"Barakallahulaka wabaraka’alayka wajama’a baynakuma fikhairihi. Semoga Allah memberkatimu dan memberkati pernikahan ini serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan"
Jika surga memiliki banyak pintu,
maka menikah adalah salah satu pintu untuk memasukinya.
Semoga mencapai sebuah pernikahan yang sakinah dan mawaddah
sehingga selalu mendapat limpahan rahmat dari Allah SWT.
Penuh semangat November rain mengambil cuti, the main reason untuk ‘libur’ sejenak dari rutinitas kerja dengan segala pernik friksi dan polemiknya. Feel free for while, tentu akan membuat fresh hati dan pikiran. Tapi harapan tinggal harapan, ternyata urusan kerjaan tidak bisa benar-benar cut off for while (mestinya planning cutinya going somewhere jadi tak akan ‘tersentuh’ oleh command by phone from my office: nun jauh di luar sana jadinya kan gak mungkin untuk nyuruh ini itu lagi).
Daripada nglantur curcol tidak jelas, langsung deh kembali pada topic utama. Meski pada akhirnya tidak bisa spending time to go ‘somewhere’, sedikit reschedule agar masa cuti worthful yaitu nge’pas’kan (salah satunya) dengan moment my best friend wedding on 11-11-2011 (minjam judul sebuah film tapi kisahnya totally beda kok), dia juga salah satu teman mbonek waktu ke Bromo.
10 Nopember sepulang kerja (seperti biasa tidak bisa start on time like I wish it), untuk pembukaan masa cuti mulai dengan ke TKP teman yang getting merried. Bukannya dia ngarep.co.id untuk nikah di tanggal keramat, tapi begitulah scenario jodoh. Hubungan yamg berawal 2 tahun lalu sebenarnya sudah lama ingin diresmikan namun tertunda (karena beberapa alasan), dan sekitar sebulan lalu si Pria menyatakan secara bulat tekadnya untuk melamar. Maka dengan responsive temanku (sebut saja namanya Lili) langsung memberikan opsi tanggal pernikahan 11-11-11: Deal or gone.
Terinspirasi oleh kisah-kisah di novelnya Kang Abik tuh kayaknya but two thumbs up for her great decision. Dalam sebulan prepare untuk menikah sudah sangat cukup, apalagi Pak Lurahnya cooperative dengan meyakinkan pihak KUA (yang listnya sudah penuh) agar meng’ACC permohonan nikah teman saya pada tanggal tersebut. Win-win solution yang di tawarkan penghulu: pilih jadwal pertama jam 6.00 atau terakhir jam 21.00. The final answer is, 11-11-11 at 06.00 am.
Dan yang (masih) mengherankan, tiap perlu perjalanan yang cepat hasilnya malah jadi lambat jaya out of prediction, 12 jam untuk jarak Banyuwangi-Gresik. Never mind, tetap bersyukur karena bisa sampai dengan selamat dan yang penting the precious moment ‘akad nikah’ belum dimulai. Suasana dirumahnya memang terlihat sedang ada special moment, tapi sederhana “ Yang penting kan memenuhi syarat dan rukun sahnya menikah secara hukum (agama dan Negara) ” demikan cetus Lili saat memberitahu kalau akan menikah sebulan lagi.
Yah, dia mengambil keputusan tidak hanya karena dia anak tertua bagi ketiga adiknya tapi juga hasil proses bermetamorfosa yang luar biasa menjadi orang tua semenjak kedua orangtuanya meninggal sekitar 10 tahun lalu.
Kilas balik singkat tentang Lili, Sosok yang sebelumnya hidup dengan kondisi serba beres dan tercukupi, namun kisah hidupnya kemudian 180 derajat berubah ketika pertengahan kuliah tiba-tiba Ibunya meninggal karena serangan jantung dan 100 hari kemudian ayahnya pun dipanggil yang Maha Kuasa. Situasi yang absolutely hard and complicated : di saat kuliah belum selesai, dia harus ‘menyulap’ dirinya jadi orang tua bagi ketiga adiknya (yang bungsu saat itu masih usia sekitar 3tahun). Lili bilang “ Inilah resikonya jika Ayah dan Ibuku cintanya sehidup semati..”
Seperti yang aku yakini bahwa pada dasarnya setiap orang terlahir dengan dilengkapi kemampuan beradaptasi untuk survive dan Lili telah membuktikannya. Bisa di bilang Lili memang strong and fightful, bahkan dia tidak pernah menitikan air mata di depan orang lain.
“My personal problem butuh penyelesaian, aku tak bisa share hal yang sifatnya personal dengan nulis di wall FB atau lainnya "Aneh saja rasanya, kok kesannya aku orang yang paling menderita di dunia” ujarnya sambil tertawa dengan khas “ Kalau aku ingin curhat dengan orang lain, kan sudah ada kamu…it’s enough, kan tidak perlu semua orang harus tahu my personal case ? “.
Untuk pencarian sang belahan hati, aneka ragam model kegagalan cinta dia alami. “ Kalau alasannya sesuatu yang hakiki, substantial atau soal prinsip masih sedikit lebih mudah untuk healing karena case’nya sudah berada di luar kemampuan kita. Jika aku tidak ingat bahwa hidup sudah ada yang Maha Mengatur dan ANDAI putus asa itu diperbolehkan, Kadang aku ingin berhenti dengan pencarian jodoh ini, kadang aku merasa lelah dan jenuh dengan semua kegagalan hubungan yang berulang kali kuhadapi”.
Aku sangat paham maksud kalimat Lili, karena sekian kali hubungannya dengan seseorang ‘gagal’ oleh sebab yang semestinya masih bisa di adjust JIKA keduanya sama-sama pada mind frame yang sama. Tapi itulah mungkin yang disebut proses jodoh, sebiasa atau sekecil apapun bisa jadi excusing untuk break up jika memang belum berjodoh. Hingga kemudian pencarian itu bertemu pada sosok yang siap mengikrarkan Ijab padanya. Adiknya yang bungsu sempat menunjukkan reaksi jelous dan rasa takut dikesampingkan jika Lili menikah (bagi adik-adiknya, Lili adalah Bunda mereka dan demikian pula mereka memanggil Lili sehari-hari).
Kembali pada cerita jelang akad nikah. Aku sangat bersyukur, Allah SWT mengijinkan saya bisa hadir di saat paling penting dalam kehidupan my best friend, meski ini bisa dibilang menghadiri pesta pernikahan yang mbonek karena baru selesai sholat shubuh Pak penghulu sudah datang padahal saya baru bersiap mau mandi? Wah ini sih tidak hanya on time, tapi super rajin tim akad nikahnya.
Ya sudah, dengan berbekal hasil wudhlu ( belum sempat mandi dan gosok gigi…sssttt ini rahasaia ya) aku langsung bergegas untuk ganti baju dan sedikit make over ala kadarnya. Karena memang hanya acara akad nikah, jadi tak ada tenda biru dan pelaminan, dengan di hadiri oleh keluarga dekat, beberapa tetangga dan ketiga adiknya, prosesi akad nikah dengan wali adik kandungnya Alhamdulillah berjalan lancar.
Suasana yang mengharu biru masih berlanjut ketika para tamu yang datang silih berganti seharian. “ Sebenarnya skenarioku ya hanya akad nikah kemudian selamatan/kenduri pada malam harinya…Nanti biar adhikku kalau ingin menggelar acara resepsi” ungkapnya ketika melihatku terheran-heran melihat banyaknya tamu yang datang. Padahal kalau dia mau ‘sedikit’ egois bisa juga menyelenggarakan acara resepsi, batinku.
Kabar tentang pernikahan Lili toh tetap menyebar secara estafet, sehingga semua tetangga dan orang-oranng yang kenal dengan Lili dan Ortunya pun datang ke rumah meski tidak di undang. Disaat persiapan acara kenduri masih berlangsung namun tamu mengalir tiada henti. Dan semua ‘kesibukan’ porosnya tetap pada Lili meskipun sudah ada yang di daulat untuk menghandle segala urusan dapur dan tamu toh tetap saja urusan dapur, menu, tamu, de el el..semuanya kembali pada Lili.
Sempat kukatakan pada Lili “ meski konsep acara sederhana tapi kalau seperti ini, rasanya kalau aku jadi dirimu bisa stress deh. Di hari pernikahan tetap saja harus take over everything”. Lili tersenyum dan menjawab “ beginilah kalau pengantin lincah, hehehe…”.
Dan para tamu (yang umumnya ibu-ibu) sudah paham jika yang punya hajat masih ‘arek’. Mungkin lelah dan capek bisa dia abaikan, namun tidak untuk rasa haru manakala kenalan-kenalan ortunya menyalami dan memeluknya serta mendokannya. I knew, she miss her parents….If her parents was there at the glorious moment’s daughter…Sempat beberapa kali kulihat matanya berkaca-kaca dan suaranya menjadi serak (hendak menangis), namun semua itu tak dibiarkan mengalir, dalam waktu beberapa detik dia mampu tersenyum ramah menyambut ucapan dan peluk doa dari para tamu.
Aku yang hadir dan berada dalam lingkaran suasana itu (Lili memintaku menginap sekalian menunggu kedatangan teman dari Jakarta yang mengkhususkan untuk datang keesokannya), sesekali pula jadi ikut ‘melow’ tapi sekaligus kagum akan ketegaran Lili.
Penguatan karakter diri dan sikapnya adalah bukti bahwa Hidup belum berakhir ketika kenyataan memaksanya harus perform jadi orang tua di usia yang sangat belia, mengalami dan mengatasi rasa sakit dan keadaan sulit bisa menghadiahkan kedalaman emosi dan perspektif yang tanpa kita sadari sudah tersimpan selama ini dalam diri. Menerima rasa sakit memang menakutkan.
Jika kita berada pada situasi yang sulit, sebenarnya adalah jalan bagi pendewasaan diri kita, tempaan yang akan membuat kita lebih kuat. Just remember this too shall pass, nothing last forever, even pain. And happiness is around the corner!
“Bismillah. Saat berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Hud: 41)
*** Specially posting for My best friend ***
Note: Ucapannya pinjam dari teman ( Dokumentasinya raib dari postingan ini, 9 Juni 2020)