Membahas tentang pelaksanaan kampanye, nyatanya tak akan ada habisnya. Janji para parpol untuk melaksanakan kampanye damai dan menyejukkan, masih sebatas slogan yang too good to be true. Salah satu contohnya saat kemarin [Selasa, 25 Maret 2014] ada kampanye di Sleman yang Bismillahirrahmaanirrahiim “spectakular” semarak, heboh sekaligus membuat saya dan teman-teman di kantor pada mempertanyakan: Lha kampanye kayak gini gini kok pengen mendapatkan simpatisan dan perolehan suara yang banyak? Pelaksanaannya kampanye-nya saja sudah bikin polusi yang komplek, antara lain:
- Polusi udara: arak-arakan bersepeda motor dengan keliling menempuh total jarak tempuh yang tidak pendek dengan memainkan mesin motor yang menderu-deru.
- Polusi Suara: dari suara motor yang knalpotnya diacak-acak sehingga kebisingannya melebih sirine mobil pemadam kebakaran.
- Polusi pikiran: tidak bisa konsentrasi akibat kegaduhannya yang berlangsung lama [sekira jam sembilan sampai jam tiga sore] dimana central acaranya tak jauh dari komplek perkantoran pemerintahan Sleman.
- Polusi hati. Suara yang gaduh dalam jangka waktu lama kan bikin labil emosi bagi masyarakat yang berada dalam radius ring kampanye. Apalagi pas kampanye kemarin suara gaduhnya melebih ambang batas deh kayaknya.
- Polusi lalu lintas [baca: kemacetan] akibat pengalihan ruas jalan dan atau bagi pengguna jalan raya dari luar kota yang tidak tahu sedang ada kampanye kan bisa terjebak dalam kemacetan.
- Polusi etika dan norma-norma: lha yang pawai naik motor kan rata-rata tidak berhelm, tak jarang pula yang tubuhnya dicat warna-warni,
- Dan polusi lainnya masih banyak deh.
Dari gambaran umum pelaksanaan kampanye yang
masih TIDAK singkron dengan tujuan utama untuk mempublikasikan program
unggulannya dan membuat semakin banyak calon pemilih yang bersimpatik
sehingga dengan suka rela mencoblos parpol yang berkampanye. Lha kalau
rerata cara kampanye masih dominan dengan model-model yang MELEGALKAN
pelanggran peraturan dan ABAI terhadap norma – normatif, rasanya bisa
dinalar jika populasi GOLPUT masih memiliki peminat yang banyak kan? Masang
bendera partai di sepanjang jalan kayak lomba umbul-umbul, poster
dipaku dipohon-pohon, pawai arak-arakan, pentas musik tak perduli
kesopanan, anak-anak disertakan dalam massa kampanye, dan masih banyak
lagi “Style” kampanye yang Tidak simpatik lainnya. Jadi kalau
ditelaah lebih mendalam, apalagi jika yang mengambil sikap GOLPUT
sebagai pilihan dengan kesadaran penuh, bisa jadi salah satu faktornya
adalah dari AKSI kampanye tersebut, terjadilah REAKSI dari calon pemilih dengan mengambil sikap untuk menjauh dan memilih GOLPUT.
Bukan bermaksud memihak pada komunitas GOLPUT, tapi pilihan sikap mereka jika dianalisa sebenarnya kan tidak sepenuhnya sebuah sikap apatis atau cuek atau tidak mendukung proses demokrasi. Hukum Aksi=Reaksi pun bisa berlaku dalam sistematika demokrasi. Semoga fenomena Golput ini tidak jadi tema debat kusir acara Televisi tanpa riil action. Sebagai sesama calon pemilih dalam pesta demokrasi negeri ini, saya berusaha positive reaction saja, semoga fenomena pilihan sikap Golput bisa menjadi salah satu kajian yang penting untuk dipertimbangkan dalam mengevaluasi pelaksanaan kampanye yang sampai saat ini masih jauh dari harapan [saya].
“ Bund, Imunisasi HIB, HPV, Tifoid dan MMR itu apa?” tanya Aida sambil membawa kumpulan latihan soal-soal UN. Acara menulis untuk tema LBI pekan ke-10 pun break sebentar. Untuk menjawab pertanyaan Aida tersebut, saya pun langsung gugling ria. Lha jenis-jenis Imunisasi yang disebutkannya merupakan hal baru bagi saya.
“ Tadi siang berisik banget ya Bund…” lanjut Aida sementara koneksi modem masih muter-muter saja. “ Aku sampai gak bisa belajar. Di kantor Bunda bising gak?”
“ Ya Bising poll, wong kamu yang di rumah saja terganggu apalagi Bunda yang berada di kantor yang jaraknya hanya beberapa meter dari lokasi pengumpulan gank motor itu tadi..”
“ Mereka itu kok mau sih begituan ya? Kira-kira dibayar berapa sih Bund…?” Olalalaaa, logika anak yang duduk di kelas 6 SD sudah langsung mendarat ke arah partisipan kampanye berbayar?
“ Hehehee….Bunda gak tahu, Da. Sapa tau mereka serius dan suka rela ikutan menyemarakkan kampanye kan?”
“ Emang orang sebanyak itu mau gak dibayar, arak-arakan, panas, ngabisin bensin ya Bund?”
Tuh kan, rentetan pertanyaan Aida semakin memanjang dan saya pun harus ekstra menyusun jawaban yang mengarah ke WISE sebisa saya deh.
“ Lha kalau Aida mau gak kalau ikut kayak begituan?”
“ Gak ada manfaatnya, mending di rumah saja Bund. “ Good girls, batin saya.
Alhamdulillah, loading internet pun akhirnya cooperative sehingga rasa penasaran Aida teralihkan untuk menyalin contekan tentang jenis-jenis Imunisasi. Dan saya pun bisa kembali melayangkan angan-angan tentang kriteria Capres yang Capable memimpin negeri tercinta ini. Sederet kriteria yang diharapkan mulai dari sifat, sikap, kemampuan, integritas, nasionalisme, komitmen dan sebagainya, sepertinya sudah menjadi janji politik para CALON Capres – Cawapres. Setiap hari, semua media massa baik on line-off line, elektronik maupun cetak, hampir selalu ada slot untuk kampanye, iklan dan pencitraan diri.
“ Kalau GOLPUT itu apa Bund ?” tanya Aida sambil mengemasi lembaran soal latihan UN-nya. Sepertinya Aida tadi sempat membaca judul draft postingan ini.
“ Golput itu orang yang tidak ikut memilih pada saat Pemilu nanti, Da”.
“ Memang boleh tho kalau gak ikut milih getu?”
“ Memilih dalam pemilu itu kan HAK, jadi tidak ada sanksi hukum bagi pemilih dalam menggunakan Hak pilihnya atau tidak.” Deuhhh, sepertinya penjelasan saya kok kurang membumi ya untuk ukuran anak SD?
“ Berarti tidak Wajib ya Bund menggunakan hak pilih itu? Terus Bunda nanti mau pilih presidennya siapa ?”
“ Golput itu orang yang tidak ikut memilih pada saat Pemilu nanti, Da”.
“ Memang boleh tho kalau gak ikut milih getu?”
“ Memilih dalam pemilu itu kan HAK, jadi tidak ada sanksi hukum bagi pemilih dalam menggunakan Hak pilihnya atau tidak.” Deuhhh, sepertinya penjelasan saya kok kurang membumi ya untuk ukuran anak SD?
“ Berarti tidak Wajib ya Bund menggunakan hak pilih itu? Terus Bunda nanti mau pilih presidennya siapa ?”
Pertanyaan lanjutan Aida ini sepertinya terinspirasi dari tayangan TV, dari sekian sosok yang sudah memunculkan diri dan optimis akan maju dalam putaran PilPres, memang sesekali saya dan suami berkomentar ini, itu, begini dan begitu.
Sebagai sosok Emak yang masih new comer yang sedikit paham bahwa asas Pemilu itu LUBER, maka dengan gaya diplomatis saya pun menjawab: “Siapapun Pemimpin yang terpilih nanti SEMOGA BISA membawa Indonesia punya Bargain positian yang kuat di kancah politik Internasional, ya…semacam power para negara anggota PBB yang memiliki HAK VETO agar tidak ada lagi negara lain yang menyepelekan Indonesia dalam segala manifestasinya “ tuh kan jawaban model Ibu yang sablenk MODE ON, pertanyaannya apa terus ngasih jawabannya kemana tuh?
Sebagai sosok Emak yang masih new comer yang sedikit paham bahwa asas Pemilu itu LUBER, maka dengan gaya diplomatis saya pun menjawab: “Siapapun Pemimpin yang terpilih nanti SEMOGA BISA membawa Indonesia punya Bargain positian yang kuat di kancah politik Internasional, ya…semacam power para negara anggota PBB yang memiliki HAK VETO agar tidak ada lagi negara lain yang menyepelekan Indonesia dalam segala manifestasinya “ tuh kan jawaban model Ibu yang sablenk MODE ON, pertanyaannya apa terus ngasih jawabannya kemana tuh?
Maka postingan ini pun saya akhiri cukup sampai di sini, daripada nanti saya makin nglantur sampai ke Perang Baratayuda dan Adipati Karna yang confident dengan prinsip “ Right or Wrong Is my country”. Selamat menikmati masa-masa crowded kampanye yaaa….yang jelas tulisan ini BUKAN kampanye untuk Golput lho? Tapi hanya sebatas pengamatan bahwa ada korelasi antara cara pelaksanaan kampanye yang masih jamak dengan ragam pengabaian normatif dengan sikap calon pemilih yang Golput.