Budidaya Ikan : Solusi untuk Musim Paceklik dan Over Fishing

Budidaya Ikan : Solusi untuk Musim Paceklik dan Over Fishing. Membaca tentang Petani Ikan di Yogyakarta Gunakan Panel Surya di VOA Indonesia pada 18-05-2012 yang berisi tentang Pemanfaatan sumber energi alternatif dengan panel surya, dilakukan sejumlah petani di Yogyakarta, untuk memanfaatkan sinar matahari menjadi sumber tenaga listrik bagi penggerak aerator

Dengan penemuan teknologi aerator diharapkan mampu mengurangi kematian bibit benih ikan dan dalam jangka panjang pemanfaatan panel surya akan membawa dampak positif dalam mengurangi ketergantungan atas listrik dari negara. Artinya, petani ikan pun akan bebas dari ketergantungan listrik terhadap pemerintah. Dan Bismillahirrahmaanirrahiim saya tertarik untuk menggarisbawahi tentang petani ikan dan kontribusi penemuan panel surya tersebut untuk sektor perikanan.

Sebut saja kota/daerah Muncar yang mendapatkan predikat prestisius sebagai salah satu kota penghasil ikan terbesar di Indonesia. Yang paling menonjol dalam imaji saya kala SD adalah Muncar sebagai pendaratan ikan dari para nelaxan yang tangkapannya melimpah ruah. Dan saat sekira 10 tahun lalu saya berkesempatan menginjakkan kaki di bumi Blambangan tepatnya di Muncar [meski kesan pertama yang saya peroleh adalah betapa pencemarannya yang sudah di tingkat akut kala itu dan sampai sekarang], pemandangan yang terlihat memang membuat berdecak kagum. 

Di depan mata saya terpampang hasil tangkapan ikan yang melimpah ruah, bahkan kalau hanya untuk dimakan sendiri ikan bisa gratis. Konon katanya sampai pernah terbuang akibat daya tampung pengolahan ikan over loaded! Hal yang kontras dengan di daerah saya yang jauh dari sentra perikanan sehingga menu ikan merupakan lauk yang istmewa [jika tidak boleh dibilang exclusive] saat makan. Bisa makan dengan ikan asin saja sudah luar biasa, apalagi maka pindang atau beli ikan dalam kaleng [sarden]? 
Over fishing, Budidaya Ikan
Salah Satu Wajah Pantai yang tercemar
Saya juga terpesona oleh oleh taraf ekonomi masyarakatnya yang terlihat dengan dominasi pemandangan rumah-rumah yang dalam kaca mata saya termasuk rumah mewah. Bukan berarti golongan ekonomi lemah tidak ada, tapi populasinya tertutupi oleh banyaknya rumah-rumah penduduk yang masuk strata menengah ke atas. 
Saya (sempat) pernah bilang guyonan sama teman:  “jika tempat tinggalku dibawa ke Muncar bisa masuk dalam daftar penerima zakat neh?” Selain taraf ekonomi masyarakat Muncar yang mengagumkan, saya juga melihat betapa industri pengalengan ikan bertumbuh pesat karena pasokan bahan baku yang melimpah ruah tersebut. Juga industri skala rumah tangga seperti pemindangan, pembuatan ikan asin, pengolahan minyak ikan, petis dan berbagai produk sampingan [dari hasil pengolahan ikan] lainnya. Mengguritanya industri perikanan di Muncar tentu merupakan angin segar untuk menyerap tenaga kdrja sebanyak-banyaknya.  

Akan tetapi sepertinya saya harus mencubit diri beberapa kali, ketika mendengar berita tentang musim ‘paceklik’ yang sedang melanda masyarakat nelayan Muncar. Bukan sekedar kondisi paceklik rutin yang biasa disebut dengan istilah padangan yaitu saat bulan bersinar terang [biasanya berlangsung sekitar seminggu] yang berakibat menurunnya hasil tangkapan ikan sehingga saat padangan biasanya digunakan untuk memperbaiki alat tangkap daripada pergi ke laut malah over cost

Tapi paceklik yang saat ini terjadi adalah the worst Paceklik dalam sejarah [katanya para nelayan]. Sekarang adalah tahun ketiga Muncar menghadapi masa paceklik. Hasil tangkapan nelayan menurun drastis. Nyaris tidak membawa hasil tangkapan ikan menjadi hal pahit yang harus dihadapi hampir tiap hari oleh komunitas nelayan di Muncar.

Dan pemandangan di pelabuhan Muncar yang menyuguhkan banyaknya perahu/kapal penangkap ikan terparkir secara padat untuk jangka waktu lama merupakan hal jamak namun sekaligus ironis bagi daerah yang [pernah] menyandang predikat prestisus sebagai kota penghasil ikan terbesar di Indonesia. Secara singkatnya, nelayan dan semua yang terkait dengan aktifitas penangkapan ikan di laut menganggur total saat paceklik ini. Perahu dan  kapal yang tak terurus di bibir pantai adalah  hal ‘tragis’ apalagi kenyataan bahwa alat-alat penangkap ikan tersebut saat tidak terpakai pun membutuhkan biaya perawatan yang relatif banyak/mahal. 

Ketika saya berkesempatan bertemu langsung dengan para pelaku pengolahan ikan, fakta yang tak kalah dramatisnya, salah satu contohnya adalah pelaku pengolahan pindang: saat ini yang masih bisa beroperasi jumlahnya tak lebih dari 20 % dari 16 unit usaha pemindangan yang ada di wilayah Muncar, itu pun dengan kapasitas produksi yang juga drop drastis menjadi + 10%, yaitu sekitar 500 Kg. 

Bahkan meskipun kebijakan import membuka kran untuk mendatangkan bahan baku dari luar negeri ternyata tidak memberikan pengaruh yang significant karena dari hasil yang sudah pernah di coba, nilai margin keuntungannya sangat tipis yaitu mendekati nilai Break Event point atau bahkan mungkin sama dengan BEP, itu pun dengan kondisi produk yang kualitasnya jauh lebih rendah jika dibandingkan menggunakan bahan baku lokal yang tingkat freshness-nya masih tinggi. 

Hal yang senada juga dialami  oleh industri pengalengan [jenis ikan pelagis kecil], selama terjadinya masa paceklik [3 tahun terakhir ini], kapasitas produksinya pun turun dengan tajam, bahkan beberapa pabrik ‘mati suri’ sampai jangka waktu tak tertentu. Untuk memproduksi permintaan pasar lokal saja mereka kesulitan bahan baku, apalagi memenuhi target ekspor seperti sebelum-sebelumya.

Bagi pengolah ikan [pabrik] yang modalnya dibawah rata-rata atau pas-pasan, maka dalam sebulan belum tentu ada kegiatan proses produksi. Sedangkan pabrik yang tingkat capitalnya rata-rata, mereka masih mampu beroperasi secara random yaitu ketika sudah terkumpul hasil tangkapan nelayan yang memenuhi kuota untuk dilakukan proses produksi. Untuk kapasitas produksi 10 ton [yang menghasilkan produk jadi + 5,5 ton] sehari, dibutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk mendapatkan jumlah bahan baku yang memenuhi kapasitas produksinya. 

Bagi pabrik pengalengan yang memiliki dukungan finansial seattle, masih bisa berproses relatif lancar dengan mengandalkan bahan baku import. Dari 10 pabrik yang bergerak pada proses pengalengan ikan, saat ini yang masih berproduksi rutin tinggal satu pabrik yaitu dengan mengandalkan bahan baku import. Hal ini tentu merupakan fakta yang sangat ironis, dari wilayah penghasil Ikan terbesar berubah wajah jadi konsumen importir bahan baku ikan!

Dilema paceklik yang sangat mencekik bagi masyarakat nelayan di wilayah Muncar: pemasukan yang nihil sedangkan pengeluaran biaya perawatan kapal/alat tangkap ikan dan kebutuhan hidup sehari-hari harus dipenuhi secara rutin. Sedangkan untuk menjual perahu atau kapal adalah hal yang tidak mungkin karena paceklik kali ini terjadi secara merata. Dampak yang lebih kronis adalah bagi nelayan yang berposisi sebagai buruh pada pemilik kapal atau perahu. Ibarat satu tepukan di permukaan air yang menimbulkan gelombang transversal dan longitudinal yang merambat luas, maka demikian juga paceklik yang terjadi di Muncar. 

Musim paceklik ikan yang berkepanjangan hingga menginjak tahun ketiga, maka satu demi satu isi rumah pun berpindah tempat, perhiasan anak-istri, perabot rumah tangga bahkan alat dapur pun bisa pindah tangan dengan sukses. Tak jarang, rumah yang tampak bagus pun tinggal bangunannya yang terlihat mentereng, sedangkan isinya sudah ganti kepemilikan. Maka jangan berburuk sangka dulu kalau ada orang yang menawari barang-barang komplementer dengan harga yang super sale karena bisa jadi barang-barang tersebut berasal dari warga Muncar.

Lantas kemanakah para tenaga kerja produktifnya mengais nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari? 

Jumlah tenaga kerja yang terkena dampak musim paceklik ikan ini pun tentu tidak sedikit mengingat penyerapan tenaga kerja dari setiap pabrik secara rata-rata adalah 300-500 orang. Maka pergi Ke Bali atau bekerja ke kota besar lainnya sebagai buruh kasar atau bahkan berbondong-bondong menjadi TKI adalah pilihan yang terpaksa mereka lakukan. Grafik jumlah TKI yang berangkat ke luar negeri pun melonjak tinggi, demi sesuap nasi dan kesejahteraan hidup, harus dilakoni kehidupan tinggal jauh dari keluarga dan orang-orang yang di sayangi dengan menghadapi segala resiko bilateral yang mengancam dari berbagai aspek kehidupan. 

Kondisi paceklik ikan yang terjadi di Muncar merupakan sebuah pelajaran sekaligus tantangan jangka panjang bagi dunia perikanan untuk lebih intens mengembangkan sektor budidaya. Karena walaupun wilayah Indonesia 2/3-nya terdiri dari perairan yang luas dengan sumber kekayaan [ikan] alam yang berkategori renewable resources, tapi banyak aspek lain yang juga memberikan pengaruh simultan terhadap fluktuasi hasil penangkapan ikan akan mengarah pada fase ‘langka’ ikan. 
Tingkat sustainable ikan ada batas optimumnya, pada suatu saat sangat mungkin bisa terjadi jumlah ikan yang ada di perariran lepas akan mengalami penurunan akibat jumlah penangkapan yang melebihi daya kembang biak ikan itu sendiri. 
Fenomena yang terjadi di Muncar adalah akibat over fishing yang sudah berlangsung sangat lama dan menjadi lebih parah lagi oleh pencemaran lingkungan yang seperti saya bilang di atas bahwa tingkat pencemaran yang terjadi di Muncar sudah berada di atas batas akut, karena hampir semua unit pengolah ikan [skala kecil maupun industri] sebelumnya tidak ada yang dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah [IPAL]. Kondisi ini pastinya menjadi faktor yang berkontribusi besar terjadinya paceklik yang berkepanjangan saat ini.

Untuk memulihkan kondisi lingkungan [perairan] yang tercemar tentu dibutuhkan upaya sinergis dari semua lini/stakeholder dan membutuhkan jangka waktu yang tidak singkat. Tindakan recovery yang ditempuh dengan mewajibkan untuk membuat instalasi pengolah limbah bagi semua jenis industri/usaha yang menghasilkan limbah potensial sebagai pencemar lingkungan, tentu tidak serta merta bisa mengeliminasi masa paceklik ikan di Muncar, sedangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan dan perikanan harus secepatnya dipulihkan. 
Selain akibat over fishing dan pencemaran lingkungan di atas, jika ditelaah lebih jauh maka secara makro/nasional, perikanan di Indonesia tidak bisa [selamanya] hanya bertumpu pada hasil penangkapan. Sudah saatnya meng-adjust sektor budidaya untuk memperkuat [sekaligus meningkatkan] kapasitas produksi hasil perikanan. 
Maka hadirnya Inovasi aerator untuk budidaya ikan bisa menjadi alternatif yang comprehensive, tepat guna dan tepat waktu untuk menggiatkan sektor budidaya para nelayan. Pemanfaatan panel surya tentunya sangat menghemat pembiayaan karena tidak ada pengeluaran untuk listrik atau pun genset, sehingga selain  mengurangi kematian benih/bibit ikan yang dibudidayakan juga bisa menekan biaya produksi yang sangat significant. Jumlah benih yang mati bisa diminimalkan dan cukup mengandalkan tenaga surya merupakan faktor yang berkorelasi untuk memenuhi ketersediaan bahan baku di sektor industri perikanan karena peluang produksi perikanan dari sektor budidaya adalah:
  1. Spesies ikan yang lazim diolah adalah Udang, Nila, Bandeng, Patin, Lele, gurami dengan asumsi rendemen 60%
  2. Rumput Laut diolah (kering) dengan rendemen 12,5%
Dengan demikian kisah pilu dan tragis fenomena paceklik seperti yang melanda di Muncar semoga tidak perlu terulang lagi di masa-masa mendatang, juga tidak sampai terjadi di wilayah lain. Maka sangat masuk akal dan memenuhi kriteria kalkulasi akuntabilitas jika teknologi aerator panel surya sangat mendukung terhadap perkembangan sektor budidaya sehingga bisa mewujudkan industri perikanan yang berbasis pada:
1.      Berpihak pada masyarakat miskin (Pro poor)
2.      Pertumbuhan ekonomi (Pro growth)
3.      Penyerapan tenaga kerja (Pro Job)
4.      Pengembangan agroindustri/agrobisnis (Pro Bussines)
5.      Penanganan perubahan lingkungan (Pro sustainable)
6.   Pro Kesetaraan Gender karena industri Perikanan mampu menyerap tenaga kerja perempuan sebanyak 60-70% dalam proses produksinya.

Dengan output, out come dan impact tersebut diharapkan bisa mempengaruhi pembangunan ekonomi yang pro-rakyat dengan tujuan pembangunan yang diharapkan bisa meningkatkan produksi dan produktifitas perikanan dan kelautan yang berkelanjutan sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan serta masyarakat pesisir lainnya karena potensi budidaya bisa meliputi: Tambak, Kolam, Karamba, Mina Padi, Sawah Tambak, Budidaya Laut

Dan sejatinya semua yang berperan dalam proses produksi hasil perikanan untuk menghasilkan komoditas ekspor yang kompetitif dalam free trade market yang berkembang saat ini merupakan Pahlawan Devisa tanpa harus menjadi TKI ke luar negeri. Dengan demikian membudayakan sektor budidaya ikan akan menjadikan nilai tambah produksi perikanan yang mampu menyerap tenaga kerja dan membuka kesempatan berusaha yang lebih luas.

Menuliskan tentang laut dan perikanan, membangkitkan kenangan akan sebuah semasa saya masih kanak-kanak yang berjudul: Nenek Moyangku yang mengisahkan tentang betapa hebatnya seorang Pelaut:
Nenek moyangku orang pelaut
Gemar mengarung luas samudera
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa                

Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda b’rani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai

Meresapi tiap bait lagu karya Ibu Sud tersebut memberikan romansa yang luar biasa tentang keberanian dan ketangguhan para nenek moyang kita yang menjelajah samudera sebagai pelaut dan membukukan sejarah bahwa Indonesia adalah negara Maritim yang besar. Dan semoga berabad-abad tahun ke depan Indonesia tetap bisa berkibar sebagai negara Maritim yang tangguh, bukan sebatas memorabilia dalam b`it-bait lagu ataupun catatan tinta sejarah belaka.




Notes: Alhamdulillah juara kedua di  http://www.voaindonesia.com/section/voa_blogging_contest/2173.html





Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

139 comments:

  1. Oh jadi gitu ya gambarannya Muncar Mbak, dulu pas SD sering banget guruku menceritakan tentang Muncar dan beberapa kali sempat di bikin bahan pengayaan..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saat saya menjejakkan kaki di MUncar kali pertama, saya hampir tak percaya jika bisa berada di daerah yang dulunya hanya saya baca dalam buku pelajaran IPS..

      Delete
  2. bismillah, semoga pertamax....

    uhhuuuyyy, judulnya mengingatkanku akan sesuatu...
    *komenku mesti gak penting ngene

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah pertamax sudah habis, pakai avtur sj yak...

      Delete
    2. emooooh, seng duwe avtur anake wes dua.... kekekkekkkekkke

      Delete
    3. wkwkwkwk...makin kemana neh topiknya?

      Delete
  3. betul... ikan juga lama-lama akan habis jika tidak dimanfaatkan secara efisien, sama seperti sumber daya di bumi ini yang terus menerus dikeruk tanpa menyadari bahwa bencana adalah hal mutlak sebagai karma yang akan ditimbulkan...

    seyogyanya kita tidak hanya "memanen"... tapi juga harus "menanam"... itulah sebenarnya keseimbangan alam...
    semoga....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyap...agaknya ini salah satu hal yg kadang terlupa bahwa meskipun sumber alam yang bisa diperbaharui namun tetap ada batas optimal daya renewablenya...

      Jika ada memanen..seyogyanya mmg diiringi dengan menanam:)

      Delete
  4. wah, baru kali ini liat pemandangan padatnya kapal kayak gitu mbak!.
    syukurlah dikampung gue semuanya aman. soal ikan gak ada habisnya. dan buat menjaga ekosistem ikan, ditempat gue udah dibuat peraturan desa tentang pelarangan penggunaan alat tangkap ikan jenis strum dan bahan2 yg berbahaya lainnya. tapi kalo mancing, diberi keleluasaan se luas-luasnya hehehee...! mo ikutan, yukk ke kampung gue!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau ttg larangan danaturan ttg penangkapan ikan...sptnya itu sdh berlaku secara internasional MAs. Kalau sampai terjadinya musim paceklik ya karena over fishing untuk suply industri dan 'ke-alpaan' dalam menjaga lingkungan dari pencemaran..

      Delete
  5. wah,, menuju VOA nih mbakk.. :D

    asik.. :D

    muncar?
    kok sepertinya saya dulu pernah juga berkomunikasi dengan blogger lain yang juga orang muncar..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anggap saja 'mengasah' pena dengan menuju VOA-nya..

      Dan aku malah belum pernah connect dengan blogger yg berasal dari muncar...dan after all, one moment in my life aku mmg pernh berada di muncar, melihatnya langsung dan 'miris' melihat keakutan pencemaran yang terjadi

      Delete
  6. Selain alternatif pilihan saat paceklik yang belum dikelola dengan baik, sentra2 Ikan di Indonesia rata2 kumuh dan bau karena pembuangan sampahnya asal2an

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau budidaya lebih mengarah pada ketersediaan suplay Ikan dari pembenihan yang dikelola semacam tambak [baik di perairan tawar/asin]. Sedangan sentra perikanan yang saat ini masih lekat dengan image kumuh adalah pada daerah/lokasi pendaratan ikan [pelabuhan]...

      BUdaya masyarakat kita masih terpola dengan #maaf# tingkat kesadarannya akan sanitasi dan kebersihan masih rendah.

      Bahkan pada karyawan di pabrik pun, butuh kontrol dan pengawasan yang ketat agar para karyawan produksinya disiplin menerapkan SOP sesuai persyaratan sanitasi dan hygiene

      Delete
    2. Maaf, lihat gambar pembuangan limbahnya saya langsung enek, Mbak.

      Delete
    3. Gpp kok, bisa dimaklumi..secara itu limbah. Kalau saya mah harus kuat MAs, setidaknya masih mending saya tidak tinggal di Muncar.

      Delete
  7. dulu jaman SD, buku Himpunan Pengetahuan Umum (HPU) menyebut beberapa kali nama Muncar sebagai penghasil ikan terbanyak (kalo ndak salah) dan industri pengalengan ikan termaju saat itu (bener ya? udah agak lupa saya). over fishing nggak tertanggulangi dengan diversifikasi Mbak? saya hanya ngeliat di kampung halaman saya di cilacap ketoke banyak banget varian pengolahan ikan yang memberdayakan (bahkan) ibu-ibu dasawisma.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaa...akhirnya muncul lagi neh istilah HPU. Dah lama banget neh gak ada yg nyebut2 istilah HPU Pak.

      Sebenarnya saya sdh lupa ttg Muncar yg ada dlm IPS itu, tapi seorang tmn ngingetin kalau Muncar itu kan yg dulu disebut sebagai kota Ikan di Indonesia.

      Kalau soal diversifikasi, arah tujuannya pada keragaman produk olahan perikanan Pak. Dan ini merupakan visi yang hendak di capai yaitu menjadi penghasil produk olahan terbesar [utk beberapa jenis yang sdh di targetkan].

      Kalau budidaya, lebih ke arah pemenuhan bahan baku ikannya [termasuk utk bahan baku produk diverrsifikasi tersebut]

      Delete
  8. aku tinggal di daerah nelayan (dulunya sebelum akhirnya tergusur denga pembangunan dan sekarang sudah ga ada lagi nelayan di sini) :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di Tuban ya? Pertamanya aku melihat dan mengenal kehiudpan nelayan ya di Muncar itu Mbak.

      Sebelumnya gak pernah tahu ttg nelayan dkk

      Delete
  9. tempatku ya gak bisa mbak..lha musing kekeringan aja air cari dimana-mana je..pie jal..???

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau budidaya dan sektor perikanan mmg biasanya dekat dengan sumber airnya. Kalau daerah kering kayak getu, lha kampun halaman saya juga kayak getu tuh pak:)

      Delete
  10. Benar sekali sahabatku,
    aku setuju sekali..
    aku sangat mensupport untuk budidaya ikan agar semakin berkembang dan maju..:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya neh, karena element dan variable-variablenya lbh banyak yg bisa under control. Jadi sepertinya ke depan, budidaya akan menjadi suply dominan dalam pengadaan bahan baku ikan utk produk hasil perikanan [domestik maupun ekspor]

      Delete
    2. super sekali sahabatku, semoga produk hasil perinannya semakin bertambah dan maju...

      Delete
  11. Dan semoga berabad-abad tahun ke depan Indonesia tetap bisa berkibar sebagai negara Maritim yang tangguh ---> AMIIIIINNNN

    Muncar menghadapi masa paceklik?? Maka, Hasil tangkapan nelayan menurun drastis. eehmm.. mungkin ikan-ikannya bosen kali ya mbak, ditangkepin melulu hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaa..ikan trauma kali ya? jd migrasi ke china...#hush

      Delete
  12. ini masalahnya sangat komplek untuk memberikan solusi, banyak pihak yang harus duduk bersama satu meja, dengan catatan harus menyatukan visi dan misi semata untuk kepentingan bersama tanpa ada unsur mempolitisir. memang bukan perkara mudah untuk mencari jalan keluar tapi bila instansi yang terkait dan para stakeholder mau sungguh2 berjuang demi masyarakat kecil dlam hal ini nelayan insya Allah selalu ada jalan.

    sungguh ironis jika negeri ini yg mayoritas perairan (laut) sampai ada paceklik.... hmmm... entahlah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pemnadangan ironis lainnya adalah: jika musim paceklik apalagi yg berkepanjangan saat ini..isi rumah pun pindah tempat dengan sukses Mas. Jd gak hanya melonjaknya jumlah TKI.

      Dalam kurun terjadinya paceklik ini, pernah sekali tergantikan dengan panen ubur-ubur yg sangat banyak dan kebetulan laku banget utk di ekspor.

      Utk langkah antisipasinya, jangka pendek mmg Pemerintah membolehkan import jenis ikan tertentu [jd tetap jenis ikan priority yg saat ini langka]. Sedangkan jangka panjang, mulai set up utk menggalakan sektor budidaya dan sdh di mulai dengan revitalisasi tambak secara besar-besaran karena targetnya Indonesia harus bisa jadi menjadi negara ekspotir produk perikanan terbesar [10 jenis produk olahan ..semoga gak salah ingat]

      Delete
  13. Hal ini tak lepas dari keserakahan manusia, sedikit teguran dari sang Pencipta. Semoga masa paceklik yang diderita nelayan maupun rumah industri sanggup untuk sabar, sehingga keadaan berangsur pulih kembali. Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salah satu faktornya bisa di bilang demikian karena tingginya penangkapan sehingga keseimbangan populasi ikan terganggu.

      Delete
  14. sebenarnya miris juga mengetahui bahwa manusia itu hanya mau mengeksploitasi hasil alam, ikan misalnya, tanpa mau memelihara keseimbangan alam dan mengurangi tingkat pencemaran yang terjadi...semoga paceklik-nya bisa mendapat solusi yang terbaik...sambil bernyanyi nenek moyang-ku seorang pelaut....salam Ramadhan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pencemarannya mmg sdh parah, para pelaku usaha mmg dulu-dulunya kurang aware utk melakukan proses pengolahan limbah sebelum dibuang ke perairan. Semoga dengan ditingkatkan status pencemaran sebagai tindak pidana bisa menjadi efect disiplin utk menyediakan unit IPAL dan pencemaran bisa berkurang...utk selanjutnya bisa pulih kembali..semoga:)

      #Nyanyinya sambil metik gitar ya?

      Delete
  15. Kadang penangkapan ikan ilegal membuat ketersediaan ikan makin menipis. . .

    ReplyDelete
    Replies
    1. penangkapan ilegal...diakui atau tidak, jumlahnya mmg banyak dan alat tangkap mereka jauh lebih canggih. Bahkan ada teman yg cerita, mereka ada yg bisa langsung proses on their boat!

      Delete
  16. ehm, ini ikut lomba lagi ya. ehehehe. mantap, klo aku cukup sekali, ud gitu ya ud.
    menilai artikel ini, aku tertarik dengan pemerintah yang mengandalkan kebijakan instan, import aj adah. walau cuma import bahan baku, klo terus mengandalkan import kapan negara ini akan bersuasaembada. kaya lagu gi atas, kapan lagu itu akan di dendangkan kembali

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau lomba, buatku yg penting utk latihan nulis agar bisa lebi baik dan mengalir. Selama ada ide, ya ikutan lah.

      Kalau soal kebijakan impor bahan baku, bukan hendak membela..tapi kenyataannya industri membutuhkan bahan baku dan menunggu recovery jelas butuh waktu lama. Dan dalam waktu itu, salah satu aspek saja: tenaga kerja yang ttp hrs bekerja kan?

      Kebijakan jangka panjang tentu juga dibuat: melarang ekspor ikan dalam bentuk bahan baku secara nasional, mentargetkan revitalisasi tambak dalam skala nasional:)

      #kangen juga dengan lagu tersebut.

      Delete
    2. iya, harusnya di larang aja tu. biar mau ga mau swa sembada.

      sukses untuk lombanya, aku lagi ga ada ide.

      Delete
  17. karena paceklikpun, para konsumen ikan harus bayar harga yang lebih mahal ya mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tentunya pak, karena suply terbatas maka harga pun jadi mahal..

      Delete
  18. Ngak tahu kenapa setiap ngebayangin pantai tempat bersandarnya perahu nelayan komplit TPI (tempat pelelangan ikan) dan hamparan ikan yang tengah dijemur pasti kesannya kumuh dan bau, bukannya sombong, jangankan ke tempat seperti Muncar, lewat dilorong pasar yang jual ikan saja saya bisa muntah2, agak sensitif memang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya gimana lagi, kenyataannya budaya bersih di masyarakat kita mmg masih relatif memprihatinkan pak. Jangankan di tempat umum yang tanpa pemantauan, lha yg di supervisi di area proses saja perilaku karyawan masih banyak yg deviasi:(

      Delete
  19. Saya tertarik dengan aktifitas Memancing (fishing) nya yang sepertinya sangat menarik. Saya pernah memancing ikan 1 hari semalam sama bapak bapak di komplek saya. 5 orang menyewa perahu, bawa perbekalan seperti nasi, kopi, lampu senter dan tentu saja peralatan ikan. Hasilnya? puluhan kilo ikan hasil tangkapan kami seperti Ikan Krisi, Ikan Krapu, dan Ikan Merah. Ikannya dibagi bagi ke warga komplek

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu dia salah satu impian saya, pengen mancing ke tengah laut tapi gak pakai nginep..ngeri ah kalau sampai nginep di perahu.

      KKalau mancing di dekat laut pernah, tapi dapat ikannya kecil2 dan gak ada 10 ekor.

      Eh, mau dunk dibagi juga ikannya...

      Delete
  20. Keren ach,setelah ads goodle masuk sekarang budidaya ikan,matap memang,hehe.
    Menaklukan musim memang harus pandai memanfaatkan situasi.
    Nice share sop,makasih ya.
    Happy blogging.

    ReplyDelete
    Replies
    1. weiii...adsence-nya blm lama kok, itu pun masih ada sedikit masalah dgn isian data akun.

      Budidaya Ikan...sebenarnya saya juga berharap bisa jadi petani ikan lho...hope dream come true

      Delete
  21. ikut sedih bacanya :( kasihan warga muncar.
    tapi bahagia juga penemuan yang sudah di aplikasikan di jogja.
    coba mbak buat proposal ke pemerintah tentang perlunya alat itu dan sosialisasi ke belahan nusantara @@

    ReplyDelete
    Replies
    1. penemuan aerator tsb sptnya mmg sudah mulai di sosialisasikan ke petambak, dan dalam proses penyempurnaan agar bisa diproduksi secara massal sehingga bisa di jual dengan harga terjangkau.

      Semoga saja dalam waktu yg relatif singkat, bisa di aplikasikan secara nasional:)

      Delete
  22. wah,,,padat ya pelabuhan nya,,,

    ReplyDelete
  23. sebenarnya sudah banyak penelitian/penemuan yang dihasilkan oleh civitas di kampus baik oleh dosen ataupun mahasiswa, tapi yang kurang adalah tindak lanjutnya ke masyarakat...

    ReplyDelete
    Replies
    1. karena tindak lanjut secara luas banyak aspek yg harus dipertimbangkan..salah satunya hasil studi kelayakan dan out come-nya. kira-kira sih demikian..karena kadang penemuan dalam civitas ketika di bawa ke publik..penerapan secara massalnya need large budget..#blank neh yg demikian...dimana manta rantai yg terputus

      Delete
  24. Sepertinya sudah hampir di semua Lini tempat Usaha mengalami kemerosotan yang sangat nyata Mbak Ririe.

    Kami salut atas kupasannya, permasahan diatas sangatlah komleks ya Mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya neh, profit oriented menjadi terget sehingga mengesampingkan keseimbangan alam.

      Delete
  25. saiia dari dulu salah satu yang termasuk bener2 penasaran sama yang namanya panel surya :(
    wahh.. sedang terhambat paceklik iia..?!? hmm..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dan saiia, penegn banget punya tambak yg menggunakan aerator dengan panel surya...:)

      Delete
  26. Ya bagaimanapun pemamnfaatan sumber daya alam harus sinergi dengan kemampuan alam itu sendiri, saya tidak tahu pasti bagaimana prosesnya selama ini di sana, tapi melihat apa yang sudah terjadi sekarang, saya berani mengambil kesimpulan seperti itu.

    Ijinkan saya berpendapat tentang Mbak Ririe: "Menurut saya postingan Mbak Ririe ini selalu mempunyai nilai diatas rata-rata, cerdas & spesifik hehe..."

    ReplyDelete
    Replies
    1. uhuuukkk.....

      beeegh, postingan hasil kontemplasi tujuh hari tujuh malam, berendam di tujuh sumur, mandi dengan bunga tujuh rupa.... huahahahhaa....

      Delete
    2. Huadduhh...(selanjutnya speechless!!!) :D

      Delete
    3. @ Rudy Ara: Dari menyimak cerita orang-orang setempat, sepertinya memang demikian. Melimpahnya hasil tangkap..yang kemudian berlanjut menjamurnya industri pengalengan semakin melenakan masyarakat utk lebh giat melakukan kegiatan fishing sehingga 'silap' bahwa populasi ikan memiliki batas maksimal/titik optimum sustainable-nya..

      #Terima atas apresiasinya ya Mas, really awe some...bisa membuat saya bersemanagat utk menulis lbh baik lagi dari tulisan yg masih ala kadarnya ini..

      @ Nurul: semaput aku, kayaknya sih bukan 7 hari 7 malam..tapi tujuh purnama lho? Huahahaha...

      Delete
  27. yaampun kasihan sekali yah, gara2 membuang limbah sembarangan yang terkena dampak negatif nya para nelayan....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau menurut saya, semua pihak berkontribusi terjadinya pencemaran sob:)

      Delete
  28. mengingatkanku pada jaman sekolah dulu .. saya sekolah pelayaran ... kalo PKL ke laut ,,, hhmmm pemandangan dan suasananya seprti itu ,,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Asyiik dunk, jadi bisa menjelajah lautan kemana-mana. Ikutan ekspedisi pinisi tuh kerenn bangett

      Delete
  29. Menyedihkan ya Rie.. dan aku yang di sini cuma tau ngeluh aja kalo ke pasar dan ikan yang mau aku beli ternyata udah abis. Padahal nelayannya sendiri punya masalah yang berat juga.. :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau saya sempat kaget saat tanya harga ikan asin jambal, harganya melambung. Kalau mudik lebaran pengennya sih bawa oleh2 khas kota ikan...

      Delete
  30. kalo di tempatku ada yang namanya pantai balekambang dan pantai ngliyep mbak, banyak sekali orang yang berprofesi sebagai nelayan, tapi tidak se-waw gitu mbak. Mereka juga bersihan enggak sampe limbahnya seperti itu juga. Kebanyakan hasil lautnya hanya di pasarkan ke pasar tradisional pantai selatan sana mbak.. oia saya minta maaf kemarin-kemarin tidak bisa kunjung karena ada keperluan dengan PPA mobilnya IBN. hehehe....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu dia, dua pantai yang sering dipamerkan padaku. So long time, pengen camping di sana lho? Belum kesampain neh..

      Belum pernah ke Muncar kan? Kalau muncar itu pelabuhan pendaratan Ikan dan salah central industri perikanan dan unfortunately, tuh industri dari dulu pada 'ngeles' soal IPAL. Sekarang mereka tidak bisa lagi mengelak kewajiban membuat IPAL karena kena pasal pidana..hahaha, 'pidana' cukup sakti juga bikin pemilik modal tunduk.

      PPA IBN? wahh...yg PO neh, di tunggu traktiranya lhoh?

      Delete
  31. padahal limbah ikan minta ampun dah baunya
    memang ide bagus tuh dan kayaknya perlu didorong dan diberi stimulan biar bisa berkembang. walau kerja di luar negeri memang menjanjikan, tapi terus terang aku suka miris mendengarnya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Satu kalimat deskripsi ttg bagaimana pencemaran di Muncar: Jika keluar dari muncar dan kita berada di tempat umum kemudian ada yg menutup hidung, maka harus tanggap cepat karena itu reaksi menahan bau dari aroma limbah yang melekat di baju kita.
      Kalimat semi becanda tapi mmg demikian adanya Mas.

      Katanya sih, hujan uang di negeri orang dan hujan tombak di negeri sendiri maka tetap pilih negeri sendiri. Sperti Adipati Karna yang tetap membela Astina saat perang baratayudha itu ..#nglantur poll

      Delete
  32. setuju, budidaya hrs dimulai dr skrg.. jgn tunggu sampai habis dulu bar ketar-ketir & terpikirkan utk budidaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, sebelum populasi Ikan semakin tak terkendali grafik penurunannya...budidaya ikan bisa jadi solusi yang bisa menjaga keseimbangan ekosistem biota di laut:)

      Delete
  33. biasanya sih, kalo di tempat seperti itu baunya sangat menyengat dan pemandangannya kurang sedap dipandang mata...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaps...bahkan jika berada dalam mobil tertutup pun bau 'khas' Muncar masih bisa menerobos masuk tuh

      Delete
  34. bau limbahnya bisa kemana-mana tuch...pasti byk lalat

    ReplyDelete
  35. limbah kalo tidak diolah dengan baik akan membawa dampak buruk bagi lingkungan.....

    ReplyDelete
  36. kalo di Muncar, ikan yang populer apa Mbak? kalo di Cilacap kan ikan tuna tuh..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ikan yg terkenal di Muncar jenis lemuru [sardinella longiceps]...jenis ikan inilah yg membawa nama Muncar sevagai kota ikan di Indonesia Pak.

      Oia, Tuna dari cilacap juga sampai di Banyuwnagi lho? Raw material utk Tuna dalam kaleng, sebagaian berasa dr Cilacap Pak.

      Delete
  37. Nice post N blog..keep blogging..salut, blognya informatif bgt

    ReplyDelete
  38. Wow, artikel keren nih mbak Rie. Sayang ya, dari yang tadinya penghasil ikan besar yang rumahnya mewah2 itu jadi paceklik. Kembali ke pemerintah ya, apa dari dulu pemerintah tak memperhatikan kemungkinan seperti itu? Tentang bagaimana limbah di sana, ttg bagaimana mendidik nelayan di sana, ttg bagaimana menjaga agar ikan2 itu tidak "habis".

    Sayang ya ...

    Moga menang ya mbak. Tulisan ini keren :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ttg ketentuan AMDAL/IPAL sebenarnya sudah terpaketkan sejak lama.
      DAn kalau mencari siapa yang salah/bertanggung jawab terjadinya kondisi tersebut, saya tidak bisa berkomentar banyak Mbak. Tentu semua pihak punya peran terjadinya kondisi tersebut..

      Semoga saja status perdata menjadi pidana untuk tindakan yang menyebabkan pencemaran lingkungan bisa jadi salah satu step forward mengurangi pencemaran lingkungan...

      Delete
  39. Jangan sampai ikan di Indonesia impor juga ya. Ikan di Indonesia masih bisa berkembang lagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiinn, Indonesia menuju eksportir yang handal:)

      Delete
  40. kunjungan perdana,ditunggu follow backnya jika berkenan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tengkyu telah singgah di sini, segeran di folback:)

      Delete
  41. sudah lama tidak mengunjungi sahabat...
    jalan-jalan sebelum sahur siapa tahu dapat teh anget...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ma kasiih ya Mbak, jalan-jalannya sampai di sini..
      Semoga sehat selalu:)

      Delete
  42. apa kabar sahabat...
    semoga Allah akan selalu melindungi dan menyertai sahabat baik dalam tiap langkah dan desah nafas
    amin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, sehat..
      Semoga juga demikian kabarnya dirimu ya SOb.

      Delete
  43. perihatin ya mba ngelihat keadaan nya seperti itu.. semoga ada upaya nyata dari semua pihak untuk menjaga kelestarian nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. yups...upaya in progreesing..semoga bisa menjadi ramah lingkungan:)

      Delete
  44. Replies
    1. okeyyy...sering-sering mampirnya ya...pintu selalu terbuka:)

      Delete
  45. turut prihatin atas kondisi ini, semoga bsa cepat teratasi:}

    ReplyDelete
  46. Kalo disini ada aturan tentang penangkapan ikan (utk hobi memancing). Hanya ikan-ikan dengan panjang tertentu yang boleh di tangkap, jika kurang dari ukuran tersebut harus dikembalikan lagi. Dan hebatnya aturan itu dipatuhi sehingga kelestarian lingkungan dan keseimbangan mahluk hidupnya terjaga.
    ironis sekali kondisi di muncar. itu kan di Banyuwangi toh Rie dan tempat tinggalmu juga di BWI kan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyap Mbak, tingkat disiplin dan awareness pada masyarakat kita pada keseimbangan lingkunganmmg masih belum sebaik di negara-negara maju kayaknya ya Mbak.

      Hemm, saat ini domisili saya mmg di Banyuwangi Mbak.

      Delete
  47. waaa asyik ya mbak bisa mancing yaa disana ?

    ReplyDelete
  48. sering jg dengar ktnya ikan klo di kota besar sperti bandung, surabaya, jakarta harganya mahal.. beda bngt sama ditempat sya (Baubau, Buton) malah hampir sma dengan Munchar yang mayoritas pkerjaannya Nelayan... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya...katanya BauBAu juga melimpah ikan ya sob:)

      Pengennya bisa tahu Buton, keliling Indonesia getu deh..hehehe

      Delete
  49. pengen komen positif, tapi lihat foto sungainya yg tercemar seperti itu... jadi sedih...

    ReplyDelete
    Replies
    1. sungainya tak hanya mengalami pendangkalan tapi sekaligus jd pengaliran limbah ke laut

      Delete
  50. ooo gitu ya Muncar
    kan terkenal banget
    tapi sekalipun aku belom pernah kesana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Muncar mmg terkenal..banyak jurnal yg mengambil lokasi penelitian di MUncar Mbak

      Delete
  51. artikel yang menarik,,terima kasih untuk informasinya

    ReplyDelete
  52. Saya justru baru tahu dengan nama Muncar mungkin saya kurang gaul :D
    Nasib pelaut memang tergantung sama cuaca, dan nelayan tradional sudah terpinggirkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kapal-kapal besar bahkan bisa multi fungsi, menangkag, storage dan proccessing ..semuanya on the boat..

      Delete
  53. Teknologi pemberdayaan itu penting, tapi pelestarian lebih penting! ;-)

    moga menang, rie! Sukses buat kontes VOA-nya... :-)

    ReplyDelete
  54. Banyak yang sudah bilang, kalau kelebihan itu gak bagus lebih baik yang cukup-cukup saja biar semuanya seimbang. saya setuju overfishing jelas hanya akan menimbulkan dampak negatifnya saja. ibarat yang mati lebih banyak dari pada yang melahirkan......sampai "kelangkaanpun" akhirnya melanda...
    artikel yang menarik,,buat pembelajaran, semoga artikel ini menjadi pilihan VOA.......

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seringnya over fishing terjadi tanpa disadari. Gairah meningkatkan hasil tangkapan tapi dampak lainnya adalah terjadi ketidakseimbangan pada populasi ikan di laut..

      Ma kasihh:)

      Delete
  55. di daerah sana, pasti tiap hari makan ikan ea?
    hehehe
    enak banget,,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekarang masih paceklik sob, harga ikan mahal deh

      Delete
  56. kunjunga perdana sob.........
    ijin nyimak...^_^

    ReplyDelete
  57. wahhh ini nih yang jadi masalah limbahnya di buang sembarangan...
    kasian dehhh...
    semoga kedepannya lebih baik lagi yah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiinn, semoga ke depannya pencemaran lingkungan bisa diminimalisir:)

      Delete
  58. Segala sesuatu jika dilakukan berlebih, pasti ada dampak dikemudian hari. Pun demikian dengan peningkatan jumlah penduduk, jumlah nelayan yang rata-rata setiap orang pingin mendapatkan hasil maksimal dngan berbagai cara dengan melupakan bagaimana kelangsungan dari sumber daya yang dikeruknya. Manusia cenderung melakukan kerusakan tanpa perbaikan dan itu berulang-ulang di jelaskan di dalam Al Qur'an, hanya saja manusia cenderung tidak pernah menyadarinya karena keegoisme diri mengalahkan keberlangsungan masa depan. Pola hidup yang konsumtif, nggak peduli lingkungan, merusak mencemari dan seterusnya. Maka jangan heran jika alam nggak bersahabat dengan manusia dan jangan heran jika manusia sendiri akhirnya menjadi sengsara.
    Wallohu'alam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pola hidup yg komsumtif saat ini sudah dilabeli sebagai prestise Pak, jadi ukuran kesuksesan dilihat dari visual dan materi..kemaruk menjadi hal yg biasa..Astagfirullah. Terima kasih telah melengkapi dengan tulisan yang sangat mencerahkan ini Pak Ies..

      Semoga Ibadah di bulan Ramadhannya sukses..amin:)

      Delete
  59. Postnya sangat bermanfaat.. Benar benar seorang Penulis Sejati.. Trims Iyahh..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hemmm..masih belajar dan belajar dalam menulis yg lebh baik kook:)

      Delete
  60. Mbak nya ini orang Kec. Muncar-Banyuwangi tah ?

    weh weh weh, saya Purwoharjo mbak... ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hhohoo..saya tidak di Muncar, tapi cukup tahu tentang mUncar..

      Delete
  61. Selama ini saya mengira masyarakat nelayan ga pernah peceklik karena ikan di lautan ga pernah habis. Ternyata pencemaran lingkungan ada juga di lautan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tiap bulan ada masa paceklik..tapi sebatas beberapa hari. Dan bukan paceklik yg sifatnya menyusahkan karena hanya soal pencahayaan oleh terangnya bulan.

      Delete
  62. Replies
    1. Selamat sore...#njawabya sore soale:)

      Delete
    2. ouhh bgtu muncar ???



      seperti pernh denger bgtu,,, hehehehe...


      sukses selalu yaa :)

      Delete
    3. Alhamdulillah jika pernah dgr ttg Muncar yaa..:)

      Delete
  63. wah mantap ini, kalau bisa budidaya kayaknya cocok juga nih..

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya..memang cocok banget ini buat budidaya:)

      Delete
  64. Wah, bagus sekali artikelnya...memberi ide baru..

    Selamat ya mbak..Oh ya kalo boleh saya nanya, waktu mendapat juara 2 di lomba blog voa, dihubungi oleh pihak voanya berapa lama ya mbak setelah pengumuman ??

    Terima kasih n__n

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, dihubungi untuk konfirmasi hadiahnya kok:)

      Delete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.