Kidung Kinanthi

Life is flowing in its story leaving history

  • Home
  • About
  • Sitemaps
  • Article
    • Opini
    • Story of Me
      • My Diary
      • My Poem
      • True Story
      • Love Story
    • Contact
    • Disclosure
  • UMKN Visit
  • News
Siapa saja yang aktif maupun pasif bisa menyebut dirinya blogger atau bahkan blogger profesional.  Menamai/mengklaim identitas, profesi dan label atau apa saja bagi diri sendiri adalah  hak siapa saja. Tapi mendapatkan pengakuan yang absah tentu harus memenuhi kriteria-kriteria standar yang kemudian bisa mendapatkan kelayakan sesuai “brand” yang terkait. Begitu juga Bismillahirrahmaanirrahiim  dengan halnya gelar Blogger Profesional. Dan untuk menjadi blogger yang profesional, artinya kegiatan ngeblog sudah termasuk ranah suatu jenis profesi yang dilakukan dengan dilandasi idealisme, komitment, dan konsisten untuk mewujudkan visi dalam menjalani aktifitas ngeblog. Hal ini mengacu pada definisi Profesional yaitu suatu sikap/tindakan/perbuatan yang dilakukan dengan kemampuan optimal dan penuh tanggung jawab hingga menghasilkan keluaran terbaiknya. 

“ Menulislah dengan alasan apapun asal bukan untuk meremehkan ~ Stephen King” merupakan salah satu mantra yang ajib dan menggairahkan kita saya untuk PeDe menulis di blog karena tidak perlu melalui sensor editor untuk mempublikasikan tulisan. Maka mulai deh antusias untuk menulis apa saja yang saya tahu dan rasakan, tentang pengalaman sendiri maupun apa yang dialami orang lain yang kebetulan saya ketahui. 

Dan secara definisi sederhana, orang beraktifitas tulis menulis di media blog, maka dia dinamai blogger. Artinya, kalau dari definisi ini berarti saya bisa disebut blogger ya? Kalau secara pengakuan pribadi, saya mengakui kok jika belum pantas di sebut blogger. Salah satunya, karena saya BELUM bisa keep comitment menulis di blog secara ajeg [ada semacam jadwal yang saya patuhi untuk beraktifitas di blog: posting dan blogwalking]. Saya juga masih blogger yang alay…eh..ala sempat nulis dan ala jadi tulisannya, alurnya gak jelas dan tak jarang ngglambyar alias out of the topic. Awalnya mau nulis apa tapi selanjutnya menyimpang menulis yang lainnya lagi. Bisa memulai, tak bisa meneruskan, itulah tipe saya dalam menulis di blog.  


Nah, apalagi untuk menyebut diri sendiri Blogger yang profesional? Probabilitas saya adalah 0,000000001% dari kriteria yang layak menjadi Pro Blogger. Iya sih, pengakuan blogger profesional atau apalah istilah lainnya, tentu tidak bisa dengan begitu saja dilekatkan pada pelaku tulis di dunia blogging. Seperti halnya pak Kyai, Pak Ustad….mereka mendapatkan sebutan demikian dari umat berdasarkan sepak terjangnya dan perform sehari-harinya sebagai tokoh agama dan berkutat di ranah religi.

Oleh karena tantangan tema LBI kali ini menyoal Menjadi Blogger Profesional, maka saya pun ‘terpaksa’ meminjam cermin pada Doraemon belajar untuk obyektif dalam melihat kelayakan seorang narablog yang bisa disebut Profesional Blogger atau istilahnya Pro-Blogger. Kalau kriteria menjadi blogger profesional diidentikkan dengan blogger yang bisa menghasilkan uang dari aktifitas ngeBlognya, saya yakin sudah sangat banyak blogger yang mampu mendulang pundi-pundi Rupiah atau bahkan dollar [tanpa melihat batas minimal uang yang dihasilkan lho?].  Tapi indikator tersebut kan seperti puncak gunung es yang mengapung di permukaan, masih banyak kriteria dan paramater lainnya yang kemudian membuat sekian banyak orang mentahbiskan : itu lho si ANU blogger yang profesional atau si RIBUT itu blogger yang angin-anginan tapi bukan angin ribut kok.

Saya yakin, masyarakat secara automatically, obyektif dan tidak perlu digerakkan oleh money politic melalui sistem kampanye untuk memberikan sebutan  pro atau not yet profesional terhadap seseorang narablog.  Dan yang menjadi nota kesepakatan public sehingga tergalang keseragaman secara suka rela untuk menganugerahkan “brand” prestisus sebagai Blogger Profesional adalah melihat serta menilai dari out put yaitu TULISAN. Lha iya, indikator kinerja yang jadi obyek penilaian seorang blogger kan dari apa yang dihasilkan: TULISANnya. Melalui tulisan-tulisan yang di publish di blog menjadi tolok ukur bagi khalayak dalam membuat penilaian seberapa profesionalnya blogger si ANU tersebut. Beberapa hal mendasar yang umumnya dimiliki hingga seorang narablog bisa mencapai fase profesional antara lain:
  1. Memiliki Idealisme yang dibangun dalam jiwa, dibangkitkan dalam hidup untuk kemudian dialirkan melalui tulisan. 
  2. Komitmen dan konsisten mencintai dunia “ If you don’t love the work you’re doing, you’ll get sick – physically, mentally or spiritually. Eventually, you’ll make others sick too ~ Lorraine Monroe, sehingga bisa mengemas ide yang ingin disampaikan sehingga enak dibaca.
  3. Menulis sebaik-baiknya karena tulisan yang baik adalah tulisan yang setelah dibaca masih membuat kita ingin membacanya lagi dan lagi. Tiap kali dibaca akan memberikan manfaat yang semakin baik bagi siapa saja yang membacanya. Dan kalau ada yang mengeluarkan lagi sebagai bahan pelajaran, orang lain [berikutnya] yang membaca masih antusias untuk menikmati karena ruh tulisannya masih memiliki daya tarik.
  4. Tak pernah berhenti belajar karena dalam hal apapun tak pernah ada yang benar-benar profesional tingkat mahir karena menulis adalah skill yang [idealnya] seperti garis linear yang menaik significant ketika berbanding dengan waktu. 
SO, apakah menjadi Blogger profesional itu sulit? 

Saya hanya bisa menjawab, ukuran sulit itu kan relatif, kembali pada PILIHAN masing-masing. Toh sejatinya setiap profesi/pekerjaan memiliki tantangan yang berbeda-beda dan membutuhkan alur proses yang bervariasi untuk sampai pada level profesional. Demikian pula dengan blogger yang menulis, sangat mungkin pada idealisme awalnya masih seperti yang katakan oleh Mr. Stephen King: Menulislah dengan alasan apapun asal bukan untuk meremehkan. Just be believe jika pilihan kita mau ajeg menulis [tidak sekedar ujug-ujug] dalam melakoni peran blogger akan membawa kita pada pencapaian skill menulis yang lebih baik, lebih sistematis, memiliki ciri khas diri kita, mengandung pesan positif yang hendak dibagikan, maka menjadi blogger profesional bukan lagi impian semusim kok

Berdasarkan sekelumit pemahaman saya mengenai pilihan menjadi blogger profesional, sekaligus menjadi check list bagi diri saya pribadi yang hasilnya, senyatanya saya ini memang sangat amat belum layak alias masih jauuuuuuuuuhhhh sekaliiiiii….*saking jauhnya* dari kriteria-kriteria yang melekat pada sosok blogger yang sudah profesional. Sebelum [banyak] orang lain mendahului mengatakan kalau saya Bukan Blogger Pro [kan sakitnya tuh di sini *nunjuk kepala*], makanya saya duluan mengakui saja tho?

Mau tahu kenapa saya bisa lantang mengaku kalau belum pantas mengklaim diri sebagai blogger profesional? Karena saya belum bisa konsisten dalam menulis di blog, kalau WA sih setiap saat tuh. Masih banyak excusing yang membuat komitment ngeblog bergelombang. Apalagi jika muncul si moody….makin ngedroplah energi untuk ngeblog: yang capeklah, yang banyak kerjaan, yang ini, yang itu, begini, begitu…..1000001 alasan saya munculkan sehingga blog saya pun sempat beberapa kali mengalami masa kegelapan yang disebut HIATUS. Padahal Blogger profesional tidak tergantung mood dan tidak pula terpengaruh oleh fluktuasi perasaan serta tidak terganggu oleh musim.

Menjadi blogger profesional saya katakan merupakan pilihan karena barangsiapa yang mau concern menulis dengan dilandasi kekuatan jiwa yang lahir dari niat yang bersih, tujuan yang jelas, visi yang tajam, komitment yang kuat, konsistensi yang dinamis [tak cukup jika hanya sekedar stabil] dan sikap mental yang fight [bye-bye moody] kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun untuk menulis, don’t be worry….menjadi blogger profesional InsyaAllah bisa dicapai dan bonusnya adalah seperti tagline: NGANTOR kan tidak harus di Kantor? *ups,jiplak iklan deh* 




Menurut Anda, apa tantangan terberat untuk bisa menjadi Profesional Blogger?


Note: Sssttt…tuisan ini pun saya buat dengan studi literatur buku DUNIA KATA karangannya M. Fauzil Adhim.




39
Share
Bismilllahirrahmaanirrahiim,
Berdiri di depan cermin, menatap lekat sesosok wajah yang terpantul di dalamnya. Entah sudah berapa ribu (atau mungkin jutaan) kali aku menatap wajah yang sama tersebut dengan cara yang sama? 

Mungkin juga lebih dari 18 ribu detik setiap harinya aku menatap wajah tersebut dengan satu pertanyaan yang masih sama dalam sepuluh tahun terakhir ini: seperti apakah sosok pendamping yang telah di janjikan dari surga sejak ruhku di tiupkan dalam rahim Ibu hingga sampai sekarang masih jadi misteri yang belum mencercah bayang penampakannya?

Atau aku yang kurang peka menangkap ‘tanda’ yang mungkin sudah sering di tujukan padaku oleh seseorang?. “Kamu sih pilih-pilih, Non” ini merupakan justifikasi yang paling sering aku terima tak hanya oleh teman-temanku bahkan oleh orang yang belum lama aku kenal.

Oh Dearest GOD, apa aku salah memilih sikap ‘mundur’ manakala laki-laki yang mengajak ke hubungan serius tapi tak kutemukan figure Imam keluarga yang bisa menjadikanku makmum yang baik? Bukankah Istikharah mempunyai makna tersirat yang sangat jelas bahwa aku dan orang-orang lainnya di berikan ruang gerak untuk membuat membuat keputusan agar pilihan kita jatuh pada orang yang tepat (bukan semata demi target status sebagai istri), sehingga sepanjang usia berhias harmoni kebersamaan sebagai pasangan akhir zaman yang merindu ridho Lillahi Ta’ala.

“ Hatimu nggak tawar kan kalau sama cowok?” aku tahu ini pertanyaan bercanda tapi kok ya rasanya gimana gitu saat aku mendengarnya. Apa karena aku tak terlihat ‘jalan bareng’ atau istilah yang sering di kumandangkan hubungan pacaran sehingga sampai ada yang terlintas pertanyaan bercanda seperti itu. 
“Mungkin aku tak pernah declare pacaran dengan makhluk yang di sebut cowok tapi bukan berarti aku tak pernah suka dan tertarik dengan lawan jenis deh “ pintasku cepat dengan nada datar. 

Pertanyaan yang sederhana tapi aku butuh pilihan kalimat yang bisa merepresentasikan bagaimana aku menjalani proses hubungan menuju serius dan dengan sosok laki-laki yang seperti apa aku bisa memproses dalam hubungan serius tersebut. Seperti orang lainnya, aku juga perlu tahu dan mengenal dahulu orangnya. 

Aku lebih suka menyebutnya proses pendekatan yang dewasa dan sehat yang oleh guru Agama waktu aku SMA memperkenalkannya dengan istilah ta’aruf. Dengan saling berkomunikasi yag intens membahas tentang banyak hal, bertukar pendapat, menanggapi sebuah permasalahan dan cerita tentang keseharian serta berbagi impian hidup pernikahan yang kami harapkan….dari situ aku bisa mengukur batas kemampuan diriku untuk bersinergis hidup dalam pernikahan jika dia pun punya tujuan hidup bersamaku. 

Mencintai seseorang berarti sudah mengukur batas kemampuan diri sendiri untuk bisa menerima/memahami apa dan bagaimana dia sebagaimana adanya, sehingga segala perbedaan yang ada menjadi kekayaan bersama untuk saling menambah, mendukung dan saling menutupi kekurangan. Mendapatkan orang yang kita Inginkan (baca: cintai) tentunya akan membuat hidup lebih hidup. 

Akan tetapi mendapatkan teman hidup yang di sukaiNYA merupakan kebahagiaan hidup dunia akherat karena bahagia sejatinya adalah sebuah mata rantai proses yang berkesinambungan sehingga tidak berarti selalu berisi cerita yang penuh warna tawa suka dan serba ketercukupan .
Yang aku tahu, segala sesuatu memang membutuhkan proses, fight dan waktu. Segala sesuatu ada masanya sendiri-sendiri, entah akan terjadi dengan cepat atau lambat karena sesungguhnya tak akan ada yang bisa menyegerakan apa-apa yang ditentukanNYA untuk datang kemudian, demikian juga tak ada yang bisa menghentikan segala sesuatu yang dikehendakiNYA untuk datang dan terjadi lebih cepat. Hak kita, wilayah kita, jangkauan kita: planning, fighting, praying then acceptance with brave heart.
“ Apakah tipe laki-laki yang kamu dambakan itu ada dalam kehidupan nyata sekarang ini?” ini pertanyaan yang pernah aku terima dari seorang teman kerja yang usianya terpaut jauh di atasku. “InsyaAllah, aku yakin ada kok Mbak…”. Aku menjawabnya dengan tanpa ragu Aku paham maksudnya, dia mungkin berpikir kalau sosok yang aku cari-cari adalah fiktif, hanya ada dalam dongeng 1001 malam atau ala pemain sinetron yang tampan dengan penampilan yang selalu kinclong. 

Sejujurnya aku belum pernah punya khayalan, impian dan criteria mendapatkan pendamping dengan mendasarkan pada penampilan fisik. Kesan pertama memang penting namun tidak pernah akan jadi factor penentu untuk berlanjutnya sebuah pertemuan dan kenalan menjadi hubungan yang menuju serius atau hanya sebatas berteman.

Menilai seseorang dari rupawannya adalah sebuah kesombongan tersendiri karena bagaimana kita adanya adalah hasil Sang Maha Karya yang Maha Luar Biasa.

ririe khayan

Kembali pada sepotong pertanyaan “Apakah tipe laki-laki yang kamu dambakan itu ada dalam kehidupan nyata…?” Saat aku menjawabnya, sebenarnya jawabanku tidak hanya sebuah keyakinan namun sebuah kenyataan yang pernah hampir terbukukan dalam buku nikah.

Aku mengenalnya dari sebuah forum dan ternyata kami satu almamater kuliah tapi beda jurusan. Dari kesamaan tersebut akhirnya kami sering diskusi secara On line, hingga pada suatu waktu pembicaraan kami mengarah tentang pencarian tulang rusuk yang hilang. 

“ Aku tak ingin mencari pacar Rie, ketika aku siap menikah maka akan mencari hubungan serius untuk menikah. Wong sudah berusaha mengurangi dosa toh kenyataannya catatan dosaku masih bertambah kok. Nah apalagi kalau aku pacaran, hayooo…”. Serangkaian kalimat yang mengalirkan kesejukan dalam relung hatiku karena seperti itu juga keinginanku dan itulah awal chemistry reaction dalam hubungan kami.

“ So, let me know who’s the one that make you have special feeling…sudah ada atau still looking for…?” tanyaku hati-hati dan harap-harap cemas karena aku tak cukup punya keberanian untuk memberitahunya kalau belakangan ini aku merasa ‘klik’ dengannya. 

Aku masih menjadi tipe orang konvensional untuk urusan ini meski teman-temanku bilang sudah gak jaman untuk just wait and see terus. Lebih cepat tahu realitasnya lebih baik karena bisa segera move on, mulai menempuh titian proses pencarian yang baru lagi. Demikian provokasi teman-temanku yang sudah mulai gemas dengan sikapku terhadap dia.

“ Aku merasa sudah menemukannya, tapi aku belum tahu apakah gadis itu merasa menemukanku sebagai pemilik tulang rusuk yang hilang…..”
Begitulah dia, sederhana dalam tutur kalimat namun bisa sangat mengesankan kala masuk ke telinga dan meresap di kalbu “Jawaban filosofis apa diplomatis itu namanya, Mas?”

“ Aku sadar bukan perfect men, jadi aku pun mendamba pasangan yang mencintaiku dengan cara yang tidak sempurna saja…”

Aku termangu mendengar untaian jawabannya, memang sudah sewajarnya setiap orang menyadari diri sebagai insan yang tidak sempurna. Bahwasanya kelebihan diri kita adalah memiliki banyak kelemahan dan kelemahan kita adalah tidak bisa menghitung berapa banyak kekurangan yang kita punyai. Karena itu salah satu fitrah penciptaan manusia agar hidup berpasang-pasangan dalam hubungan yang halal saling melengkapi dan memperbaiki untuk beribadah.

Dan aku juga tidak pernah mendambakan atau mencari pasangan yang sempurna karena menurutku orang sempurna dalam semua aspek hidupnya tidak akan membutuhkan kehadiran seseorang untuk melengkapi hidupnya lagi. Yang aku harapkan adalah diberikan sesosok pendamping yang bersamanya kami bisa bersinergis dalam kebersamaan untuk menjadi insan yang lebih baik dari waktu ke waktu dalam nafas ketaqwaan.
"Aku tak bisa menjanjikan akan dapat mencintai dengan cara yang sempurna, Rie. Karena jika caraku mencintai sudah sempurna maka aku tak akan punya cara lagi untuk mencintaimu sebagai istriku jika suratan takdir menyatukan kita"
Tak perlu waktu lama untuk bisa mencerna kalimat ‘indah’ tersebut. Juga tak perlu waktu lama buatku untuk memberikan penegasan sikapku padanya. Kami yang bertemu dengan rasa dan itikad yang sama serta cara pandang yang sama bahwasanya kami tidak mencari pasangan yang sempurna. Dan justru karena dia tak bisa menjanjikan akan bisa mencintai dengan cara yang sempurna jika aku menjadi istrinya, yang membuatku semakin yakin kalau dia yang terbaik untukku.

Aku dan dia sama-sama merasa yakin jika kami akan menjadi pasangan, pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa DIA dengan segala keajaiban dan hikmatNYA selalu memberikan yang terbaik yang kita butuhkan (bukan yang kita inginkan !). Ternyata bukan dia pemilik tulang rusukku. 

Suratan Takdir membuat kami berpisah dan  menerima kenyataan bahwa kami dipertemukan sebagai bagian dari proses pencarian dan pendewasaan diri serta pengkayaan hati. Orang bilang bahwa Sang Pemilik Hidup sengaja mempertemukan kita dengan beberapa orang yang salah sebelum akhirnya kita di pertemukan dengan orang yang tepat sebagai pendamping hidup.

Tapi aku memaknainya, tidak ada yang salah akan pertemuan kami walau perpisahan itu sempat menggoreskan rasa kehilangan dan sedih dihati. Reaksi hatiku masih dalam bingkai kemanusiaan yang normal tentunya jika pada akhirnya harus melepaskan sesuatu yang aku pikir diperuntukkan untukku. Dan buatku dia juga bukan orang yang salah yang dipertemukan denganku, hanya memang bukan dia orang dipilih untuk aku cintai serta mencintaiku dengan cara yang tidak sempurna.

Aku dan dia sama-sama memahami tetap lebih penting untuk menemukan sang dia belahan hati yang disukaiNYA dan di restui orang tua,- entah prosesnya akan cepat/lambat- karena cinta adalah kata kerja, nilai yang di ekspresikan melalui perbuatan penuh kasih sayang yang ikhlas. Dengan demikian, cinta sejati, seyogyanya adalah cinta yang bertumbuh dalam mahligai pernikahan yang seiring langkah sang waktu dalam kebersamaan untuk meraih kebahagiaan yang hakiki.

Sudah lebih dari 18 ribu detik sejak aku berdiri menatap sosok wajah di dalam cermin dengan lekat, kuhela nafas dalam-dalam dan menguatkan keyakinan diri bahwa jika nanti sudah aku temukan pendamping hidupku, semoga lelaki tersebut juga mencintaiku dengan cara yang tidak sempurna sehingga akan ada romansa cinta yang dinamis dan baru setiap hari dalam segala fluktuasi kehidupan bahtera pernikahan yang Barakallahu. Amiin.

“ I Do Believe, Basically No One wanna be live alone [single] ever after”

Menikah itu Ibadah

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway 3rd Anniversary The Sultonation”



Noted: Tulisan ini [lama], sebuah renungan yang dibuat dari sudut pandang seseorang yang masuk dalam list orang-orang yang menerima bertubi-tubi pertanyaan: Kenapa Belum menikah?

============================================================




30
Share
Bismillahirrahmaanirrahiim
“ Ada yang mencarimu tadi, Kay…”, aku menghentikan kegiatan mengetikku, sesaat. Kutoleh Mas Arya yang berdiri di ambang pintu “ siapa Mas? mahasiswa mau konsultasi ya?”
Mas Arya menggeleng, “ bukan…tapi dia ngasih ID card. Sepertinya penting banget, “ kuterima selembar kartu nama yang diberikan kakakku semata wayang tersebut dan kubaca sebaris nama AYU ANGGIA yang langsung menyentakkan rasa kagetku.
“ What’s up, kok seperti melihat hantu saja ekspresimu…”
“ Dia ke sini dengan siapa Mas? Dan bilang apa ?” tanyaku mencerca.
“ Sendiri saja, dia berharap kamu mau meluangkan waktu, sepertinya penting sekali sehingga berharap bisa bertemu denganmu sebelum kembali ke Jakarta lusa”.
Dan sebelum Mas Arya mengajukan pertanyaan-pertanyaan interogasi, aku cepat-cepat memintanya meninggalkanku dengan alasan ada materi kuliah yang harus kupersiapkan untuk mengajar besok.
Kulayangkan tatapanku melintasi kaca jendela, menatap ritmis hujan yang masih menyisakan rintik-rintik gerimis. Memercik dengan romansa mistis di setiap helai daun bougenvile yang tumbuh di depan kamarku. Fragmen-fragmen otakku mendadak berantakan demi mendengar berita dari Mas Arya. Power point yang terpampang di monitor mangkrak dengan sukses, untungnya tinggal finishing background saja. Sebuah episode yang sudah bisa kukikiskan dari keping hatiku, kini terurai kembali seperti layar film.
*****
“ Please forgive me…” pinta lelaki yang duduk di depanku dengan nada serius.
“ Apa yang harus aku maafkan. Bagian mana yang Mas Ferry ingin kumaafkan?”
“ Semuanya..aku sudah bersikap tidak adil padamu..”
“ Jika Mas Ferry minta maaf, berarti sadar telah mengambil keputusan yang keliru? Tapi memilih wanita lain yang dianggap lebih baik, apa itu kesalahan ?” jika bukan karena gengsi dan takut di anggap cengeng, mungkin aku sudah menangis saat mengucapkan setiap patah kalimatku.
Masih sangat jelas bagimana Mas Ferry minta di beri kesempatan untuk membuktikan keseriusannya jika menyukaiku. Dan bodohnya aku sudah membuka pintu hatiku untuk mulai menyukai dia dengan segala apa adanya. Cinta itu proses, aku selalu percaya hal itu. Dan aku berusaha melihat segala sisi baiknya Mas Ferry sehingga bisa tumbuh benih cinta di hatiku. Ketika dia mengatakan situasi pekerjaan yang masih labil, aku pun percaya bahwa pada saatnya pasti akan membaik.
Enam bulan berlalu, tiba-tiba saja Mas Ferry mengambil langkah mundur dengan alasan kemapanan financial. Dengan dalih dia minder dengan kesuksesanku?
Dan ironisnya, tak lama berselang dia memberitahukan jika sudah dekat dengan seseorang? Sakit dan kecewa menoreh dalam di hatiku. Aku merasa dia telah mempermainkan perasaanku dengan demikian sempurna. Cukup lama aku berusaha menerima sikapnya sebagai proses pembelajaran dan ujian bagi diriku agar lebih berhati-hati menghadapi laki-laki.
“ Kay..” sentuhan tangan Mas Ferry menghentikan lamunanku.
“ Akulah yang harus memaafkan diriku sendiri. Setiap orang tentu mengambil keputusan karena dianggap benar dan baik kan? Jadi tolong jangan minta maaf lagi, Mas Ferry sudah memilih untuk meninggalkanku..”
“ Tapi…”
“ Saat alasan financial yang membuat Mas Ferry mundur sudah membaik toh justru berproses dengan gadis lain? “ pintasku cepat. “Jadi apalagi yang harus di maafkan? I’m not the one who deserve for you..”
“ Harus bagaimana agar kamu bisa memafkanku, Kay?” nada suara Mas Ferry mulai serak, tatapan matanya demikian jatuh lembut dan semakin menyayat relung kalbuku.
“ Sudahlah Mas, forgive is forget…Let me alone.”
Peristiwa tiga bulan lalu, seyogyanya sudah bisa aku lupakan untuk mengabur bersama debu-debu yang beterbangan datang dan pergi melintasi ruang dan waktu. Kedatangan Mas Ferry yang minta untuk kembali menjalin hubungan kasih yang telah renggang dengan tegas bisa aku tolak meski sebenarnya hatiku masih menyimpan bara asmara untuknya. Tapi demi mengingat dia sudah semudah itu meninggalkanku dan kemudian dengan entengnya bertutur membina hubungan dengan gadis lain?
*****
 “ Jadi gimana? Sudah kau putuskan untuk menemui gadis itu ?”
“ Entahlah…aku bingung, Fa. Mau ngapain dia ingin ketemu denganku? “
“ Kamu saja bingung, apalagi aku? Aneh banget, atau dia mikirnya karena dirimulah penyebab hubungannya kandas dengan Ferry?”
“ Maksudmu? Dia mau melabrak aku gitu??”
“ Ya sapa tahu…kisahmu kan sudah mirip sinetron dan kedatangan gadis itu untuk menyempurnakan episode ceritanya” celoteh Fahira sambil tertawa-tawa.
Aku belum memutuskan apa-apa, menemui gadis itu atau tidak ? Tidak ada hubungan apa-apa di antara kami, bahkan aku juga tidak kenal dia. Hanya pernah dengar namanya sekali dari Mas Ferry. Tapi kini dia berada di Surabaya dan ingin bertemu denganku?

“ Daripada kamu mati penasaran, lebih baik kamu temui dia Kay..” saran Fahira “ yah minimal menghargainya sebagai tamu kan?”
Sepanjang perjalanan berangkat menuju tempat yang telah kupilih untuk menemui Ayu, perasaanku benar-benar teraduk-aduk. Sampai aku lebih memilih untuk naik taxi kerana takut tidak focus jika mengendarai mobil sendiri. Yah, lebih cepat ketemu dengan gadis itu lebih baik daripada hati dan pikiran diliputi tanda tanya tak menentu sampai mengganggu konsentrasi mengajar di kelas.
“ Maaf Mbak, sudah sampai…” ucapan sopir taxi menghentikan ketermenunganku. Segera kuberikan selembar uang seratus ribu diiringi sebaris ucapan terima kasih dan menit berikutnya kujejakkan kaki di depan sebuah café tempatku biasa temu kangen dengan teman-teman kuliah. Sejenak kutata debaran jantungku agar iramanya teratur sebelum kulangkahkan lagi menuju sudut ruangan, menghampiri seseorang yang sudah menungguku.“ Selamat siang, Mbak Ayu Anggia kan? Maaf agak terlambat…” sapaku seramah mungkin dan berusaha tenang. Dalam hitungan satu menit aku sudah bisa menyimpulkan betapa gadis yang bernama Ayu ini sangat anggun. Postur tubuhnya semampai, langsing dan berkulit cerah. Dengan make minimalis dan tatanan rambutnya yang terurai semakin memperkuat keanggunanya. Dan dalam hati aku mengakui pasti tidak sulit bagi laki-laki untuk jatuh hati padanya salah satunya Mas Ferry tentu saja. Berpikir demikian membuat dadaku terasa sesak dan kurasakan sebersit perih hinggap sesaat.
“ Terima kasih sudah berkenan meluangkan waktu untuk menemui saya. Ehmm  Kayla ya?”
“ Benar saya Kayla “ sebaris senyum menawan merekah dari bibir mungil Ayu. “Maaf, kalau boleh saya tahu kenapa Mbak Ayu ingin bertemu saya?”
“ Mas Ferry benar, Kayla memang orang yang lugas dan tegas…”
“ Bukannya saya bermaksud tidak sopan, tapi tolong sebaiknya kita tidak perlu membawa Mas Ferry ya?” pintaku merasa tidak enak.
“ Justru alasan saya ke Surabaya dan  bertemu dengan Kayla adalah Mas Ferry..” kalimat yang diucapkan dengan intonasi datar itu kudengar berbalut luka. Ada lapisan bening yang mengambang di kelopak Ayu.
“ Kenapa Mas Ferry? Maaf Mbak, tolong jangan salah paham…” aku berusaha menetralkan suasana yang mendadak serba canggung. “ Hubungan Saya dan Mas Ferry tidak lebih dari teman sejak dia memutuskan saya setahun lalu “.
“ Saya tahu itu “ jawabnya sambil mengaduk gelas jus buahnya. “Jika hubungan saya dengan Mas Ferry tidak berhasil, memang tidak ada hubungannya dengan Kayla.”
“ Lantas? Kenapa Mbak Ayu ingin bertemu saya?”
Sejurus dia terdiam, menatapku dengan dalam seakan hendak menilai diriku dan membaca isi hati serta pikiranku.
“ Karena aku ingin memintamu kembali dengan Mas Ferry..”
“ Maaf, Mbak Ayu salah bicara apa telinga saya yang bermasalah? Kembali dengan Mas Ferry?”
“ Dia mencintaimu dengan sangat, Kay”
Aku menggeleng “ tidak mbak”.
“ Aku hanya ingin Mas Ferry bahagia dan itu adalah bersamamu..”
“ Mbak Ayu masih mencintainya kan? Kenapa malah meminta saya kembali sama Mas Ferry?” sahutku dengan nada gusar.
“ Setiap orang yang mencintai tentu ingin orang yang di sayanginya hidup bahagia kan? Mungkin aneh sikapku ini, tapi inilah caraku mencintainya..”
“ Aku tidak tahu, Mas Ferry  atau Mbak Ayu yang aneh…” ujarku.
Meski di hatiku masih ada  cintai pada Mas ferry yang belum kikis, tapi untuk kembali padanya? Apalagi di tambah dengan munculnya permintaan dari gadis yang pernah jadi alasan untuk meninggalkanku? Rasanya harga diriku masih lebih bernilai daripada cintaku pada Mas Ferry.
“ Maaf Mbak, saya harus kembali ke kampus. Sejam lagi saya harus ngajar…”
“ Meski aku jauh-jauh datang, dirimu tetap bergeming ya Kay?”

“ Kesempatan yang kuberikan pada Mas Ferry sudah disia-siakan, tak ada lagi yang harus lanjutkan selain berteman dengannya”

Dengan berusaha tetap tenang aku pamit pada Ayu dan melangkah mantap meninggalkannya, meskipun sebenarnya aku berharap jalinan cintaku dengan MAs Ferry bukan semata cinta semusim, tapi sekarang aku lebih memilih yang lalu biarlah berlalu bersama musimnya masing-masing.


***** The End *****

Noted: Tulisan ini merupakan versi CERPEN dari cerita yang berjudul sama: [Biar] Berlalu Bersama Musimnya yang saya buat dalam versi Flash Fiction [FF] yang saya ikutkan dalam lomba GA membuat Flash fiction

=================================================================

Dengan takaran yang tepat, berikut dibawah adalah berbagai macam penyakit yang dapat dicegah dan diobati oleh MOMENT PROPOLIS - Yang kaya akan Vitamin, Protein, Mineral dan Bioflavonoids - diantaranya:
Diabetes
Kanker
Stroke
Sakit jantung
Ginjal
Hepatitis
Thyphus
Diare
TBC
Asam urat
Kolesterol
Darah tinggi
Luka bakar
Dan banyak lagi penyakit lain, yang disebabkan oleh kuman, virus dan bakteri

Produk-produk Moment:  GLUCOGEN, TERAGEN, COFFEE MOMENT, PROPOLIS, BIOCELL, MOMENT ALGAE ACTIVATOR (LIQUID DAN SOFTGEL), SLIMMER, MOMENT NATO ESSENCE, More detail see on http://moment4infinity.com/M4I1004058

Order atau tertarik untuk joint, hubungi RIRIE:
WA: 08123155089
Pin BB : 53D925F1
Email : ririekinanthi8p@gmail.com
FB : ririe kin // twitter : @ririekayan


21
Share
Tematik LBI mengenai semangat ngeblog agar senantiasa stabil, syukur-syukur bangetsss dan ngarep poll grafik up date blog bermodel LINEAR antara sumbu ordinat [frekuensi/intesitas] dan axis [waktu]. Any time, any where, any condition and another  case, pengennya nge-BLOG yang dengan sengaja saya pilih untuk mendukung kesukaan menulis ini Bismillahirrahmaanirrahiim bisa sustainable.   

Pada jaman dahulu kala Saat sekian taon lalu, saya dengan sumringahnya bisa menggunakan media blog [masio user only], setidaknya salah satu impian saya untuk meningkatkan kesukaan menulis menjadi lebih baik lagi, akhirnya mendapatkan wadah yang kondusif: BLOG. Menuliskan hal-hal yang saya sukai berkolaborasi dengan gejolak yang kuat untuk menulis memang energi yang luar biasa untuk eksis menulis.  

Tapi, ritme ngeBLOG yang saya alami pun tak luput dari pasang surut, gak mau kalah dengan air laut getu deh. Apalagi ketika situasi Off Line lagi so HECTIC, suka atau tidak, toh dengan berat hati saya kudu legowo jika KADANG KALA Of Line dan On line tak bisa berjalan mesra. Jika case-nya demikian, tentu saya memang harus bersabar menunggu sampai ke-HECTIC-an menyurut. 

Nah, agar ngeBLOG dinamis, at least tidak sampai terjun bebas tanpa parasut, memang perlu maintain semangat ngeBLOG. Berikut ini sebagian hal-hal yang saya coba perbaharui agar saya bisa memiliki daya tarik untuk ngeBLOG always happy ever after:
  1. Alasan dan tujuan ngeBLOG sangat-sangat–sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Oleh karena adanya alasan dan tujuan tersebut merupakan pemantik awal saya menjejakkan tangan di keyboard untuk menulis postingan di bLog. Jika kita memiliki alasan yang kuat dan tujuan yang jelas untuk dicapai, kita akan mendapatkan energi untuk survive ngeBLOG. Beruasaha kembali dan kembali lagi untuk menulis hal-hal yang kita suka dan kuasai di BLOG, no matter what happen pokoknya.
  2. Mengalokasikan waktu untuk ngeBLOG. Dalam bahasa yang berbeda: mengatur waktu untuk ngeBLOG. Kalau saya sendiri, sejujurnya memang belum memiliki jadwal yang rutin [setiap] dan berapa lama untuk ngeBLOG minimal. Pengennya saya sih bisa minimal one day one post, eeee ternyata saya perlu kompromi dan  menyesuaikan ritme ngeBLOG dengan aktifitas saya di Off line. 
  3. Membawa notes kecil dan pena/pulpen/spidol [pokok’e alat tulis] untuk utk merekam ide yg tiba-tiba berseliweran agar tdk menguap. Karena, kerap kali kita menemui sesuatu hal yang menarik dan spontan terpetik hasrata untuk menjadikan bahan tulisan. Berdasarkan pengalaman pribadi, tak jarang ide tersebut jadi terlupakan jika tidak tertuang dalam tulisan, tersublimasi karena peristiwa-peristiwa yang bermunculan selanjutnya. Cara ini, tak hanya bermanfaat sebagai bank ide, juga merupakan back up plan ketika mengalami krisis ide untuk menulis.
  4. Jangan bosan untuk membaca buku dan fenomena sosial di sekitar kita, karena membaca akan menjadi aliran kosa kota yang akan mengisi rangkaian tulisan kita. Semakin rajin membaca, secara simultan akan meminimalkan drama penurunan semangat menulis [blog]
  5. Blogwalking juga merupakan obor yang cukup pontesial untuk mem“panas”kan semangat NgeBLOG. Coba saja kalau gak percaya? Saat ini singgah sana-sini di blog-blog teman dan membaca tulisan demi tulisan *even just silent reader”, minimal akan menggugat hati nurani: Teman-teman pada semnagat ngeBLOG, mestinya aku juga bisa demikian pula dong: caaayoooo semangat Ngeblog.
  6. Ikut event/lomba dan gabung komunitas, strategi ini juga saya akui sangat membantu banget untuk menjaga semangat NgeBLOG. Karena, dari suatu jenis event/lomba/kompetisi akan men-challenge kemampuan kita dalam menulis sesuai tema dan rule yang telah ditetapkan. Jadi, ikut suatu lomba/event sekaligus sebagai ajang untuk menguji kebisaan kita menulis dalam penilaian yang obyektif. Maklumlah, karena saya masih konsisten dengan model blog gado-gado sehingga  postingan reguler  ya saya buat dalam rangka asal menulis dan up date blog #parah
  7. Menulis tanpa berpikir, artinya saya belajar untuk melepaskan setiap kata yang melintas dalam pikiran, hati dan rasa ketika sedang STAG dan BIG NO idea untuk ditulis. Sebenarnya cara ini lebih tepatnya untuk memecah writer block. Korelasinya adalah, ketika seorang penulis mengalami situasi STAG, Blank, embuh ora weruh arep nulis opo maneh, bukankah ini salah satu penyebab bagi seorang penulis [juga pada saya] mengalami fase ngedrop semangat secara ekstrim. Jadi, mengatasi fluktuasi ngeblog yang cenderung turun, bisa juga dilakukan dengan menyediakan secara disiplin untuk menulis kontinue tanpa mikir, bisa selama 5 menit, 10 menit. Just write, no matter what, even slowly tapi ampuh untuk mengasah ketrampilan kita dalam menulis untuk lebih lancar dan mengalir dalam sistematika yang runut.

Itulah [beberapa] rahasia saya dalam menjaga semangat dalam ngeBLOG. Tentunya, masing-masing penulis atau yang suka menulis di blog juga memiliki kiat-kiat jitu dan sakti mandraguna kan dalam menjaga blognya agar up to date? Hayyooo…ngaku?

                   ♠♠♠ Facebook | Twitter | Instagram | Linkedin ♠♠♠




19
Share
Bismillahirrahmaanirrahiim, A simple fiction:
“ Ada masalah apa lagi dengan mesin packagingnya?”tanya Pak Hafidz sesaat setelah aku duduk di depannya.
“ Bukan mesin packagingnya yang bermasalah, Pak. Tapi kaleng pengemasnya banyak yang defect  “, jelasku langsung pada pokok permasalahannya.
“ Kaleng pengemasnya defect?! “ ekspresi wajah Pak Hafidz langsung berubah  penuh emosi, juga intonasi kalimatnya.
“ Hampir sepertiga dari stock kaleng pengemas harus return..”
“ Jadwalkan besok lembur untuk bagian pengemasan dan labelling !”
Sebaris kalimat perintah bagai sabda pandita ratu yang tak mungkin untuk didebat atau pun diabaikan. Aku melangkah meninggalkan ruangan plant manager dengan kecamuk galau menggelombang. Ku katupkan gigi geraham untuk meredakan gemuruh emosi yang memenuhi rongga dada.
“ Sepertinya kamu serius dengan hobi fotografi, Ren ?” sambut Novita begitu aku menghempaskan tubuh di kursi. Dia demikian asyik mencoba-coba camera DSLR yang tergeletak di mejaku.
Aku tak menanggapinya, memilih mencoret-coret block note untuk menumpahkan kekesalanku. Sejak kecil, aku sudah menyukai gambar danfoto-foto hasil jepretan kamera. Dan hasrat untuk menekuni dunia fotografi pun harus aku rapikan dalam hati karena realistisnyaadalah aku butuh pekerjaan dengan penghasilan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membantu ekonomi keluargaku.
Setelah situasi finansial semakin membaik, aku mulai menyalurkan rasa penasaranku terhadap fotografi tersebut di sela-sela rutinitas pekerjaan. Tepatnya ketika aku bertemu dengan Mas Firman tahun lalu.Akhir pekan ini aku sudah fix untuk memburu obyek gambar yang kuimpikan sejak lama yaituMerapi dan sekitarnya. Dan sekarang acara yang sudah tersusun matang tersebut terancam berantakan dengan sempurna.
“ Hei, what’s up ...?” Novita menjentikkan jarinya di depanku.
“ Stress nih, gara-gara kaleng penyok itu....” gerutuku.
“ Harus masuk lembur ya?”
“ Kurang sedikit target produksi bisa tercapai untuk bulan ini, lha kok stock kaleng banyak yang penyok. “
“ Terus gimana acaramu ke Jogya – Magelang, cancel dong?”
“ Beginilah resikonya jika bekerja kejar setoran. Andai aku sudah bisa jadi fotografer profesional tentu tidak perlu berada dalam situasi pekerjaan yang dilematis begini.”
“ Seandainya aku bisa menggantikanmu. Sayangnya backgroundku accounting dan gak ngerti sama sekali tentang proses produksi “ hibur Novita dengan serius.
“ Fotografi bukan hanya hobi tapi impianku sudah sejak lama “ gumamku memendam galau.
*****
            Seandainya aku tidak bertemu dengan Mas Firman, mungkin aku tidak ingat lagi jika pernah punya mimpi untuk menjadi fotografer.
            “ Aku Firman, teman kakakmu, Amran. Kamu Renata kan?” Aku dibuat bengong oleh penjelasan laki-laki berambut gondrong yang menemuiku di lobi hotel saat aku berada di Bandung setahun lalu.
            “ Sudah lupa? Aku dulu sering menginap di rumahmu, ingat gak?”
            Firman? Aku mencoba mengingat nama itu. Akhirnya aku ingat tentang sosok cowok yang dulu sering menginap di rumah. Satu-satunya teman SMA Mas Amran yang sering datang ke rumah. Aku tak akan mengenali jika dia tidak memperkenalkan dirinya. Dia sangat berubah, penampilannya terlihat lebih casual dan nyentrik dengan model rambut gondrongnya.
            Aku mengembangkan senyum dan menyambut uluran tangan Mas Firman, “ Ya aku Renata. Kok Mas Firman bisa menemukanku di sini?”
            “ Amran menelpon, dia minta aku menjagamu selama di Bandung..” ceritanya sambil tertawa. “ Pantas Amran sangat mencemaskanmu, lha kamu cantik begini sekarang..”
            “ Ya gak segitunya Mas, aku hanya nanya Mas Amran apa ada temannya di Bandung. Kan lumayan bisa jadi guide gratis tho?”
            “ Dengan senang hati, selama seminggu aku akan jadi guide terbaikmu di Bandung ini “
            Dan saat itulah aku mulai mengenal fotografi secara serius, nekad membeli camera DSLR dan diajari memotret tidak hanya sebatas dengan menggunakan mode Auto. Mas Firman yang mengenalkanku dengan fotografi, mengajariku dengan sabar dan telaten.  “Dalam seni fotografi, sebetulnya tak ada batasan ruang bagi estetika. Karena estetika lebih bersifat personal,artinya setiap individu memiliki perspektif yang berbeda-beda," tuturnya meyakinkaku kala itu. “ Fotografi bisa flexible, untuk menekuninya kamu tidak perlu mengorbankan pekerjaanmu yang sudah ada sekarang. Kecuali jika kamu memang sudah siap dan mampu jadi fotografer profesional, memang fokus utama harus fotografi sebagai profesimu”

Sejak itu aku jadi kecanduan dengan fotografi. Setiap hari camera DSLR selalu bersamaku kemana pun aku pergi. Berbagai momendan pemandangan yang aku jumpai, yang penting waktunya tepat dan suasananya mendukung, aku jepret. Jadi hasilnya bisa lebih natural.
Kalau hari libur, aku jadi lebih suka berburu pemandangan-pemandangan yang bisa jadi obyek jepretan cameraku. Kalau cameraku eror, jika aku menghadapi kesulitan menghasilkan gambar yang bagus, maka Mas Firman yang langsung aku hubungi. Dan bahkan jika tak ada masalah pun, Mas Firman juga yang aku hubungi untuk sekedar ngobrol-ngobrol santai. Perlahan ada ketertarikan lain yang turut hadir dalam hubungan kami, tepatnya di perasaanku. Sosok Mas Firman lebih sering menyinggahi benakku, ketimbang Mas Permana, lelaki yang sudah meminangku beberapa bulan sebelum aku bertemu dengan Mas Firman di Bandung.Dengan alasan yang mengada-ada, aku pun masih saja berdalih untuk menunda ajakannya menikah.

Dan betapa luar biasanya pengertian Mas Permana saat aku mengatakan padanya hendakhunting obyek pemotretan ke Merapi.Padahal ada tujuan tersembunyi yang menggodaku untuk berpetualang ke gunung yang belum lama ini meredakan letusannya. Alasan yang tersembunyi itu adalah agar bisa menikmati kebersamaan dengan Mas Firman. Rencananya memang berangkat bersama komunitas fotografi, dan aku yang memunculkan ide tersebut. Dan alangkah menggembirakannya sekali lagi Mas Firman bisa dengan mudahmenyediakan waktunya untuk menemaniku ke Merapi. Sekarang justru aku yang terjebak dengan jadwal pekerjaan yang tidak terduga.Argghhhh..
*****
“ Halloo,” sapaku dengan suara agak parau.
“ Renata?” aku berusaha mengenali suara yang menyahut dari ponselku, suara yang tidak asing “ Mas Firman?”
“ Baru bangun tidur ?” tanyanya dengan suara riangmembuat rasa kantukku hilang. Sepulang dari pabrik tadi aku memang ketiduran karena rasa capek yang luar biasa.
“ Mas Firman sudah sampai mana neh?”
“ Tebak saja aku sampai mana sekarang?” tanyanya menggoda.
“ Jogya kan ?”
“ Aku hanya butuh waku satu jam lho untuk sampai tempat kostmu, Ren .”
“ Hahh ?!”
“ Aku di Surabaya sekarang ! Takdir memang lebih suka jika kita tetap ketemu kan? Tiba-tiba aku mendapatkan job untuk membuat dokumentasi di Surabaya lho “.
Hatiku girang bukan kepalang mendengar berita dari Firman, betapasepotong pemberitahuan itu mengalirkan rasa bahagia yang berdenyar-denyar di setiap sel sarafku karena sebenarnya inilah yang aku harapkan. 
Tapi aku juga tahu rasa bahagia ini akan bisa melukai orang lain yaitu Mas Permana.

“ Ya sudah, sejam lagi aku sampai di situ ya..”
Aku terpaku, tak beranjak dari tempat dudukku. Tadi siang aku menolak secara halus saat Mas Permana mengajak dinner, tapi sekarang aku berdebar-debar senang menunggu Mas Firman yang akan datang.

Sebulan lalu aku mengusulkan acara ke Merapi agar aku punya alasan untuk bertemu Mas Firman dan kini kebertemuanku dengan Mas Firman menyata meskipun aku terkendala oleh lembur kerja yang tak terduga. Aku menghela nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan hatiku yang mulai dihinggapi resah. Pikiranku mencoba merunut peristiwa-peristiwa kualami setahun terakhir ini. Mulai dari awal pertemuanku dengan Mas Firman yang berawal bukan karena kebetulan, tapi kini menjadikanku berada di persimpangan hati. Aku yang yang awalnya ingin memperdalam ilmu fotografi dari Mas Firman, justru terbawa arus ketertarikan candu asmara yang perlahan menetas di permukaan hatiku. Benih asmara yang menetas di waktu tidak tepat karena aku sudah berkomitmen dengan kekasihku. Dan bagaimana aku mengatasi perasaanku yang semakin menguat mengarah pada Mas Firman?
            “ Coba lihat ini, Ren “ sesaat aku tersentak oleh seruan Mas Firman menyodorkan cameranya padaku. Kuterima kamera itu, dilayarnya terpampang sebuah hasil jepretan yang sangat cantik. Jepretan lampu yang ada di seberang jalan yang berwarna kuning kemerahan, dengan degradasi bias warnanya yang menyerupai bintang.
“ Karena aku tak bisa memetik bintang di langit, makaaku jadikan lampu itu sebagai obyek bintang untukmu !”
“ Tapi sayangnya Renata sudah memiliki bintang di hatinya..”
Serentak aku menoleh ke arah datangnya suara. Mas Permana sudah berdiri tak jauh dari keberadaanku dan Mas Firman di teras rumah.
“ Tentunya Anda sudah tahu jika Renata sudah berrtunangan kan?” lanjut Mas Permana tanpa memberiku kesempatan untuk berbasa-basi menyambutnya.
“ Iya, saya tahu Renata sudah punya kekasih. Tapi itu tak menghalangi saya untuk mencintainya kan ?”
“ Mas Firman bicara apa ?” tak urung aku terkejut mendengar pengakuan Mas Firman yang terang-terangan, apalagi di ucapkannya di depan Mas Permana !
“ Kalau begitu biar Renata yang memutuskan siapa yang dia pilih untuk menjadi bintang di hatinya !”
Aku gemetar. Tak tahu lagi apa yang berkecamuk di hatiku demi melihat kenyataan bahwa Mas Firman pun ternyata mencintaiku sama seperti Mas Permana.
“ Meski aku mencintainya, semuanya tergantung pada Renata. Aku akan meninggalkannya  jika dia memintaku untuk pergi, “ ucap Mas Firman dengan lugas.

Dua orang lelaki yang sama-sama mencintaiku duduk di depanku menunggu sebaris kalimat penentuan terucap dari katup bibirku. Dan konyolnya aku, kedua lelaki itu sama-sama berarti bagiku. Kupandangi silih berganti Mas Permana dan Mas Firman, berharap menemukan satu alasan yang tertepat dari diri mereka agar aku bisa melafalkan satu nama pilihan.
Dalam suasana serba kaku dan canggung, udara seolah enggan bergerak sehingga terasa gerah dan menyiksaku dalam suasana yang menikam.

Menjelang jam dua belas malam, mereka meninggalkanku sendirian dalam kegundahan yang kusut.
“Aku akan tetap tersenyum jika melihatmu bersamanya, meski ada tangis dalam hatiku. Jika tak bisa menjadi bintang buatmu, setidaknya ada frgamen kecil tentangku yang kamu ingat..” demikian ucap Mas Firman sesaat sebelum menjabat tanganku untuk pamitan.
Butiran air mata mengalir perlahan, setiap butirannya mengungkapkan laksa perasaanku yang tercerabut dalam kebimbangan.

“ Aku hanya ingin menjadi lelaki yang bisa membuatmu mengatakan : Aku ada karena kamu ada. Hanya itu, Ren “ ucap Mas Permana sambil menatap penuh kelembutan pada bola mataku. Dan betapa rasa menghunjam ke relung terdalam hatiku telah mengelukan lidahku. Sesederhana itu, dan harusnya dengan mudah aku bisa menganggukkan kepala dengan seyakin-yakinnya. 

Iya, seharusnya tidak sulit untuk mengatakan kembali kalimat yang pernah aku bilang pada Mas Permana: Aku ada karena kamu ada. Tapi............


Noted: Hasil belajar nulis Fiksi, eee tulisan sudah lama sih. Any Suggestion? Agar bisa nulis fiksi lebih baik lagi? *nyontek ending-nya Tokyo Love Story*


                  ♠♠♠ Facebook | Twitter | Instagram | Linkedin ♠♠♠



Semoga bisa mengikuti jejak sukses beliau dalam  dimoment dengan produk-produknya yang super, antara lain #glucogen #propolis#coffeemoment #biocell #slimmer #teragen 


Yg tertarik utk join atau pengen tahu lbh banyak apa dan kenapa join moment: 

Pin : 53D925F1
WA : 08123155089
Email :ririekinanthi8p@gmail.com


3
Share
Newer Posts Older Posts Home
Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit. Karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan JANGAN PERNAH MENYERAH UNTUK MENCOBA. ~ Ali Bin Abi Thalib

My photo
Ririe Khayan
Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com
View my complete profile
  • Cara Cepat dan Aman Mematikan Ikan Lele
    Ikan dan Belalang (berdasarkan ajaran agama yang saya anut) termasuk jenis [bangkai] hewan yang halal untuk dimakan. Tapi tidak berarti k...
  • Kenapa dan Bagaimana Ular Masuk Rumah ?
    Kenapa dan Bagaimana Ular Masuk Rumah ? Bagi orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan atau lokasinya masih berdampingan al...
  • Brand Susu Untuk Kesehatan
    Jika ada pertanyaan: Sehat ataukah sakit yang mahal harganya? Bismillahirrahmaanirrahiim , kalau menurut saya, secara ‘value’ kondisi se...
  • Cara Membuat Paspor untuk Anak di bawah 17 tahun Secara Online
    Cara Membuat Paspor untuk Anak di bawah 17 tahun Secara Online . Sebenarnya persyaratan dan alur pembuatan proses secara langsung ( walk i...
  • Waspadai Terjadinya Perdarahan Implantasi yang Dikira Haid Ternyata Hamil
    Waspadai Terjadinya Perdarahan Implantasi yang Dikira Haid Ternyata Hamil . Jika Anda sedang berusaha punya anak, menunggu kapan Anda resmi ...
  • Lima Cara Mengaktifkan (Kembali) Google Adsense yang Diblokir
    Sebaiknya dikesampingkan dulu bila ada yang beranggapan Akun GA di Banned, tak bisa diaktifkan.  (Ternyata) Google Adsence Bisa Aktif  Kem...
  • Panic attack Ketika Terkena HERPES Zoster
    P anic attack Ketika Terkena HERPES Zoster . Mendengar kata HERPES, bisa jadi sebagian orang langsung tertuju pada nama penyakit yang satu ...
  • Keracunan Ikan, Alergi Makan Ikan Laut dan Hubungannya Dengan Kandungan Histamin
    Keracunan Ikan, Alergi Makan Ikan Laut dan Hubungannya Dengan Kandungan Histamin   .Mungkin kita pernah mendengar peristiwa keracunan sete...
  • Suplemen Madu Untuk Membantu Atasi Anak Yang Susah Makan
    Punya pengalaman menghadapi anak yang susah makan? Ada yang baper karena selera makan putraatau putrinya belum variatif yang berputar seki...
  • Serunya Mudik Naik Kereta Api Probowangi
    Usai long wiken Idhul Adha...jadi ngayal kalau tiap bulan ada long wiken 4 hari gitu pasti indah sekaliiiii...... #Plakkk [digampar klomp...

Blog Archive

  • ▼  2024 (3)
    • ▼  December (1)
      • Manfaat Penting Bermain Untuk Anak-Anak Usia Pra S...
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2023 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2022 (19)
    • ►  December (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2021 (45)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (7)
    • ►  September (4)
    • ►  August (3)
    • ►  July (6)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ►  April (4)
    • ►  March (3)
    • ►  February (3)
    • ►  January (4)
  • ►  2020 (43)
    • ►  December (4)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)
    • ►  June (4)
    • ►  May (5)
    • ►  April (7)
    • ►  March (8)
    • ►  February (3)
    • ►  January (4)
  • ►  2019 (35)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (4)
    • ►  April (2)
    • ►  March (7)
  • ►  2018 (49)
    • ►  December (5)
    • ►  November (11)
    • ►  October (1)
    • ►  September (6)
    • ►  August (5)
    • ►  July (5)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (4)
  • ►  2017 (51)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (4)
    • ►  September (3)
    • ►  July (1)
    • ►  June (5)
    • ►  May (5)
    • ►  April (7)
    • ►  March (6)
    • ►  February (7)
    • ►  January (7)
  • ►  2016 (73)
    • ►  December (5)
    • ►  November (4)
    • ►  October (4)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (6)
    • ►  April (10)
    • ►  March (12)
    • ►  February (12)
    • ►  January (12)
  • ►  2015 (118)
    • ►  December (12)
    • ►  November (12)
    • ►  October (11)
    • ►  September (11)
    • ►  August (12)
    • ►  July (8)
    • ►  June (8)
    • ►  May (3)
    • ►  April (6)
    • ►  March (12)
    • ►  February (12)
    • ►  January (11)
  • ►  2014 (60)
    • ►  December (1)
    • ►  November (4)
    • ►  October (6)
    • ►  September (5)
    • ►  August (3)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (4)
    • ►  April (4)
    • ►  March (11)
    • ►  February (10)
    • ►  January (8)
  • ►  2013 (90)
    • ►  December (7)
    • ►  October (5)
    • ►  September (6)
    • ►  August (9)
    • ►  July (5)
    • ►  June (8)
    • ►  May (9)
    • ►  April (5)
    • ►  March (13)
    • ►  February (12)
    • ►  January (11)
  • ►  2012 (126)
    • ►  December (6)
    • ►  November (5)
    • ►  October (14)
    • ►  September (10)
    • ►  August (10)
    • ►  July (12)
    • ►  June (11)
    • ►  May (12)
    • ►  April (12)
    • ►  March (12)
    • ►  February (12)
    • ►  January (10)
  • ►  2011 (69)
    • ►  December (11)
    • ►  November (11)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (9)
    • ►  July (7)
    • ►  June (18)
    • ►  May (5)
Ririe Khayan is an Intellifluence Trusted Blogger

Juara LBI 2016

Juara LBI 2016
facebook twitter youtube linkedin Instagram Tiktok

Labels

Advertorial Aneka Kuliner Article Blog Award Book Review Contact Me Disclosure English Version Fashion Fiksi Financial Gadget Give Away Guest Post Info Sehat Informasi Inspiring Lifestyle Lomba Love Story My Diary My Poems Opini PR PerSahabatan Pernik-Pernik Renungan Review Skincare Technology Traveling True Story UMKM Visit Who Am I? Writing For Us banner parenting




Copyright © 2019 Kidung Kinanthi

installed by StuMon