Keputusan
menikah tak hanya mengubah status saya menjadi istri tapi Bismillahirrahmaanirrahiim merupakan
keputusan #BeraniLebih memilih BERMETAMORFOSA jadi Ibu. Begitu akad
dinyatakan sah, detik itu saya menjadi seorang ibu karena lelaki yang menikahi
saya adalah seorang duda dengan 3 anak: Ifa (1 SMP), Aida (5 SD), Azka (3 SD).
Menerima pinangan
suami adalah keputusan kontroversionalisme yang menimbulkan beragam opini
dan friksi emosi, dari tetangga, lingkungan sekitar, juga keluarga sendiri yang
memercik dari paradigma saya yang single, perawan, berpendidikan cukup, pekerjaan
stabil, kok menikahi duda beranak tiga?! So far, saya bisa berTAMENG: yang
penting orang tua merestui, anjing menggonggon kafilah berlalu. Toh ortu memang
menyerahkan keputusan pada saya, yang penting seiman dan bisa bertanggung jawab
sebagai imam. TAPI dilema complicated justru berasal dari diri sendiri:
- Jika menolak karena
duda dengan 3 anak, betapa heartless-nya? Menjadi duda,
apalagi karena istrinya meninggal adalah takdir yang tak bisa dihindari. Padahal
secara agama, kualifikasinya excellent ?
- Kalau menerimanya, apa
saya sanggup serta merta menjalankan peran sebagai ibu? Selaras dengan
pernyataan teman-teman dekat saya, “kamu over dosis PeDe atau nekad?
style-mu sablenk, sehari-hari seperti koboi, tak ada style
keibuan....seyakin itukah bisa langsung berperan menjadi ibu?”
- Jika menikah dengannya
pasti harus pindah kerja, meninggalkan zona nyaman, memulai ritme kerja
dari NOL, beradaptasi dengan lingkungan baru, dst.
- Tak hanya kedua
keluarga kami yang terhubung, tapi ada keluarga besar almarhumah yang
membutuhkan harmonisasi.
- Sanggupkah hati
berdamai dengan segala kenangannya yang hidup selamanya? Dan
1001 pertanyaan lainnya.
Hampir 3 bulan
sejak ta’aruf diajukan, saya tidak tahu harus memberikan jawaban apa, walaupun
doa demi doa telah saya panjatkan. Hingga suatu hari saya berbincang dengan
seorang bapak.
“Ketika kita membuat pilihan, kenapa tidak mengambil pilihan yang membuat nilai diri kita bermanfaat lebih”.
Perbincangan singkat tersebut
menggelitik sanubari: Menikah sekarang atau nanti, kenapa tidak BeraniLebih
memilih bermetamorfosa jadi Ibu? Bukankah
VALUE diri lebih PLUS, menjadi istri sekaligus berkesempatan melanjutkan peran
seorang ibu yang terhenti karena takdir?
#BeraniLebih Bermetamorfosa |
Kini, pernikahan kami dua tahun berjalan dan saya menyadari
tidak ada standar baku (minimal) tentang kesiapan menjadi ibu yang bisa diteorikan seperti kesiapan emosi,
intelektual, wawasan dan sebagainya. Berani Lebih Memilih Bermetamorfosa jadi
ibu membawa saya pada achievement diri sebagai diri sendiri, istri, ibu dan anggota
masyarakat dengan lingkungan sosial yang lebih heterogen, tanpa kehilangan jati diri dan eksistensi diri saya
sendiri.
Saya berpedoman: melanjutkan Peran seorang Ibu bagi
mereka dan BUKAN menggantikan posisinya. Dengan mind set ini, saya bersikap be myself dan mulai belajar berkomunikasi yang melting dengan anak-anak.
Bukan hal
mudah, tapi saya belajar bahwa menjadi ibu adalah bermetamorfosa setiap hari
karena setiap hari pula menjalani peran baru. Menjadi Ibu sebulan lalu, tidak
lagi sama dengan sebulan berikutnya. Usia anak yang bertambah diperlukan derajat
pemahaman dan penyikapan yang meningkat.
Juga
bagaimana menguatkan fisik dan mengasah ketrampilan psikologis dengan status
baru menjadi istri dengan variable multikompleks: menantu, ipar, berharmoni
dengan keluarga besar almarhumah beserta kenangannya, bersosialisasi dengan
lingkungan kerja & tempat tinggal yang komponennya serba “baru” kenal.
Serta memantaskan sikap untuk menghadapi “surprise-surprise” berikutnya
karena sudah #BeraniLebih Memilih bermetamorfosa jadi Ibu agar bisa
mendampingi suami ke tempat terbaiknya, bisa membawa anak-anak meraih prestasi
terbaik yang bisa diraih dan bisa terus mengayomi keluarga di posisi terbaik
dalam kondisi yang ada.
ini kayak metamorfosa kupu kupu ya mbaa...menuju peranan yang lebih mulia setahap demi setahap
ReplyDeletebagai kepompong, berubah ulat menjadi kupu-kupu . seperti itu ya mbak, hhehe..!!
DeleteDan bahkan, tanpa kita sadari sebenarnya setiap hari kita melakukan proses metamorfosa ya kan?
Deletekeikhlasan dan kesabaran di atas kebenaran, selalu membuahkan kebahagiaan
ReplyDeletesalut dengan mbak
Aamiin,
Deleteyg jelas ikhlas itu kata kerja. Spt halnya cinta, perasaannya juga merupakan kata kerja
sy suka bgt dengan gaya bahasanya... :)
ReplyDeletesama.!!
Deleteasyiikkk, Alhamdulillah
Deleteya namanya tetangga pasti banyak ngomongin tapi ga usah terlalu didengarkan sih.menikah adalah jalan mulia,saya juga kalo sudah ada rizki pengen banget nikah..
ReplyDeleteMelanjutkan peran bukan menggantikan.... Aku suka ini mbak...
ReplyDeleteAnak2 mbak cakep gitu
pastinya sudah dipikirkan dan melalui istikharah ya mbak,makanya berani maju. Aku salut banget deh.
ReplyDeleteAlhamdulillah moga langgeng ya mbaa
ReplyDeleteYesss aku juga suka kalimat 'melanjutkan peran bukan menggantikan... ' ^^ d Semoga sakinah dan bahagia terus hingga masa ke depan ya mbak Rie.
ReplyDeleteDirimu Vicky banget sumpaaah. Mana ada kontroversional hahaha.
ReplyDeleteMoga menang jeung.
kelihatan semuanya sudah nyaman satu sama lain
ReplyDeletegood luck GAnya ya
Niat yang mulia ya Rie.. semoga Allah memberkahi selalu :)
ReplyDeletesetelah para saksi berucap sah, sudah ada dech yang panggil "MAMA" hehe..!!
ReplyDeletetetapi itulah kuasa sang kholig, yang mempersatukan hambanya tanpa membedakan status apapun, karena mereka yang sudah dipersatukan adalah pasangan yang terlah dijodohkan olah Allah..
wadduh malah ceramah kayak ustadjah dech,,hehe..!!
semoga anak-anaknya bisa anggap mbaknya seperti ibu kandung buat mereka, dan selalu bahagia. amin..!!
Waktu saya menikah juga gak terlalu yakin bisa menjadi dalam arti benar-benar tipikal ibu ideal. Saya masak aja gak bisa. Tapi, memang butuh keyakinan dari diri sendiri, ya. Insya Allah kalau dijalanin, pasti bisa :)
ReplyDeletenice post
ReplyDeleteKeren mbak, seribu satu lo yang kayak mbak.
ReplyDeleteSubanallah Mbak Ririe....semoga makin samara yaaa...
ReplyDeleteGaya bahasamu ki lho Mbak...eksak campur nyastra...keren !
Gutlak Mbak...