(Mengenang) Romantika Dibalik Seseringan Mudik

Sering menempuh perjalanan mudik, long trip (maksudya lama di perjalanan), dan sejenisnya menjadi salah satu rutinitas saya sejak sign in di Banyuwangi di awal menekuni dunia kerja. Tetiba ingin menulis sekilas cerita mengenai ritme long trip yang pernah menjadi salah satu rutinitas bagi saya, mostly long trip Banyuwangi - Lamongan, tepatnya ke desaku yang kucinta. Iyah tahun ini adalah my special moment 18an Desember yang tidak saya alami bersama kemeriahan perayaan HarJaba = Hari Jadi Banyuwangi yang jatuh pada tanggal 18 Desember. Seru kan, hari lahir bisa samaan dengan hari jadi sebuah kota dimana kita tinggal. Berasa dirayaian sepenjuru orang yang tinggal di daerah tersebut *GeEr akut*  dan optimis mendapatkan doa kebaikan juga dari orang sebanyak itu pula *Aamiin*. 

Dan kini Bismillahirrahmaanirrahiim saya tergoda untuk “mengabadikan” beberapa cerita dibalik perjalanan wira-wiri mudik tersebut karena beberapa waktu lalu di Grup WA lagi pada sharing cerita LDR yang ternyata di alami oleh banyak teman blogger yang tinggal di Yogya. Walaupun prosesi wira-wiri saya yang rata-rata dua minggu sekali (kadang sebulan bisa 3 kali), bukan dalam rangka menjalani Long Distance Relationship sih. Namanya mumpung ada ide, do write it saja deh. Menempuh perjalanan jarak jauh sendirian dengan ritme yang intens merupakan scene hidup tak pernah terbersit sebelumnya. Untuk sekali jalan mudik butuh waktu sekitar 12 jam lebih dengan transportasi umum. Lamanya perjalanan memang jauh lama dari hitungan di atas kertas yaitu + 9 jam bila menggunakan menggunakan kendaraan pribadi/moda angkutan agent travel dan kondisi lalu lintas lancar jaya.
traveling; keep move; safe; perjalanan aman dan nyaman

Mengingat lamanya waktu tempuh tersebut, saya ambil start perjalanan sore sepulang  kerja atau kadang kisaran jam 7 malam dengan harapan sepanjang jalan sudah tidak se crowded siang hari sehingga relatif lebih lancar deh.  Gak mungkin kan, tiap kali mudik saya mendahului pulang duluan? Sesekali sih masih di anggap wajar atau ada alasan khususan unuk mendahului pulang, tapi kalau sering-sering? Berasa jadi orang yang tidak punya komitmen terhadap pekerjaan. Memilih untuk menempuh perjalanan mudik Bayuwangi – Lamongan di sore hari atau malam hari juga demi alasan udara sudah tidak gerah (secara kala itu bis ber AC masih langka dan jadwalnya tidak sinkron dengan sikon saya.  

Saya yang sebelumnya berada di luar rumah paling malam jam 10 dan itu pun ada temannya (masih kuliah), kemudian harus bermetamorfosa dengan long trip and all by myself, maka kemudian banyak yang mempertanyakan keberanian saya seorang diri menempuh perjalanan malam hari yang jelas gak mungkin hanya dengan sekali naik Bis. Minimal Saya butuh 3 kali ganti bis plus sekali naik ojek untuk sampai di depan rumah Bapak dan Ibu Khayan. Ini sudah jauh lebih ringkas di banding awal-awal dulu karena masih belum pengalaman kala itu Saya bahkan menempuh rute Surabaya-Lamongan sampe 4 kali trip: Banyuwangi - Jember - Probolinggo - Surabaya - Lamongan (Babat) yang terdiri dari naik bis kota – angkot – bis antar kota – ojek dengan jarak tempuh + 10 KM dari Kota Babat sampai rumah yang melintasi bulak dan area persawahan dan semuanya at the middle of the night !

Kalau dirunut ritual mudik saya kala itu merupakan rangkaian perjalanan yang melintasi kabupaten: Banyuwangi - Jember - Lumajang - Probolinggi - Pasuruan - Sidoarjo - Suarabaya - Gresik - Lamongan ( Babat ).

Maka kemudian saya harus bisa terbiasa terbangun (dibangunin kondektur) tengah malam karena harus ganti bis/kendaraan atau tengah malam berdiri di tepi jalan untuk menunggu bis lagi. Kalau rute Banyuwangi – Lamongan, artinya tengah malam – dini hari saya harus serta merta cheers berada hiruk pikuk orang-orang di terminal bungurasih/purabaya. Dan di range yang sama saya akan berada di terminal Tawang Alun Jember untuk rute Lamongan - Banyuwangi.  Yang paling sering sekitaran jam 12 malam – 02 dini hari , tak jarang saya harus berada berjam-jam di pinggir jalan untuk menunggu bis lanjutan ke arah Banyuwangi.

Sebenarnya untuk ke Banyuwangi ada dua jalur: utara  (lewat Situbondo) dan Selatan (lewat Jember). Dan saya seringnya pilih jalur selatan karena ritme armada bisnya relatif lebih sering dan saya suka menikmati pemandangan di jalur KUMITIR atau Mrawan yang berkelok-kelok dengan jurang di satu sisi jalan dan pepohonan tinggi + hamparan menghijau di sisi lainnya. Ini merupakan sesi pemandangan yang sangat saya sukai tiap saya menempuh perjalanan mudik dari Banyuwangi - Lamongan.

Kenapa tidak menunggu di dalam terminal saja? Sepengalaman sebelumnya, banyak bis antar kota (dari arah Ponorogo, Yogyakarta) hanya menurunkan penumpang di depan terminal dan langsung cap cus ke Banyuwangi. Nah, biasanya pada scene ini---apalagi kalo turun hujan/gerimis, rasa nelangsa demikian kental menyelusup dalam labirin sanubari mirip lagu yang judulnya ratapan anak tiri itu lhoh? *lebay* Kalau long week end harus berdiri di bis untuk rute Babat – Surabaya, atau sebaliknya. 
LDR; Traveling: Kisah; Journey
Banyak orang (teman, tetangga, keluarga) yang keheranan “ngapain sih segitunya mempertaruhkan resiko dengan sering-sering mudik? “. Keheranan yang berdasar pada beberapa orang mereka kenal yang juga merantau dan paling banyak pulkam tiga dalam setahun, bahkan ada yang hanya setahun sekali, dengan sederet alasan kenapa mereka memilih jarang-jarang pulang. Kalau saya hanya punya satu alasan sederhana: selagi masih punya orang tua dan selagi saya belum berkeluarga sehingga masih lebih flexible untuk mensetting bisa sesering mungkin. Saya yakin, soal biaya untuk long trip sudah ada jatahnya sendiri kok. 

Kalau ada yang tanya “ kok berani jalan sendirian, malam-malam lagi? Apa tidak takut ini itu ba bi bu…..bla bla bla…?” Untuk menjawab dan menjelaskan pertanyaan ini, jujur saya speechless. Hanya saja, saya percaya bahwa semua orang pasti akan beradaptasi dengan kondisi yang ada agar bisa survive sebaik mungkin. Dan ketika sudah on the way, on the line of proccess....everything not so scare like the imagination. I’m not alone....so many people face the sama journey. Saat menjalani seseringan mudik, saat itulah saya mulai tahu bahwa ada sekian banyak pasangan suami istri menjalani pernikahan secara LDR, dengan berbagai alasannya masing-masing yang dianggap tepat untuk dipilih sesuai kondisi yang ada. Itu juga yang Saya yakinkan pada my beloved parents yang tiada henti mengkuatirkanku, juga semua saudara dan orang-orang yang perduli pada Saya.  

Apa tidak bahaya? Bicara bahaya, dimana-mana dan kapan pun ada peluang yang bisa muncul terjadinya bahaya. Take care so tighly, make best efforts...after all serahkan pada Sang Maha Kuasa. Saya pernah kehilangan HP dua kali dalam masa seseringan mudik tersebut, jaket ketinggalan di bis, juga kecopetan dompet. Kecopeta dompet adalah moment so Wouw. Meskipun bukan Dompet Kulit yang harganya selangit dan jumlah uangnya pun tak banyak, tapiiii KTP, STNK, SIM, ATM-ATM, inilah yang bikin arrrgggghhh. Pas kejadian tentu saja sedih dan geram.  Tapi beberapa saat kemudian Saya pun menata emosi dan persepsi: Sayalah yang salah masih teledor dan semoga barang yang hilang bermanfaat bagi pemilik barunya, karena kalau barang-barang yang hilang tersebut masih rejekiku tentu akan di kembali pada ku. Masih bersyukur diriku selamat / tidak cidera. Periode kehilangan barang saat di perjalanan ini di akhiri dengan kecopetan Notebook yang terjadi beberapa bulan sebelum saya pindah ke Yogyakarta.
Wajah kemanusiaan; Human Interest ;Natural; People; Old man
I see so many things, I get more lessons  since I take this long trip. Beragam orang dengan segala daya upayanya untuk survive dalam hidupnya, mulai dari pengemis, pengamen, pedagang asongan mulai yang usianya masih anak-anak, gak hanya laki-laki/perempuan tapi juga trans gender, juga mereka yang secara fisik tidak lengkap anggota badannya yang silih berganti masuk bis. Juga Melihat di sepanjang jalan ada orang-orang yang kurang sehat akalnya. 

Dan tak ketinggalan “panggung sandiwara“ penipuan. Kubilang sandiwara karena ada script ceritanya, di mainkan oleh beberapa orang dan (betapa tidak kreatifnya) selalu sama ceritanya. Bagi orang-orang yang biasa mobile di rute tersebut jadi hafal tapi konyolnya/menyedihkan tidak bisa kasih warning jika ada penumpang yang terungkit rasa empati (iba) setelah mendengar kisah iba yang di pentaskan dan dengan suka rela membeli barang yang dijual dengan harga berlipat-lipat dari harga sebenarnya yang tak seberapa!. Skenario yang dipentaskan adalah:
  • Ada seorang penumpang yang yang salah naik bis dan berakting linglung karena kehilangan tas. 
  • Ada kondektur palsu yang sok perduli memberikan arah-arahan apa yang sebaiknya dilakukan. Endingnya, si penumpang tersebut akan menjual sebuah arloji gold yang katanya satu-satunya barang berharga yang masih ada dan merupakan pemberian dari saudaranya yang di luar negeri. 
  • Kemudian akan "aktor" penumpang dari arah belakang ( satu atau dua orang) yang menawar arloji tersebut. Tawar-menawar pun diperluas ke penumpang lainnya hingga ada penumpang asli yang tertarik untuk membeli. Ini merupakan kejadian yang dulu ebberapa kali saya temu di Jember tapi dua tahun sebelum saya hijrah, sudah tidak lagi bertemu panggung sandiwara tersebut. Semoga sudah benar-benar usai panggung sandiwara tersebut. 
Saya juga pernah melihat langsung peristiwa seorang ibu yang tas di jarah habis di depan saya dan di waktu yang bersamaan ada penumpang yang di todong senjata tajam. Masih banyak cerita lainnya yang berbau “kriminal” diperjalanan yang pernah saya alami tersebut. Tapi juga ada banyak “adegan” lucu (tepatnya konyol) yang saya alami. 
  1. Lupa minta kembalian uang saat turun dari bis. Lha mendadak dibangunkan karena sudah sampai tujuan, saya pun ngloyor turun dan baru keingat beberapa jam kemudian setelah kembali beraktifitas. Rejekinya Pak Kondektur kan namanya?
  2. Kebablasan, karena pulasnya tidur dan tidak mendengar saat kenek/kondektur ngasih woro-woro. Saya yang harusnya turun di Srono, akhirnya turun di Rogojampi di jam 2 dini hari dan sambil menetralkan kantuk, saya pun menyeberang jalan untuk mencegat bis yang ke arah Jember lagi deh:(
  3. Salah naik bis saat di Gempol. Saat nebeng mobilnya Mister Boss bersama Istri plus Pak sopir tentunya yang mudik ke Solo. Sebenarnya bukan kali pertama, beliau memang sering riwa-riwi Solo – Banyuwangi karena anak-anaknya sekolah di Solo semua bersama simbahnya. Nah entah gimana, saya yang biasa memang turun di Gempol (jika mudiknya nebeng beliau) dan tenangnya naik bis arah ke Banyuwangi lagi, langsung ketiduran dan baru nyadar saat kondektur minta ongkos saya bilang turun Bungurasih. Pak KOndektur dengan ekspresi kasihan dan menggratiskan karcis saya pun berucap “ Walah Mbak, bis ini ke arah Banyuwangi. Piye arep mudhun Bungur ?” Olalalala…..akhirnya saya diturunkan di Probolinggo ketika arloji saya menunjukkan jam 12 malam. Duh Gusti, maksud hati nebeng si Bos agar sampai rumah lebih cepat, lah ini malah kayak sya’i balik lagi arah ke Banyuwangi? Untungnya baru sampai Probolinggo *biar gak nelangsa banget jadi mikir untung saja ah*
  4. Di tinggal tukang Ojek. Karena masih dini hari banget, saya pilih baik ojek lah dari Babat (Jembatan Baru yang ke arah Tuban itu). Pas itu pak tukang ojek yang sudah deal tarif, mempersilahkan naik. Eh, belum sempat saya naik…si bapak ojek main tancap gas saja. Sampai teman – teman seprofesinya di pangkalan ojek pada ketawa ngakak dan katanya itu bukan kejadian pertama kalinya lhoh?
  5. Masih banyak banget cerita lucu, konyol lainnya bertemu orang-orang seperjalanan yang selalu berbeda-beda orangnya yang tetap seru untuk saya nikmati kan? Lha bahkan ada kondektur yang hafal dengan wajah saya tuh. *berasa jadi public figure jadinya*
Banyak banget rona-rona yang mewarnai rutinitas long trip saya dan membawa Saya pada perenungan dan spirit untuk bisa lebih bersyukur dengan apa yang Saya miliki, motivasi untuk lebih explore ( ngurangi rasa males-malesan), mengasah empati (karena seringkali kita lupa untuk "mengandaikan" berada di posisi seseorang sebelum memberi komentar atau menilai) serta belajar ramah pada orang yang tidak ku kenal sama sekali. Bagaimana peredaran manusia di terminal yang tidak kenal jam tidur malam demi mencari nafkah untuk keluarganya. 
traveling; keep move; safe; perjalanan aman dan nyaman
Sabar menanti bis yang akan berangkat
Ketika saya pernah  “nginep” di terminal Bungurasih juga Osowilangun. Part of this long trip yang tak kalah meng’enrichment’ spiritual. Dini hari sampai Bungurasih sekitar jam 03.00, biasanya Saya nunggu sampai shubuh di musholla terminal, (waktu dini hari yang seringnya sangat berat untuk melipat selimut serta mengangkat badan dari pembaringan). Sholat bersama orang-orang yang tidak saling kenal, ada beragam orang mulai petugas kebersihan, kru bis, penumpang antar kota sepertiku, juga ada anak kecil bersama ibu/ayahnya.....kemudian saling berjabat tangan dengan senyum ramah antar jamaah, kadang-kadang sempat ngobrol sebentar.....benar-benar moment yang luar biasa. 
LDR; Kota Pelajar: Kota Istimewa; Kota Gunung Berapi
Here I am, 
Alhamdulillah masih sesekali menikmati seseruan mudik-mudik Yogyakarta – Lamongan sendirian dengan rute: Yogyakarta-Ngawi-Bojonegoro-Babat-Rumah. Berangkat sekira jam 22.00 WIB tiba di rumah sekitar jam 5 pagi, dengan 3 kali naik bis dan sekali ojek.
Yaaa...., semua hal memang ada hikmahnya....hanya saja kadang (bahkan seringkali) emosional lebih dominan untuk men’judge unfortunately moment, sadness things, misery story....For while, it’s nature if we have reaction like that ( dissapoint, sad, crying...). For all the things that we didn’t expect it But completely unwise decision when we’re going flow on it all the time . Some time when we go down, we'll find new spirit and inspiration to face the reality. *Sok PeDe nulis Inggris*
Epilognya adalah:
Tulisan ini saya maksudkan sebagai penanda:
Ketika satu rentang usia beringsut perlahan dan Satu Mukadimah baru membentangkan pelajaran yang baru pula. Dengan kaca mata penglihatan masa kini, dapat saya lihat secara jujur sederet kekurangan, kekeliruan dan ketidak-konsistenan dalam bersikap, khususnya saat berada dalam kondisi under pressure atau hardly judgment dari society yang memojokkan. 
Momentum keberulangan hari kelahiran ini kembali mengingatkan saya bahwa sukses merupakan rangkaian proses BUKAN hasil akhir, proses bagaimana saya bisa menjalani dan memaknai setiap hal, baik kesulitan maupun complicated problem yang tak terduga menjelma nyata dalam alur sejarah hidup yang harus saya tuliskan merupakan mata rantai kehidupan yang mengalir pada titik kembali diri pada sang Pemilik Hidup. 

Untuk Chapter usia yang baru, semoga maghfirah, hidayah, berkah kebaikan dan keselamatan untuk kehidupan dunia dan akherat juga terlimpahkan selalu buat keluarga, teman dan sahabat yang ber MILAD di tanggal 18 Desember dan tanggal-tanggal lahir lainnya. Every day is new day!


Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

18 comments:

  1. Aku gak bakal berani klo kyk gitu sering2 :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. PAda awalnya, saya juga gak kepikiran bakal seberani itu mbak. Tp saat kenyataan menghadapkan saya pd situasi spt itu, so fal saya harus berani dan berhati-hati extra pokoknya

      Delete
  2. Replies
    1. Pertama aksli saya lihat sandiwara tsb, sempat tergida iba dan kebetulan hanya bawa uang cash pas-pasan, Alhamdulillah jadi selamat by limit cash money.

      Periode selanjutnya, saya berusaha ngasih tahu penumpang yg di dekat-dekats aya secara diam-diam krn 'tim sandiwara' biasanya banyak dan mnyebar di dalam bis

      Delete
  3. Mak, aku kok kena redirect terus ya tiap scroll di blog ini. Dulu aku LDR 7th, skrg udah ngejalanin 1,5th. Semoga istri2 lain nggak perlu spt itu. Nggak enak blas :((

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena beberapa alasan LDR menjadi pilihan ya Mbak. Teman kerjaku di Banyuwangi, mulai awal menikah hingga skrg LDR terus. Kira-kira wes 12 tahun kayaknya

      Delete
  4. Aku sudah lama nggak naik bis lagi, terakhir waktu kuliah.
    Memang harus hati2 dan tetap waspada mudik naik kendaraan umum ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bahkan sampai sekarng saya masih berpetualang naik bis umum antar kota loh mbak *gaya*

      Delete
  5. walaahh Mbak, berani bener itu berangkat malam keseringan gitu.. sampe dapat tragedi2 gitu pula, hiiiyy proud of you lah Mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, saya termasuk yg megang rekor lama di kantor (utk org luar Banyuwangi) yang riwa-riwi mudik secara estafet, naik bis pindah bis sampai beberapa kali dan seringnya sendirian. DUlu sih ada teman yg dari Malang tapi gak sampai 3 tahun sdh pindah ke Malang karena nigkuti suami

      Delete
  6. Lah kak Khayan. Ceritanya memilukan. Situ mudik ke Banyuwangi berganti - ganti kendaraan. saya dari Jogja Ke Sumatera cuman satu kali kak. Cuman kalau penyeberangan Merak - Bakuheni harus ikut kapal, kalau nggak naik kapal yaw bus nya njebur. Sipdah pokoknya. Bersyukur loh mbak jadi orang Banyuwangi, dekat dengan Bali, hehehe. Dah tahu kan maksudnya :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itulah Mbak, saya pernah bercanda sama teman bahwa utk mudik yg sama-sama di wilayah Jawa Timur saja membutuhan waktu lebih lama daripada ke Amerika. Hehehee

      Delete
  7. Wah, jauh juga jaraknya. Tapi kalo udah komitmen dengan pekerjaan, yah itu pilihan ya. Moga berkah usianya, sehat-sehat terus ya mbak, dan makin produktif :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin, semoga kebahagiaan dna kebaikan dunia akherat senantiasa dilimpahkan bagi Mbak Hidayah juga

      Delete
  8. Luar biasa perjalanannya mba, tapi hal seperti inilah yang memiliki kesan tersendiri dalam hidup kita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya banget, setiap perjalanan memiliki kisahnya yg unik dan berkesan

      Delete
  9. Perjalanan yang menyenangkan dan tentu saja memiliki kesan tersendiri, masih berani mengulanginya lagi?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, sampai sekarang saya masih menjalani ritme mudik spt saat di banyuwangi, hanya beda rute saja

      Delete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.