Kenangan redup yang membangkit
Bersenyawa dengan butir-butir hujan yang turun renyai
Ku tatap lekat tirai air yang jatuh halus
bagai benang perak dijatuhkan para dewa dari langit
Mengundang air mata untuk menitik lagi
Mengungkit haru rintihan hati
dan membentangkan sayap-sayap lara perpisahan
Yang tlah teranyam dalam bingkai masa lalu
Tapi tetap saja lekat
Diorama hati yang menangis kala melihat langkahmu
yang jauh dan semakin menjauh
Adalah tawa dan luka yang bersenggama mesra
duka yang mencabik segenap saraf sukma
dan palung kesunyian yang menghunjam di relung sanubari
Salam perpisahanmu kepada ‘sgala kehangatan asmara
Dalam sendiri, dawai kerinduan itu kadang masih berdenting
bergema di ruangan nurani meski tak lagi seindah dulu
Sementara bayangmu pun kian memudar dan kabur
Diantara tautan harap dan kenyataan
Ku yakin akan ada pelangi saat jejak-jejak hujan meniris
Puisi ini diikutsertakan pada Kuis “Poetry Hujan” yang diselenggarakan oleh
kuserahkan pada "bulan" tuk memahami apa makna isi puisi putry hujan ini,,,hehehe:)
ReplyDeleteHalooo...thanks udah berkunjung ke blog gua =)
ReplyDeletePuisi yg bagus, menang ga?
@al kahfi: Spektrum sinar bulan menghias pucuk2 daun, Dimana senja telah melipat siang dalam sketsa masa silam...
ReplyDeleteSayap-sayap malam datang menggenggam rembulan..
@Claude C Kenni: Thx juga dah kunjungan balik. Saya msh newibie, ikut kompetisi ini buat sy minimal bisa untuk berinteraksi dgn para bloger sekaligus menambah ilmu..
ReplyDeletesabar... jadikan tiap titikan air mata kita menjadi lebih berarti dengan 'bangkit' :)
ReplyDeleteKalo pengen banyak pembaca, rajin2 silahturahmi ke blog orang, hehehe
ReplyDeleteDitunggu ya post2 berikutnya
@Claude C Kenni: Ma kasih ya...tiap OL ta usahain blogwalking sekalian cari ilmu-ilmu dr teman- teman para blogger. Hopefully gettitng better for the next
ReplyDelete@Belajar Photoshop: Ma kasih, tiap tetesnya adalah semangat untuk bangkit....let it be the past
ReplyDelete