Bismillahirrahmaanirrahiim,
Kuraih handphone
yang tergeletak di meja kerja. Sebuah panggilan masuk yang mengalihkan perhatianku dari monitor, sebuah private
number yang muncul di layar membuatku malas untuk menjawabnya. Kalau niat telpon kenapa mesti menyembunyikan nomer? Batinku dan segera kutekan reject dan melanjutkan membuat report yang harus segera kuselesaikan karena besok dipresentasikan. Tapi kembali dering handphone memecah konsentrasiku. Sebuah nama di screen HP cukup membuatku tertegun sejenak, sebelum mengangkatnya.
“
Assalamu’alaikum…”Suara khas Mbak Karin menyapa dengan sumringahnya.
“
Wa’alaikumsalam Mbak, apa…..”
“ Sombong nian telponku gak diangkat sih?” serbu Mbak Karin memotong kalimatku.
“ Telpon?
Kapan?....”
“ Yang barusan kamu reject itu, Ra…”
“ No
number? Sapa suruh menyembunyikan ID segala hayoo….”Dalihku sekenanya
“ Sejak kapan seorang Fira alergi menerima dering telpon meski private number?”
“ Belum tahu ya....sejak 2 menit yang lalu tuh.
Hehehe…”
Kami pun
terlibat ngobrol yang lumayan lama karena sudah lama aku sengaja hiatus berkomunikasi dengan Mbak Karin.
“ Ada kabar apa neh silent hamper sebulan Ra?”
Sebersit gundah langsung menjamah perasaanku. Aku sangat mengerti sepupuku itu tidak bermaksud intervensi kehidupan pribadiku.Tapi pertanyaannya yang sederhana sebagai ungkapan betapa Mbak Karin selalu perduli padaku, justru terasa mengaduk-aduk hatiku.
“ Maaf Mbak, ada kerjaan yang harus kuselesaikan neh..” alibi cerdasku memintas lancar.
“ Ya sudah kalau kamu masih ingin merenungkannya Ra..” Mbak Karin sungguh pengertian rupanya. "Tapi jangan lupa, bertanyalah pada Allah dan dengarkan apa jawabaNYA ya? Semoga semua masalahmu bias menemukan pencerahan.”
*****
Apa
iya masalahku sepelik yang
diasumsikan Mbak Karin? Masalah
yang mungkin juga dialami
orang-orang di luar sana dan kupikir
kisah romantisme ala benang kusut itu tak akan
kualami. Aku juga
demikian yakinnya pernah bilang sama temanku bahwa cinta yang sudah berlalu
biarlah berlalu. Tapi kini?Aku
justru terlilit di dalam kekusutannya
yang berawal beberapa bulan lalu saat aku terhubung lagi dengan Mas Teddy.
“Assalamu’alaikum…Sepertinya lama tidak Online FB ya?”, sebuah sms masuk ke ponselku. Tak ada nama pengirimnya.
“Wa’alaikum
salam, maaf ini dengan siapa ya” balasku secukupnya dan berusaha
ramah.
“Ini aku, Cay..”
Deg. Bumi seakan berhenti berputar dan waktu
juga berhenti menggerakkan
detik untuk berdetak demi kubaca
satu kata ‘cay’. Hanya satu orang yang biasa memangilku dengan kata itu. Tidak
penting dari mana dia tahu
nomer Hpku karena sebagian orang yang kukenal juga dikenalnya. Yang menggelisahkanku adalah
sapaannya tiba-tiba muncul setelah dua tahun berlalu selepas hubungan kandas.
“ Kalau ada waktu, tolong dibaca tulisanku di inbox ya?” nada sms yang masuk menyentakkan lamunanku.
Di dorong oleh rasa penasaran, aku pun segera menyalakan laptop
dan login ke FB yang sudah seminggu
lebih tidak kubuka. Kulihat cukup banyak notifikasi dan beberapa
pesan di inbox. Tanpa
pikir panjang, aku pun membuka
pesan yang masuk dan yang pertama kubuka adalah tulisan dari Mas Teddy.
Aku terpaku cukup lama begitu membaca apa
yang dituangkan Mas Teddy. Jantungku berdegup kencang tapi
sungguh ini diluar dugaanku.
Aku mencintainya, sudah terjadi begitu saja
sejak pertama kali aku melihatnya. Mungkin
itulah yang disebut love at the first sight, yang terjadi saat aku menghadiri acara wisuda adikku dan demikian juga Mas Teddy. Dia begitu tampak karismatik diantara orang-orang yang ada di sekitarnya.
Bukan karena yang lainnya sudah
berumur karena banyak yang hadir
seumuranku tapi entah kenapa Mas Teddy yang paling menarik perhatianku. Bahkan meski ada yang lebih tampan, tapi tetap Mas
Teddy yang membuat jantungku
berdebar tak karuan.
Dan masih kusimpan rapi detail pertemuan pertama
kala itu. Dengan sepatu sport
warna hitam, jeans biru, jam
tangan silver, kemeja lengan
panjang kotak-kotak warna biru yang dilipat sampai siku dengan senyuman yang manis semakin membuatnya tampak berkharisma di mataku. Dan entah keberanian itu dating darimana, sebelumnya aku tidak
pernah berani menyapa lebih dulu cowok yang tak kukenal. Ketika itu aku nekad
untuk menyapanya, tentu saja
dengan mencari kesempatan yang
kuciptakan dengan kesengajaan: Aku bertanya tentang toilet!
Padahal aku pernah kuliah di kampus yang sama dengan
adikku jadi tak perlu bertanya pun aku bias
menemukan lokasi toilet di Graha tempat
wisuda ini. Dan itu pertama
dan terakhir kalinya aku berani
mengajak berkenalan seorangcowok.Teman-temanku
sampai bilang kalau aku sudah
memecahkan rekor.
Dan semua mengalir begitu saja, intensitas
saling menyapa via sms, ngobrol berlama-lama
ditelpon, chatting, ketemuan secara
teratur seminggu sekali dan tak
lebih dari tiga bulan kemudian jadian.
“ Kau mengenangnya kembali, Ra?” Mbak Karin melambaikan
tangannya di depan wajahku.“ Kamu
masih mencintainya…”
Aku tersenyum patah“ Aku sudah berusaha melepaskannya ..”
“ Dan sekarang dia dating kembali dengan lamaran yang
harusnya dilakukan dua tahun
lalu? ”
“
Mas Teddy hany aberusaha jadi anak yang berbakti jika
akhirnya dia lebih memilih Sarah “ belaku untuk mencari dukungan Mbak Karin. “ Toh bukan salah Mas Teddy jika mereka
sekarang akan bercerai”
“
Sepertinya apapun yang aku katakan tak akan ada selesainya
untuk kamu perdebatkan. Saranku
sekali lagi,bertanyalah pada Allah
dan dengarkan apajawabaNYA. Kali ini sempatkan untuk mengandaikan dirimu yang berada di posisi Sarah..”pesan
Mbak Karin sebelum
pamit pulang.
*****
Aku mengandaikan diriku di posisi Sarah? Bukankah
dia yang menginginkan untuk berpisah dari Mas Teddy?
Bukankah dia yang memintaku kembali
pada Mas Teddy demi menyadari bahwa dirinya tak akan bias memberikan keturunan? Apalagi setelah tahu kami pernah menjalin hubungan yang serius? Beruntun
pertanyaan silih berganti menyergap pikiranku.
Dalam rangkaian doa-doa panjangku,
sekelebat bayangan Sarah melintas
di pelupuk mataku berselingan dengan keinginanku untuk menerima Mas Teddy kembali yang sedemikian kuat. Sosokwanita yang anggun dan
sangat baik sebagai seorang istri, meski aku tak mengenalnya
langsung. Aku yakin dia juga
sangat mencintai Mas Teddy sehingga bis
berbesar hati untuk melepaskan suaminya kembali padaku. Sebagai perempuan,
kekurangannya hanyalah tidak bias hamil dan itu
bukan kesalahannya? Dan aku
harus bias mengambil keputusan, memberikan jawaban yang paling baik untuk kebahagiaan semua orang
tanpa mengabaikan kebahagiaanku sendiri. Hidup memang penuh kejutan, setidaknya
bagiku. Maka dengan segenap rasa yang teraduk di relung hati, aku pun menuliskan jawabanku
melalui email. Aku tak
akan bias menyampaikan dengan bibir berhias senyum dan wajah tenang jika mengatakan langsung.
Bismillah… Sejenak kutenangkan diri karena aku tahu, ini berat. Bukan hanya untukku, tapi juga
untuknya.
Pada saat Mas Teddy membaca ini, aku harap rasa sakit yang kedua ini sudah memudar dan semoga aku tak perlu lagi merasakan sakit yang sama ini lagi dengan alasan yang sama seperti sekarang dan dua tahun lalu. Mas Teddy tentu tahu rasa sakitnya seperti apa. Aku pernah merasakannya dan kini ternyata aku harus merasakannya lagi. Tidak apa Mas, aku tetap masih ada doa demi kebahagiaanmu. Demi rasa sayang yang pernah kita miliki, tolong jangan menguatirkan aku lagi karena rasa sakit ini pasti berlalu.
Sampai di situ aku menarik nafas
dalam-dalam, memberikan udara segar di rongga dadaku agar berkurang rasa
sesaknya dan beberapa saat kemudian melanjutkan mengetik rangkaian kalimat demi kalimat diiringi butiran bening yang menetes perlahan menyertai tulisanku untuk Mas Teddy.
Aku masih ingat betul ucapan Mas Teddy bahwa dua orang yang menjadi satu dalam pernikahan adalah suatu proses penyempurnaan, melengkapi dan pengkayaan kualitas diri melalui kekhasan dan keunikan masing-masing dalam rangka mewujudkan tujuan bersama. Menikahi dan mencintai seseorang berarti sudah mengukur batas kemampuan diri sendiri untuk bisa menerima/memahami apa dan bagaimana dia sebagaimana adanya, sehingga segala perbedaan yang ada menjadi kekayaan bersama untuk saling menambah, mendukung dan saling menutupi kekurangan. Jadi ketika pasangan dalam keadaan yang kurang baik, disitulah justru dibutuhkan kehadiaran kita untuk menguatkannya, bukan malah meninggalkannya untuk mencari kebahagiaan sendiri?Aku sungguh menyayangi Mas Teddy dan selalu akan mendukung tapi dengan rasa sayang yang harus kusesuaikan. Inilah mungkin yang semestinya dan harus kulakukan, yakinlah aku akan lebih bisa tersenyum lepas dan bahagia jika melihat Mas Teddy bersamanya…
Meski ada tangis dalam dalam hatiku saat menuliskan surat itu, tapi aku pasti akan berjalan lagi. Akan ada seseorang yang mengajakku berdiri dan berjalan lagi sampai ke sebuah titik nyaman dan bisa meyakinkan bahwa ada banyak kebahagiaan di hari esok. Yah, kebahagiaan yang dibangun tanpa bayang-bayang sutra dari biduk bahtera orang lain. Dengan penuh kemantapan, kupencet tombol send.
Ah cinta.. terkadang harus bertemu beberapa orang yang belum tepat,
sebelum akhirnya jatuh pada orang yang tepat.
Noted: Salah satu Fiksi dalam Mozaik Kinanthi
Koyokne pengalaman pribadi neh......wekekekek... Good Job sist.
ReplyDeleteWah, pengalaman pribadi Mas Irfan ya? WOUWW??? *piss*
DeleteWikikikiiiikkkk......
Deletenah loh, ketawa....artinya betul betul betul ya Mas
Deletebner mba, memang masa lalu yang telah menyuat hati selalu datang tak diduga, namun tak mungkin rasanya jika harus mengulang lagi karna sudah tak percaya lagi dan tak ingin merasakan sakit yang kedua kalinya.sedikit cerita saya juga sama kaya mba, namun kini akhirnya saya mendapatkan cewe yang lebih baik dan sekarang masih dalam pacaran, semoga kedepannya bisa ke jenjang yang lebih serius..
ReplyDeleteJadiii, kalau jodoh tak akan tertukar ya mas
Deletemasa lalu yang indah, wah ceritanya menarik sekali :)
ReplyDeleteMasa lalu yang telah berlalu.
Deleteterima kasih telah berbagi info....
ReplyDeleteinfonya sangat bermamfaat.....
salam kenal dan salam sukses..
.
jodoh kan sudah ada yang ngatur, kita cukup berusaha dan berdoa saja..
ReplyDeleteyang namanya jodoh pasti yang terbaik dari mantan-mantan.hehe
Saya kirain bersatu mbak.
ReplyDeleteEndingnya tepat banget....setuju dengan keputusan tokoh mbak Fira.
ReplyDeleteTidak baik berbahagia diatas kepedihan orang lain. Good job sist !!
ReplyDelete