masih ada lagi*yang manggil saya Robot (jika saya kumat usil), Rbt (karena paraf saya dari sekolah gitu), Ribut yang tidak meributkan (ini sebutan di awal-awal bekerja sebab saya sangat pendiam karena memang butuh waktu untuk beradaptasi), atau ada yang paling hemat lagi: just “R”.
Sebagai keluarga yang tergolong dalam kelompok KB ~ keluarga besar ~ baik dari pihak Ayah dan Ibu, orang tua sayalah yang dikaruniai banyak anak dan Alhamdulillah ekonomi juga pas-pasan: pas hasil panen juga pas untuk modal tanam lagi, pas butuh bayar uang sekolah pas gak ada uang (harus gali lubang tutup lubang), dan situasi ‘pas’ lainnya. Terlalu banyak momen penting dan berharga bersama orang tua jika saya flashback ke masa lalu.
Oia, panggilan akrab bagi kedua orang tua saya adalah Pak’e (untuk Ayah) dan Mbok’e (untuk ibu). Sampai sekarang kami tetap memanggilnya demikian, rasanya ada keistimewaan tersendiri dengan panggilan ‘ndeso’ tersebut. Pernah ada teman yang mengira kalau yang saya sebut Mbok’e itu adalah panggilan buat Embah/nenek.
Dan salah satu peristiwa bersama orang tua yang menggetarkan adalah saat wisuda, menghadirkan mereka di antara para orang tua yang dominan berbackgorund terpelajar (meski saya yakin juga tidak sedikit yang kondisinya tak jauh beda dengan orang tua saya), sungguh moment yang luar biasa. Apalagi saat ibu merangkul saya dengan mata berkaca-kaca dan mengucapkan selamat, sungguh kedua orang tua sayalah yang paling pantas mendapat ucapan selamat mengingat dengan segala keadaannya mampu membuat saya punya semangat dan motivasi sampai bisa lulus kuliah (yang lengkap dengan lika-likunya untuk bisa survive & struggle.
Ibu meyakinkan ayah saya bahwa justru karena keadaan serba "pas-pas"an dan ketidakbisaan baca-tulis maka anak-anaknya harus bisa sekolah “tidak ada harta kekayaan yang bisa kami berikan sebagai warisan selain sekolah agar kalian tidak menjadi orang-orang yang bodoh seperti kami” itulah cita-cita sederhana kedua orang tua saya. Juga betapa terharunya kala Ayah saya dengan wajah berbinar menceritakan tentang perbincangan singkatnya dengan beberapa pasang orang tua yang ada di dekatnya saat duduk di tribun yang ternyata adalah orang-orang yang bertitel dan pendidikan tinggi.
Setiap tahapan hidup, setiap peristiwa sebenarnya satu paket dengan pembelajaran dan hikmah, setiap pilihan adalah mungkin dan niscaya. Dan kejadian yang cukup membuat saya berubah adalah ketika saya bertekad untuk menggunakan jilbab. Butuh waktu sekitar setahun buat saya untuk mengambil keputusan tersebut. Saat menjelang naik kelas 2 SMA sudah mulai terbersit keinginan untuk berjilbab, namun karena saya harus memprtimbangkan masak-masak karena agar tidak ingin berjilbab semata-mata karena sindiran guru Agama (sehingga hanya pakai jilbab saat sekolah). Juga saya harus siap mental untuk dipandang sinis oleh lingkungan sekitar mengingat kala itu komunitas berjilbab masih di anggap ‘aneh/minoritas’.
Intinya ketika saya memutuskan berjilbab, saya harus bisa konsisten dengan pilihan tersebut. Itulah kali pertama saya belajar tentang sikap konsisten secara lebih luas. Al hasil kelas 3 SMA saya bertekad bulat untuk berjlbab diawali dengan pengorbanan kain seragam adik (waktu masuk SMA) yang saya jahitkan untuk baju panjang saya dan sebagai gantinya baju seragam saya dipakai oleh adik (karena adik saya cowok, jadi untuk celananya kebetulan bekas celana panjang dari kakak ada yang masih bagus) sekaligus siap dengan konsekuensi saat menampilkan foto berjilbab dalam ijazah harus menandatangani surat pernyataan sanggup menanggung segala resiko atas pilihan tersebut.
Rentang masa berikutnya yang cukup mengubah saya adalah saat kuliah. Saya berangkat kuliah dengan modal sugesti dari kakak dan juga salah satu guru SMA yang meyakinkan saya: yang penting kamu diterima dulu, urusan berikutnya InsyaAllah akan ada jalan. Itulah awal saya mempunyai stigma bahwa segala sesuatu harus di coba, dan jangan pernah takut akan kegagalan.
Dan memang benar adanya, pada akhirnya kita akan bisa menyesuaikan diri dengan keadaan tanpa harus kehilangan jati diri. Saat kuliah saya mendoktrin diri sebenarnya kuliah itu tidak semahal yang di desas-desuskan orang-orang di desa saya. Bahwa kuliah itu tidak harus berpenampilan yang fashionable, apalagi untuk lingkungan kampus yang dominan makhluk laki-laki di Surabaya sehingga tampil acakadut tetap PeDe saja.
Jika tidak punya buku toh masih ada perpustakaan, ada senior yang bisa dipinjam bukunya. Jika uang kost nunggak cari pinjaman ke teman, dan masih ada opsi kerjaan freelance sesuai kemampuan ( bahwa setiap insan sudah dilengkapi dengan kemampuan untuk bisa survive) yang bisa diambil dan kebetulan kala itu kesempatan yang bisa saya adjust adalah sebagi guru private dari satu rumah ke rumah dengan naik lyn lanjut dengan jalan kaki dan jika sisa jarak tempuh masih lumayan jauh ya estafet naik becak. Yang pasti saya tidak kenal istilah minder, mungkin di dukung dengan sikap teman-teman kuliah yang serba welcome.
Keseluruhan hidup dengan segala warnanya, kesulitan dan kemudahan yang saya alami membuat saya belajar bahwa pada akhirnya saya akan lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan yang heterogen dalam segala aspeknya. Saya berusaha menghargai diri saya dengan belajar untuk menghargai orang lain dengan berusaha “if I were them..” meski itu pun belum bisa totally saya membuat penilaian terhadap seseorang. Setiap diri orang mempunyai variable dan komponen hidup yang exactly tidak sama, maka belum tentu apa yang saya lihat/ketahui cukup merepresenatsikan realitas kehidupan orang (lain) tersebut.
Semoga demikian juga orang lain bisa menghargai saya secara obyektif. Dan saya menghargai diri saya dengan lebih memilih mengambil keputusan tidak semata-mata karena pandangan/tuntutan sosial/masyarakat yang berbasis ‘biasanya’ karena belum tentu yang dianggap biasa itu benar? Selama keyakinan saya tidak bertentangan dengan agama dan tidak merugikan orang lain, saya tidak punya alasan untuk melakukan sesuatu karena pandangan masyarakat.
Keluargalah yang selalu bisa menerima dan merindukan saya tanpa pamrih, yang selalu memberikan dukungan baik moril dan materil tanpa menggunakan hitungan numeric. Dan keluarga adalah tempat sekolah kehidupan saya yang pertama yang mengahajari nilai-nilai kehidupan tanpa teori tapi dengan pembuktian sikap bagaiman seharusnya kita tumbuh menjadi orang yang bisa saling berbagi, tidak egois serta berempati dengan tulus.
Dan tanpa mengecilkan sumbangsih kakak saya yang lainnya, salah satu yang bisa saya sebutkan wujud pengorbanannya yang sangat ‘berani’ adalah sosok kakak saya yang nomer 6, semua adiknya memanggil cak PO. Demi kelangsungan sekolah adik-adiknya, dia mengambil langkah berani keluar dari rumah saat masih kelas dua SMA. Merantau di Surabaya, bekerja sambil sekolah dan berusaha menyisihkan uangnya untuk dikirim ke rumah (karena memang saat itu kondisi di rumah pada titik nadir).
Cak PO juga mampu membuktikan bahwa keterbatasan itu sebenarnya masih bisa di kurangi limitasinya. Ketika sekali lagi pilihan hidup menghadapkannya terus kuliah sambil bekerja atau bekerja total, maka Cak PO pun memutuskan untuk hijrah ke Jakarta dan full bekerja di pabrik assembling mesin. Sikap seorang saudara yang sampai sekarang sering saya jadikan cermin, Cak Po dengan pilihan sulitnya justru membuatnya mampu bertindak kreatif dan efektif dengan hasil yang mengagumkan (saya khususnya) karena saat ini Cak Po bahkan sudah mampu membuka usaha assembling mesin packaging sendiri dengan merekrut tenaga kerja.
Demikianlah Saya melihat, merasakan dan menerima segenap pembelajaran tersebut dari kakak-kakak saya, yang demikian bisa mensinkronkan posisinya agar tetap bisa mendukung adik-adiknya tanpa mengabaikan peran kedirianya dalam keluarganya sendiri.
Ketika usia menapak pada jenjang kedewasaan, ketika langkah kaki membawa diri keluar dari lingkungan keluarga serta dekap hangat perlindungan keluarga, maka orang lain yang ada di sekitar saya adalah keluarga (kedua) saya berikutnya. Dan untuk hubungan pertemanan/persahabatn, saya berusaha untuk meniadakan istilah ‘mantan’ teman/sahabat. Bagi saya tidak ada istilah ‘mantan’ teman/sahabat, suka atau tidak suka, saya akan tetap menganggpnya sebagai teman meski apapun yang terjadi dan tentu saja situasi akan mengalami penyesuaian secukupnya.
Dan Indonesia adalah tanah air yang akan tetap saya cintai, saya masih orang yang setuju dengan pernyataan: meski hujan emas di negeri orang dan hujan tombak di negeri sendiri..saya masih lebih suka jadi orang Indonesia. Dan meski saat ini belum banyak yang bisa saya perbuat untuk negeri ini, tapi setidaknya saya sudah membuktikan bahwa jadi PNS itu tidak perlu KKN juga bisa, bahwa tidak semua lingkungan PNS itu pekerjaannya santai (Alhamdulillah saya berada pada unit teknis laboratorium yang interaksinya dengan pihak swasta sehingga ritme kerjanya harus seimbang dengan mereka). Tidak korupsi juga bisa kaya, maksudnya kaya hati untuk berbagi…kan kaya tidak harus diukur dari materi?
Akan halnya kehidupan, yang terjalin dari peristiwa demi peristiwa yang kadang dinamikanya tak tertebak. Jika ada bagian yang mengh`ru-biru, seyogyanya adalah bagian untuk mendewasakan diri. Sedih, menangis dan kecewa memang wajar…yang tidak wajar manakala hal itu membuat kehilangan pijakan nurani sehingga larut dalam nestapa. Cerita hidup memang lebih dramatis daripada yang bisa dituliskan dan semoga itu semua jadi pengejawantahan akan keimanan pada Ilahi karena hidup adalah sebuah anugerah yang menawarkan banyak kesempatan dan juga tanggung jawab untuk menyumbang sesuatu yang berharga bagi kehidupan.
Memandang kehidupan saya secara menyeluruh, jika boleh memilih sebuah symbol maka saya ingin seperti hujan. HUjan yang selalu di rindukan oleh semua orang, hujan yang membawa kesejukan, hujan yang tetap ada meski kemarau memanjang karena nun jauh di bawah permukaan bumi hujan masih setia memancarkan esensinya bagi segenap kehidupan.
Bilamana saya mengalami hibernasi dan terbangun pada 2030 ( semoga Allah Ta’ala memberi kesempatan umur panjang yang barokah), yang ingin saya dengar adalah keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia yang gemah ripah loh jinawi, pendidikan bukan lagi bagian dari manifestasi beragam ‘nama’ komersialisasi, kesehatan tidak hanya cooperative bagi orang yang finansialnya seattle, keadilan tidak lagi buta, hutan tidak lagi jadi target investor untuk melebarkan sayap bisnisnya. Saya ingin melihat orang hidup berdampingan dalam keberagaman yang saling bertoleransi, sampah tidak lagi jadi musibah, kemiskinan tidak jadi target kampanye demi karir politik.
Hal kecil yang bisa saya lakukan dan semoga bisa mempunyai peran dalam mewujudkan imajinasi saya tersebut adalah dengan mengoptimalkan kemampuan menulis (saya menyukai bidang menulis dan mulai saya achieve setelah bertahun-tahun mengalami hibernasi). Dengan menulis maka otomatis akan lebih intens lagi untuk membaca karena untuk bisa membuat tulisan yang berkualitas kita perlu rajin dan banyak “membaca”.
Tidak hanya membaca beragam buku, namun juga membaca dinamika sosial, lingkungan bahkan juga perkembangan iptek. Dengan bisa membuat tulisan yang berkualitas semoga bisa membawa pencerahan bagi diri saya sendiri khususnya juga orang lain yang membacanya, membawa dampak positive yang bisa menembus dimensi ruang, waktu, gender, usia, ras, serta social ekonomi.
Suatu hari nanti kalau ada seseorang yang berminat membuat (kira-kira siapa yang mau ya?) biografi tentang diri saya, judul yang saya inginkan adalah Hujan mengukir pelangi.
Sebenarnya saya bukan tipe anak yang bandel, juga bukan tipikal murid yang suka bertingkah. Namun demikian ternyata menurut guru, pada suatu kesempatan ketemu ada yang mengatakan dengan lugasnya kalau saya dulu jaman SMA bisa di bilang ndableg. Saya juga pernah melakukan banyak hal konyol, salah satunya adalah ketika saya dengan alasan yang ‘diplomatis’ sudah membawa ibu saya berhujan-hujan melintasi jalan setapak saat pulang dari sawah. Saat itu menjelang panen, ada kebiasaan ‘nyulik’ padi sebelum dipanen semuanya demi menyambung makan yang memang sudah kalang kabut.
Suatu hari, sepulang sekolah, Ibu mengajak saya untuk memotong padi (karena adik dan kakak-kakak yang lain sudah on their job). Setelah 2 karung yang di bawa penuh dan pas hujan turun dengan lebatnya. Membawa 2 karung padi tentu saya tidak bisa menaiki sepeda pancal karena bagian belakang dan tengah di tempati hasil potong padi.
Maka dengan berjalan kaki kami pun pulang di bawah siraman hujan pada senja menjelang kala itu. Saya yang tahu banget kalau sore hari di pertigaan desa ada pos yang biasa dipenuhi para pemuda, maka saya bilang pada ibu untuk lewat jalan memutar (tidak melalui jalan utama desa) yang artinya melalui tanggul ledeng setapak karena saya tidak cukup PeDe melintas di depan para cowok dalam performance kucel, basah kuyup, belepotan lumpur dan membawa dua karung padi dari sawah. Sampai sekarang yang diingat Ibu saya betapa saya sudah menjadi anak baik karena tidak mengeluh berhujan-hujan di sawah kala itu?
Merajut keping-keping kenangan yang selalu memberi makna tersendiri, diantara jedanya yang terselip tawa kala mengingatnya kini. Kadang terbersit kerinduan menetas, akan kebersamaan dalam suka dan duka namun masih bisa bercengkrama dalam cerianya segenap sukma. Semoga mampu menjelma asa dengan gelegar cinta disegenap sel-sel saraf dengan menampakkan nyatanya yang berukir manfaat bagi sesama: sekarang, nanti dan selalu selamanya.
" Hanya tiga blogger dalam friendlist saya yang kenal secara menjejak bumi yaitu : Mutiara devi, Al Kahfi, dan Nurul Khaqiqi, maka inilah Identitas Ririe Khayan yang bernama asli dan lengkap RIBUT "
suka foto yang terakhir itu ....
ReplyDeleteEh? Baru tau nama asli Mbak Riri ^^
ReplyDeleteBaru sekali ini baca ada nama Ribut... :D
Astagaaa komenku manis sekaliiii...
DeleteUNaaaa, kamu lagi jalan-jalan ya? Tiba-2 mencungul ndek sini.
DeleteIni juga poto-potinya gak muncul kan?
@Ely Meyer: Itu sepeda saya saat SMP dan seperti itulah kala dulu saya gunakan sekolah...#layak masuk museum
ReplyDelete@Una: EH? masak sih? Hahaha...nama yang langka dan unik dunk?
ReplyDeletewahhhh
ReplyDeleteaku baru tahu :D
mbak ribut~ tuing tuing ^^
tulisan khas mbak rie~
mengalir mengalir
seperti hujan xD
Nama nya keren loh mba he..he..He
ReplyDelete@Nurmayanti Zain: hahaha...asli masih glambyar...nyebar..kurang fokus pada outline dari Bukik. Sebenarnya masih pengen meringkas lagi, tp ngejar DL yang last hour semalam..ya udah di posting meski too long for 1 entry.
ReplyDelete@Suratman Adi: Keren ~ langka-nyleneh-gak biasa ya? Jarang-jarang perempuan menggunakan nama Ribut kan? #NArsis
ReplyDeletewah aku baru tau nama aslimu Rie... keren dan unik lho...
ReplyDeletebtw, aku belum baca secara seksama so can't left a complete comment yet ya sist. will be back soon as i get time available.
yang paling penting, doaku, sukses for giveawaynya yaaaa... aku yakin tulisan ini akan tampil beserta artikel terpilih lainnya. Amin...
will be back soon :)
@alaika abdullah: Any time selalu welcome buat Mbak AL.
ReplyDeleteAlhamudlillah namaku keren dan unik ya?.Hahahaha...
Yang penting bisa ikutan bikin tulisannya Mbak, ini juga masih kedodoran, melebar kemana-mana. Semoga masih bisa masuk daftar peserta karena semalam dah last hour.
@Pakies: Yups, LA gak pakai campuran Pak Is. Beberapa orang yang saya tahu memang punya nama yg sama seprti saya, tapi sewaktu sekolah-kuliah sayalah satu-satunya yg menggunakan nama tersebut #makhluj langka deh.
ReplyDeleteKalau dengan PAciran sama-sama LA tp beda arah, saya Lamongan ke arah selatan sedangkan PAciran arah utara (dekat TUban)
mb' Rie, namanya singkatttt
ReplyDeletewaktu ngisi ujian jadi cepet.....
baca dari awal sampai akhir, terhanyut banget deh ... :D
Beruntung aku kemari diposting ini, jadi tahu namamu Mbak ;)
ReplyDeleteSalam takzim buat keluarga ...
terharu baca tulisan ini mbak...semoga bs meniru semangat utk maju dari keluarga mbak kinan meski dlm segala kebersahajaan.... :) :)
ReplyDeletekalau temanku ribut itu laki2 mbak :)
ReplyDeletenama aslinya unik hehee..
ReplyDeleteWah perjalanan hidup yg luar biasa. Pasti Pak'e dan Mbok'e bangga karena anak2nya berhasil juga "mentas" dan jadi orang.
ReplyDeleteSemoga masa lalu menjadi motivasi utk lebih maju di masa yg akan datang.
semoga apa yang kita kerjakan memberi manfaat bagi orang lain :D
ReplyDeleteDulu ada pemain PSIS Semarang namanya Ribut Widi, saya kirain saudaraan ternyata nggak, hehehe...
ReplyDeleteKunjungan perdana semoga membawa berkah. Salam
husstt....jangan ribut,hehe
ReplyDeletelucu banget sih namanya mbak kinan...wakawkakak
OOT nih..
ReplyDeletegambar rumah yg paling bawah itu rasanya berkesan banget
penasaran, pas bikin paspor, berarti harus mengubah banyak dokumen ya mba? Soalnya temenku aja cuma beda huruf aja, ribet lho ngurusnya, hla itu sampai nambahi nama gitu, padahal ijasahnya pada beda kan? *bingung hehehe*
ReplyDelete@jiah al jafara: TAu azzzaa...yg lain masih nulis nama, daku udah selesai ngerjain ujiannya, wkwkwkkk....#asli nggedobos
ReplyDelete@Yunda Hamasah: finally..inilah sesi postingan yang membahas ttg sebagian diri saya...
ReplyDelete@Haya Nufus: Ya aslinya 'doktrin' ortu saya yg sukses membuat kami 'mau' bersemangat sekolah.
ReplyDelete@Lidya - Mama Pascal: Nah kalau di desa saya memang yg namanya Ribut ada 2 lagi..cowok. Yang satu kakak kelas saya di SMP dan satunya seumuran kepoanakn saya.
ReplyDelete@nicamperenique: Pasport yg harus nama 3 kata itu gak sampai mengganti dokumen kok. Hanya isian data base’nya imigrasi, jd pas sesi wawancara di kasih tahu kalau pemerintah arab sono memang persyaratan nama harus 3 kata. Nah biar saat siap berangkat haji gak sibuk lagi dengan pasport jd petugasnya menjelaskan demikian. Nah kata teman saya yg sdh sampai sono katanya mmg demikian saat bikin pasport ut haji. —->ini kesimpulan saya, soale yg tertera di pasport saya namanya ya ttp RIBUT doang. hehehehehe
ReplyDelete@Sang Cerpenis bercerita: WEiiih..di buat judul pilem bisa box office kali ya MBak....#gak oke deh
ReplyDeletekenangan yang tak terlupakan apalagi ditambah foto di dalamnya, hihi..
ReplyDeletedan ternyata hanya RIBUT kesimpulan akhirnya, haha
salam warung
@rumah kopi: Amiinnn, semoga bisa demikian selalu selamanya...
ReplyDelete@Alris; Bener banget, saya dulu suka di ledekin teman-teman gitu, sodaraan dengan Ribut Waidi (pemain PSIS) tersebut...saudara beda ayah-ibu banget...hehehee
ReplyDelete@Atma Muthmainna: Hayyooo...Mbak Atma sering manggil 'ribut' ya kalau di kelas lagi ramai? xixixiii
ReplyDelete@hilsya: Hehehe...Sebenarnya foto rumah yang itu Mbak, tp yg lebih 'original' tempoe doeloe belum sempat tercapture kala itu. Jadinya versi yang ada di penampakan itu versi 'memorable' yg tersimpan
ReplyDelete@catatan kecilku:resikonya anak-anaknya menyebar dimana-mana, jadinya ortu kembali 'sepi' di rumah.
ReplyDelete@WaroenBlogger: Kesimpulannya Ribut yang tidak bikin keributan lhoh:)
ReplyDeletemmmmmmmmm.... gmn klo aku panggilnya mbak ribut aja...??? kayaknya lrbih asyik tu mbak....??? hehehehe
ReplyDeletewah..baru tau mbak nama nya ribut... Orang lamongan toh.. deket Sidoarjo.. *naik bis :)*
ReplyDelete@susu segar: Boleh..boleh..kala orang dekat saya manggilnya ya pake Ribut itu kok
ReplyDelete@Niar Ci Luk Baa: Yups.betuul banget dekat dengan sidoarjo...apalagi klo ke sby tuh
ReplyDeletewah maaf mbak baru main :)
ReplyDeletebtw templatena baru ya :)
Jadi mulai sekarang boleh dipanggil 'Ribut'? ^^
ReplyDeletewah namanya unik.. biasanya yg punya nama Ribut tuh cowok.. hihi..
ReplyDeletenamaku jg unik loh.. ada yg blg aneh.. tp aku bangga.. hehehe..
Kalo aku tetap akan memanggilmu Ririe aja ah, ntar kalo manggil Ribut... akunya yang ga bisa diem jadinya.... hehe... singgah sebentar nih menjengukmu... akan balik lagi untuk meresapi seluruh tulisanmu.. tapi bener deh... panjang bener.. apa karena aku sedang in rush time ya? jadi belum bisa menyimak dg seksama?
ReplyDeleteapapun, salam kangen Rie... :)
Saleum,
ReplyDeleteEnak manggil mbak riri aja... lebih dekat rasanya :)
@Si Galau: Sipp..terima kasih sdh menyempatkan mampir lagi ya?
ReplyDelete@Fahrie Sadah: Monggo Mas, di panggil Ribut/Ririe/ Rib...itu juga nama saya kok..
ReplyDelete@covalimawati: Ini di luar kebiasaan...keluar dr kewajaran tp ttp spesial kan namanya...hehehe
ReplyDelete@alaika abdullah: Boleehhh banget dan dengan senang hati deh Mbak AL. Nah kalau postingan yg ini memang panjang dan 'kesregepen' nulisnya..awalnya masih mau ta ringkas lagi tp karena DLnya dah mepet jadi ya posting deh just the way it is. Kalau d draftnya ini sampae 6pages Mbak, jd bisa utk 3 entry kalau biasanya aku bikin postingan.
ReplyDeletehehehe.. 6 pages? mantabs! :) ntar Jumat malam khusus untuk membaca postinganmu ini (setelah mengaji, hehe)
ReplyDeleteBiar bisa mengenalmu lebih jauh lagi sist! :)
ReplyDelete@dmilano: Dengan senang hati dan ringa gembira...boleeehhhh...
ReplyDelete@alaika abdullah: Jadi maluuuu duluuaann deh, abis tulisannya gak fokus bangetttt..tp teteap seneng bin happy Mbak AL berkenan mengkhususkan waktu utk baca postinganku ini..
ReplyDeletesebuah biografi yang menggelitik, penuh dengan intrik dan perjalanan nama yang menarik.
ReplyDeleteTapi ri, salute ya sama kamu, dengan nama yang unik, pasti kelakuanmu juga unik #mantab
@Stupid monkey: yg jelas story behind the name terbanyak dibanding saudara yg lainnya.
ReplyDeleteWah, sepertinya bisa menganalisa karakter dari keunikan sebuah nama neh? Klo teman-teman sekolah menyebutku agak sablenk tapi doeloe lhoh ya? #sekarang tambah parah.
Rie... salut deh dengan kisah kehidupanmu.. mulai dari nama yang unik dan spesial.. perjalanan hidup ayah ibumu dalam memberikan warisan pendidikan bagi anak-anaknya... kekuatan mental dan tekad bajamu dalam berusaha survive to complete the education.. dan berbagai upaya yang engkau jalani.. sungguh aku salut dengan semua itu.. Salam hormat untuk ayah dan ibu yang telah sukses menghantar anak-anaknya ke masa depan yang jauuuuh lebih cerah daripada mereka, kehidupan yang jauuuh lebih terang dari kehidupan yang mereka miliki... again, so proud of those all Rie..
ReplyDeletejuga prinsip hidupmu yang berkarakter, I am proud of you, it's honor to know you lho Rie... beneran deh...
sukses selalu ya sist!
wew, ternyata #bedul
ReplyDeletemenarik sekali sejarah mbak ririe ya. mudah2an suatu saat bisa dibikin film nya. :)
ReplyDelete@alaika abdullah: Wah Mbak AL mempercepat utk baca postingan ini ya? #Terharu sampai mau nangis.
ReplyDeleteTp aku yakin masih banyak kisah laskar pelangi yg juga complicated lainya di luar sana, dan masing-masing tentu punya kesulitan dan tantangannya yg berbeda-beda yg juga tdk mudah. Bahwa start ZERO dr setiap org 'value'nya tdk pernah sama.
Kdg aku mikir, kalau ortuku dgn keadaannya bs membuat kami demikian fight (atas sugesti, support dan doanya) berarti kelak aku (harusnya) bs minimal equal dgn pencapaian ortuku ya? #Kumat meloww
@Stupid monkey: Heuyyy, pinternya:)
ReplyDelete@r.a.c. cutting sticker: Hah? RIBUT on the movie #kucek-kucek mata....
ReplyDeleteAmiiiiinnn #semoga produsernya diberikan rejeki yg berkah:)
malem mbak ribut hehehehehee
ReplyDeletepenting ga penting itu tetap sebuah nama kok
ReplyDeletenamanya juga warisan orang tua
soal keren apa engga kan bisa diakalin pake nickname
kaya temen namanya paijo
orang lain taunya nama dia pay..
di awal2 kenalan juga tidak percaya nama aslinya ribut,, setelah di tunjukin ktp baru ,, ngeh,,, hehe cerita history masa lalunya manteb,, keren penjabarannya
ReplyDelete@susu segar: Halloo mas SuGar...hehehe..
ReplyDelete@al kahfi: Nah Kan, makanya kemudian nyebutin nama pake nick name biar gak harus nunjukin KTP muluuuu....btw,welcome back Mas:)
ReplyDelete@Rawins Mumet: Sebenarnya saya gak minder kok dengan nama saya, hanya kadang upset sj kalau dah nyebutin dengan nama tp malah dikiran nama, bo'ongan (jadinya kadang saya bilang, perlu KTP apa Akte neh)...Tp ya mklum juga jk ketemu orang yg responnya demikian krn secara umum nama Ribut di pakai cowok biasanya...jadi teuteup enjoy it as well
ReplyDeletesalam kenal yach mbak,,,??? dan artikel yang menarik...!!! happy blogging mbak....!!!
ReplyDeletesiang mbak ribut hehehehehee
ReplyDeleteSuka sekali mbak dengan tulisan2 mbak rie..but :D yang selalu mengalir, khususnya cerita yang ini, saya sampai membayangkan jalan ceritanya hingga terharu dan tersentuh melihat pengorbanan orang tua mbak yang berbuah manis :)
ReplyDeleteSalam sama Mbok'e dan Pak'e ya mbak :)
@ArhyErna_Blog: Salam kenal juga..dan happy blogging juga deh...#TOs
ReplyDelete@susu segar: met siang juga Mas SuGar...(Mas apa Mbak ya?)
ReplyDeletedatang mengucapkan selamat siang
ReplyDelete@blog alternatfs: SElamat datang dan terima kasih atas kunjunganna yaaa...
ReplyDeletemas aja deh. . . ol mulu mbak, gak sibuk apa..???
ReplyDeleteehehee... beneran loh, saya baru tahu mbak ririe itu aslinya namaanya ribut,
ReplyDeletekayak nama tetangga saya.. ribut sulastri gara-gara dulu lahir pas angin ribut.
ortu jaman dulu suka make kejadian sebagai nama anak kali ya?
@Gaphe: Tentunya Mas Gaphe, Teman-teman blogger yang saya kenal langsung hanya 3 orang, selebihnya tahu ya sesuai saya pake nama Ririe itu. Kalau orang-2 yg kenal oleh adanya interaksi on the earth langsung (teman sekolah, kerja) pasti tahu nama asli
ReplyDeletembak rieeeee | main yuuukkk
ReplyDeleteahahahahahahah
*kabuuurrrr
hadir di sini ingin menyapa semua komentator Salam kenal dan salam persahabatan sob...!!
ReplyDeleteSaya ingin memesan mesin waktu yang bisa membawa saya ke masa lalu, meski hanya berupa tampilan visual 4dimensi, yang terpenting bisa merasakan kembali suasana lampau...
ReplyDelete@Nurmayanti Zain: ati-2 kalau kaburr, ada anjing galak di depan sono...
ReplyDelete@Faril: nanti sisain satu kursi buat saya ya? Jadi pengen juga 'lihat' tayangan masa lalu ....:D
ReplyDelete@Juwita Hsu Demikian mengalirnya neh Mbak sampai luber kemana-mana, kebanyakan yg ditulis kayaknya
ReplyDelete@susu segar oke deh Mas SuGar (susu segar)
ReplyDelete@ArhyErn@_BloG SElamat datang dan silahkan di nikmati suguhannya ya? Kalau ngantuk bisa bikin kopi sendiri..
ReplyDeleteIbu ini pintar mencurahkan isi hatinya kedalam sebuah tulisan ya.
ReplyDeleteSalam Kenal
@Optimasi Blogspot hehehe..ini curahan hati tp sebagian 'sejarah' hidup. Ceritainnya ngikuti out line dari pak BUkik kok..
ReplyDelete10 bersaudara?subhanallah...terharu baca tulisan ini
ReplyDelete10 bersaudara yang hidup Mbak..ada 2 yang meninggal (anak sulung, kembar)...
Deletehampis sama dengan bapak saya mb...
ReplyDelete12 bersaudara, tp yang meninggal 1..
salam kenal y mb...
hem...jd 11 bersodara ya? pas tuh buat ksebelasan..heheh
DeleteSala kenal juga ya:)
Assalamu'laikum mba..
ReplyDeletekenalkan saya Ma'ruf
saya berniat pasang link di blog mba..
apakah bisa,kira2 berapa yah harganya
terimakasih banyak
email:pensilwarna1@gmail.com
Wa'alaikum salamm..
DeleteTrima kasih atas ketertarikannya utk memasang link di blog saya. Detail penawaran sdh saya kirim di email.
Semoga bisa ada deal yg baik dan friendly:)
puanjangnye nulisnya.. hehe./. :D
ReplyDeletedan memancing mataku untuk tetap memandang, membaca...
mengalir seperti sungai, melengkung, melenggak lenggok...
dan ... *jedug*
muncul deh nama Ribut Riri Khayan. :D
hehe.. model sepedanya sama kayak milikku mbak ri... rie.. :D
whahahahaa....asemik, endingnya kok kejedug sih?
DeleteEh, tuh sepeda masih ada lho sampai sekarang...layak masuk museum kan?
baru tahu nama aslinya, hehe salam kenal mbak, hapy blogwalking
ReplyDeletesalam kenal juga...dan happy blogging juga yaaa...
DeleteSangat Menarik.....
ReplyDeletehemmmm...setiap kisah hidup saya yakin pasti menarik sob:)
DeleteSalam.
ReplyDeletemampir dulu nih hehe
liat-liat dulu ya mbak :D
monggo dilihat-lihat yaa...
DeleteAssalammu'alaikum, mbak, saya mau konfirmasi, bahwa link saya http://www.xamthon.info/kontes/sepeda-motor-injeksi-irit-harga-terbaik-cuma-honda ndak pa2 dihapus saja karena sudah selesai lombanya. o ya mbak jika mbak tidak keberatan mohon untuk memasang link saya :
ReplyDeletehttp://xamthonegroup.com/ dengan anchor/judul text: XAMthoone Plus dan juga ini mbak
http://www.xamthonelife.com/ dengan anchor/judul text: XAMthoone
nanti link mbak akan saya tetap pasang di web saya www.jualkaligrafi.com PR3 dan www.jualbonsai.com PR3
Terima Kasih Mbak...
ReplyDeleteyup mbak itu adalah bisnis inves dimana kita join akan dipinjami modal awal $10 dan setelah 55 hari modal pinjaman itu akan ditarik dan kita bisa menjalankan perolehan profit kita,atau kalau kita kurang puas dgan hasil profit tersebut maka kita juga bisa langsung inves
ReplyDeletepanjang, lucu, enak dibaca, dan mengalir begitu saja dan apalagi ya....
ReplyDeletesalam kenal
makasi sudah berbagi kisah ya Rie..
ReplyDeleteBundo berkaca-kaca bacanya.
Alhamdulillah, perjalanan hidup yang indah.
Kunjungan perdana nih :D Izin mampir dan liat-liat dulu ya hehe
ReplyDeleteSalam kenal dari sianakdesa :)
wow sepedanya keren...
ReplyDeletesama seperti saya suka naik sepeda kalo sekolah..
salam kenal..
Salam kenal dari emak2 blogger..
ReplyDeleteNengok Blog-nya Ririe ah :)
ReplyDeleteRibut Suhartini...nama yg unik dan penuh makna.
ReplyDeletesalut aku Mba Ririe....dengan perjalanan hidup mba,pasti banyak pengalamanya.
aku jadi iri mba,...diusiaku sekarang yg ke 30 aku ga pernah mengenyam pendidikan disekolah...apalagi sampai kuliah,mimpi kali ya.
tapi aq bersyukur bisa bergabung bersama sahabat2 blogger semua,jadi bisa belajar disini.
nama yang unik, blog yang menarik. salam kenal ya mbak...
ReplyDeleteNamanya unik orangnya kreatif :D ... Mantap deh mbak , tukeran link yuk mbak sama saya ? Anchornya , Aditya Pratama = http://www.adith68.com .... Linknya mbak sudah terpasang di blog saya :D
ReplyDeletesalam kenal mbak rhie :)
ReplyDeleteSalam kenal Mbak Ririe...dari blognya Om NH nih,,jadi tau alamat rumah Mbak Ririe...
ReplyDeletenice to know YOU. Sangat mengesankan Mba Ririe, makasi ye
ReplyDeleteBlog walking...jalan2 pagi..
ReplyDeletesalam kenal mbak..seru critanya..
kunjungan balik.. makasih udah mampir di blog mbak ely dan berkomentar pada postingan "cinta itu tentang saling menerima" terima kasih ya..:D
ReplyDeletesalam kenal..