Sistem Keuangan Stabil Berawal Dari Rumah

Sistem Keuangan Stabil Berawal Dari Rumah. Banyak peristiwa yang berpotensi menyebabkan labilnya sistem keuangan, antara lain: laju inflasi dari waktu ke waktu, peristiwa-peristiwa yang terkait dunia politik, isu-isu global ( misalnya nilai mata uang asing terhadap rupiah, pasar bebas ASEAN/Asia-pasifik, dll), kebijakan pemerintah seperti kenaikan Pajak, TDL, dan kenaikan harga BBM yang membuat melambungnya harga barang-barang ekonomis. 

Bismillahirrahmaanirrahiim,
Bahkan pun ketika harga BBM “diturunkan”, harga barang kebutuhan pokok jelas-jelas sangat sulit untuk HLBK = HARGA LAMA BERLAKU KEMBALI. Isu kenaikan BBM memang sudah berlalu, segenap masyarakat dengan segala daya upaya dan kreatifitas juga (sepertinya) berusaha nrimo untuk beradaptasi terhadap dampak yang terjadi akibat naiknya harga BBM yang sudah 3 kali kenaikan BBM di tahun 2015 ini. 

Sepertinya, hampir setiap tahun ada saja hal yang memicu kelabilan ekonomi kan?. Yang namanya BERUSAHA BERADAPTASI tentunya pencapaian hasil tidak bisa sama, tidak semuanya sukses dalam usaha penyesuaian tersebut.  Yang jelas, selama kehidupan di dunia ini masih berlangsung maka kondisi LABIL EKONOMI tidak mungkin akan berada pada level ZERO.

Dan menemukan draft tulisan ini di dalam lapi, mengingatkan saya pada kondisi Labil Ekonomi ketika Peristiwa yang berlatar belakang gejolak politik di era 97/98. Ah, jadi ketahuan betapa ternyata saya termasuk generasi yang sudah lama meninggalkan masa puber deh.  Kondisi labilnya sistem ekonomi yang mengiringi lahirnya era reformasi di tahun 1998, tentu bukan peristiwa krismon pertama yang terjadi sejak saat saya dilahirkan. 

Tapi, situasi krismon saat penutupan era Orde Baru merupakan pertama yang saya rasakan dampaknya secara langsung. Tak hanya membaca berita atau sekedar mendengar cerita, karena saat itu saya adalah salah satu anak kost yang ikut galau dalam beradaptasi menghadapi krismon. Kalau toh kebetulan bisa beli makan di warung ya yang tipe SETEREO = sego tempe separoh,  selebihnya masak ala-ala bisa dimakan secara rame-rame dengan teman kost yang sederajat kegalauannya.

Masih sangat jelas terpeta dalam ingatan saya, kondisi politik yang membuat ‘pudarnya’ KEPERCAYAAN rakyat pada pemerintahan telah memporakporandakan sistem stabilitas keuangan. Semua harga barang berganti harga dengan dramatis, selain harganya menjadi sangat mahal, ketersediaan barang kebutuhan pokok: beras, gula, minyak, telur, terigu CS juga menjadi menjadi langka. Rentetan ledakan lainnya, aksi penjarahan massal, mogok kerja dan demonstrasi besar-besaran secara nasional.

Menghadapi Labil Ekonomi Tanpa Galau? Gak mungkin dong jika situasi ekonomi lagi pailit bin sulit tapi kita tidak baper dan gak galau. Maksudnya, galau sih galau tapi jangan sampai akut, apalagi sampai berjilid-jilid. Cukupkanlah seperti flash fiction kali ya?

Stabilitas Sistem Keuangan adalah Isu sepanjang masa #menurutsaya

Setiap peristiwa mengandung nilai pembelajaran, demikian pula dengan masa-masa labil ekonomi yang cukup pelik yang pernah dilalui oleh keluarga saya. Bagi saya pribadi, point penting yang kemudian saya imani untuk menjaga Kestabilan Keuangan adalah setting pada mind set dan sikap/tindakan preventif bilamana sewaktu-waktu terjadi (lagi) gelombang krisis moneter, antara lain: 
  • Hukum Konsumsi terhadap barang/jasa berdasarkan dalil : Kebutuhan dan kemampuan. Jadi, jika memang membutuhkan sesuatu dan mampu beli ya dibeli. Tapi meskipun membutuhkan tapi daya beli belum mendukung, artinya untuk sementara waktu kebutuhan tersebut dicarikan solusi alternatif. Kecuali jika kebutuhan tersebut sifatnya kritis dan significant.
  • HARUS lebih kecil pasak daripada tiang. Dogma yang ditanamkan ibu saya agar anak-anaknya pandai mengatur keuangan sehingga tidak besar pasak dari pada tiang [ pengeluaran TIDAK LEBIH besar dari pemasukan], saya terjemahkan sebisa mungkin agar tidak menyentuh level Income = Output. 
  • Anti Main stream, keluar dari pola dan kebiasaan [pada umumnya] masyarakat yaitu menmasukkan opsi saving secara rutin sebagai kebutuhan primer yang harus mendapatkan skala prioritas, karena saya tidak ingin terjebak dalam kisah klasik “ Maklum, tanggal tua kudu hemat ini, irit itu....bla..bla...”. Lha masak kalau tanggal muda boleh dan sah-sah saja untuk tidak irit/hemat?
Sekilas memang terlihat mudah untuk dilaksanakan, so far…it seem just fine to go through. Tapi perkembangan kebutuhan dan fakta hidup berkeluarga tidaklah sesederhana saat saya masih hidup melajang, tentu ketiga mind stream di atas perlu komitmen ekstra untuk mengaplikasikannya secara berkelanjutan. Situasi tersebut masih pula dilengkapi dengan status laju inflasi dari waktu ke waktu. 

Menstabilkan ekonomi (berawal) dari Rumah mengingat  keluarga sebagai bentukan masyarakat dalam skala terkecil  memiliki kontribusi besar dalam pembentukan ssitem perekonomian yang stabil. Unit terkecil masyarakat ini merupakan power people yang  utama untuk memulai, membiasakan, dan mewujudkan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung ke arah stabilitas sistem keuangan.  Dan kebiasaan ini perlu ditanamkan pada anak-anak yang kelak akan menjadi pelaku aktif dalam dinamika sistem keuangan. 
Sudah saatnya, memberikan wacana pada semua anggota keluarga, anak-anak khususnya [mengingat tantangan life style yang cenderung menuju pada konsep fashionable dan hedonis] bahwa HIDUP HEMAT saja tidak cukup. Tapi juga tentang sehat daya pikir dan kreatifitas dalam mengelola keuangan. 
Tantangan di masa mendatang  dengan era perekonomian global, Saya yakin akan sangat dibutuhkan generasi dan SDM yang juga punya critical thoughts dalam segala aspek kehidupan, tak terkecuali juga dalam membangun financial freedom. Bukankah bangunan sistem keuangan yang stabil akan bisa terwujud manakala setiap personal bisa memposisikan status ekonominya pada motto FINANCIAL FREEDOM

Untuk itu pola pikir kreatif dalam mengelola keuangan wajib ditunjukkan pada anak sejak dini. Berikut ini aplikasi yang bisa diterapkan dalam rangka membangun Sistem Keuangan yang [menuju] Stabil dari Rumah: 
  1. Mencari sumber income alternative untuk meingkatkan penghasilan. Terlebih jika profesi kita [seperti saya contohnya] sebagai karyawan/pegawai dengan gaji bulanan tetap.  Padahal tingkat kebutuhan terus melaju seiring derap inflasi, tentunya hal ini akan berdampak krisis akut bilamana penghasilan yang menopang perekonomian keluarga hanya berasal dari gaji rutin semata. Hobi pun bisa jadi sumber penghasilan tambahan yang tidak bisa disepelekan lho potensinya? PEKERJAAN TERINDAH ADALAH HOBI YANG DIBAYAR !
  2. Manage pengeluaran berdasarkan skala prioritas dan mengacu pada main rule: belanja berdasarkan kebutuhan [ urgent] dan sesuai dengan kemampaun finansial [tidak sampai ngoyo kredit untuk membeli suatu jenis barang/benda yang sedang dibutuhkan ]. Salah satunya bisa dilakukan dengan cara menyimpan uang “cair” kita sebatas untuk pemenuhan kebutuhan primer-primer saja. 
  3. Berinvenstasi adalah kebutuhan primer. Dengan alokasi saving pada beragam instrumen investasi untuk menghindari resiko rugi yang mungkin terjadi. Don’t put your egss at the one basket. Maka silahkan buat diversifikasi terhadap bentuk investasi anda.
  4. Mengendalikan nafsu ‘lapar mata’ dengan cara “tutup mata dan telinga” terhadap trend fashion. Di sadari atau tidak, semakin sering kita meng-up to date perkembangan dunia fashion dan gadget, perlahan dan pasti akan terbersit keinginna untuk membeli/mengganti properti fashion dan atau gadget dan dengan sendirinya kita akan mulai mencari excusing untuk “mengadakan” barang-barang yang kita inginkan tersebut [yang belum tentu manfaatnya maksimal bagi kita]. Salah satu contohnya, saya akan ganti GADGET ketika gadget lama sudah tidak berfungsi lagi.
  5. Mengembangkan rencana jangka panjang. Sangat perlu disadari bahwa perjalanan hidup kita memerlukan pemenuhan beragam kebutuhan dan keinginan. Oleh karena itu, sejak dini kita perlu menetapkan grand design of our goals yang hendak kita wujudkan di sekian masa yang akan datang. Misalnya:  membeli rumah, biaya kuliah untuk anak-anak, back up keuangan untuk case force majeur [sakit, kecelakaan, bencana], persiapan jika memasuki masa pensiun [usia tidak produktif].
  6. Berkomitment TIDAK mengambil pinjaman [hutang] atau tidak menambah kuota pinjaman. Kalau memungkinkan, tetapkan target untuk hidup bebas hutang. 
  7. Selective menggunakan credit card dan tidak tergiur untuk melakukan apply multi credit card. Atau bisa juga ditanamkan, menggunakan credit card itu TIDAK KEREN. Karena banyak kasus pengeluaran yang membengkak terjadi akibat “khilaf” dalam menggunakan credit card. 
  8. Jadi konsumen institusi keuangan yang cerdas karena banyaknya telemarketing yang menawarkan produk-produk serupa investasi plus asuransi. Karena pemasaran tipe telemarketing tak jarang yang menggunakan jaring-jaring bahasa diplomatis. Misalnya, saat kita menerima telepon yang menawarkan suatu produk asuransi, karena kurang fokus dalam menyimak isi percakapan dan kemudian menjawa IYA, hal itu sudah direcord sebagai pernyataan kesediaan yang mengikat.   
IKRAR di atas hanyalah SEBAGIAN upaya-upaya yang bisa dilakukan dalam rangka memberikan edukasi dini sekaligus praktek nyata untuk menuju sistem keuangan yang stabil. Saya yakin masih banyak langkah-langkah cerdas lainnya  yang bisa kita lakukan, Jangan tunggu besok, jangan tunggu lusa. Ingatlah Sistem perekonomian yang stabil di  negara kita juga sangat tergantung dari sikap wise dari setiap unit keluarga . 

Jangan tunggu besok, jangan tunggu lusa, jangan tunggu gaji naik, jangan tunggu BBM naik lagi pula. Bersegeralah memacu diri menjadi orang-orang yang aware dan awake dalam membangun Sistem keuangan yang stabil yang di mulai dari rumah. Saya mulai bersama keluarga saya. Saya percaya anda juga bisa melakukan aksi-aksi sederhana bersama keluarga anda untuk sistem keuangan Indonesia yang lebih stabil, SEKARANG.

Sesi Narsis Teuteup gak boleh terlewatkan dong

#Noted: Aslinya tulisan ini oleh-oleh dari acara Sistem Stabilitas Keuangan (Kompasiana dan BI) tahun 2014. Sebagai orang yang tumpul dengan istilah-istilah dan ilmu ilmiah ekonomi, yang saya pahami hanya  fenomena ekonomi tetap memliki dinamika yang dinamis selalu kan? 

Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

12 comments:

  1. tapi kadang sering ada pengeluaran yang gak terduga. Meski udah berusaha ngirit. Tahu2 harus ngeluarin duit buat kebutuhan mendadak. Itu yg kadang gak bisa direm. tapi di syukuri aja rejeki udah ada tempatnya masing2 :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya Mbak, pengeluaran tak terduga seringkali susah utk di kompromikan.

      Tapi jika sifatnya gak urgent, mgk masih bisa nahan diri utk tdk mencairkan produk investasi kita.

      Delete
  2. Kalo labil ekonomi mah vicky prasetyo yaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha...jangan2 ngefans sama Om vicky neh dirimu ya mas

      Delete
  3. Bismillah bebas hutang harus itu !

    Dan tentu saja emak adalah menteri keuangan yang baik :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, semoga bisa menuju financial freedom

      Delete
  4. fyuuhh... menuju financial freedom ini sungguh berliku jalannya mba

    ReplyDelete
  5. peristiwa 97/98 itu mengerikan banget ya, dampaknya kemana2. Semoga tak ada lagi kejadian tsb

    ReplyDelete
  6. Pas tgl 11.11, tadinyavaku mau tutup mata. Tapi, gagal! :(

    ReplyDelete
  7. Biasa hidup hemat
    Tapi tidak pelit untuk sehat
    Keuangan bertambah cepat
    Matapun tak gampang terpikat

    ReplyDelete
  8. Wah isiya ibuk ibuk semua

    ReplyDelete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.