Ketika aku keluar dari ruangan hendak mencari dokumen, ku lihat tabloid tergeletak di meja kerja temanku. Sebenernya bukan tabloid baru, karena kulihat edisinya terbitan sekitar 2 minggu lalu. Di kantor memang ada yang langganan tabloid, yang dibutuhkan rubrik masaknya, kebanyakan ulasannya kan tentang (gosip) selebriti. Dan aku memang sesekali saja ikut-ikutan membaca kalau ada berita yang menarik.
Aku pun berhenti sejenak, iseng-iseng membuka-buka sekilas tabloid tersebut. Halaman demi halaman kubuka hanya aku baca head line beritanya, menurutku baca tabloid sepintas kilas saja sudah cukup. Ketika aku sampai pada sebuah halaman kisah, membaca nama tokoh yang di tertera sebagai judulnya membuatku tertarik untuk membaca isi kolom kisah tersebut. Sepontan nama yang aku baca mengingatkanku pada seorang teman yang aku kenal dari dunia maya sekitar 4 tahun silam. Berteman yang dimulai dari chatting memang sudah bukan hal baru buatku, kalau orang-orang banyak yang under estimate tentang jalinan pertemanan cyber...buatku berteman bisa dimulai dari banyak cara, bisa berawal melalui beragam media. Dan internet buatku cukup memberiku space untuk kenal beragam orang dengan karakternya masing-masing. Bagiku itu justru membuatku lebih bisa belajar mengenal orang lain di luar sana, bisa bertukar pikiran dengan beragam orang dengan aneka latar belakangnya, bisa juga untuk learning by doing untuk integritas diri. Seperti kalimat bijak yang pernah aku baca dari sobekan koran bekas bungkus nasi ketika aku masih sekolah “urip iku ngeli ning ojo keli”......hidup itu mengalir tapi jangan terbawa arus....Maka kalau aku kenal dan berteman dari media maya, apa yang dia sampaikan dan ceritakan aku anggap itulah deskripsi yang dia inginkan untuk aku kenal. That’s the start data only, for futher will be visible after grounded, at least jika ada orang yang sama-sama kita kenal meski kenal dari jelajah cyber the friendship not blind totally.
Kembali pada uraian yang mengisi dua halaman tabloid tadi, paragraf demi pragraf yang aku baca semakin membuatku aku yakin kalau sosok yang di ulas tersebut adalah orang yang sama yang pernah aku kenal sekitar 4 tahun silam. Chatting (kala kebetulan aku pas OL), sms, atau telpon. Yang kami bicarakan banyak hal, dan aku yakin dia orang yang berwawasan luas. Dia cerita tetangga istrinya yang meninggal sewaktu gempa melanda Jogya tahun 2006, tentang putri bungsunya yang lolos dari gempa dan tentang profesinya sebagai tukang becak, lokasi mangkalnya serta penumpang langganannya yang wisatawan asing (dari Belanda). Jujur sejujurnya satu hal yang tidak ku percaya kala itu adalah “ apa iya dia beneran tukang becak?” Masak tukang becak tiap hari On line, suka nulis, dan rajin ke warnet (4 tahun lalu warnet belum semudah sekarang akses nya, bahkan kala itu untuk menghemat pengeluaran ke warnet aku ambil sistem paket Rp. 30.000,- dengan masa aktif sebulan. Kalau tidak seperti itu, billing internet pembulatannya satu jam kan boros tho?). Jadi bagaimana aku tidak ragu kalau dia berprofesi sebagai tukang becak yang menafkahi 3 orang anak sebagai single parent?. Tapi ya sudahlah, tukang becak atau bukan tidak masalah, ANDAI (kesimpulanku kala itu) dia memang benar tukang becak tentunya dia tukang becak yang tidak sembarangan, tukang becak yang high class wong langganannya saja wisatawan asing dan andai jadi penumpangnya mungkinaku juga tidak sanggup bayar tarifnya. Maklum kalau bisa berwisata juga kelasku masih back packer alias mbolang, hehehe... ....siapapun dia toh sepanjang aku mengenalnya dia merupakan teman yang baik, enak di ajak ngobrol, bisa sharing banyak hal, serta suka memberikan nasehat. Waktu berlalu, kemudian kami jadi jarang ‘ketemu’ bareng OL, karena kesibukan kuliah (lagi) sehingga aku jarang ke warnet, kalau ke warnet juga seperlunya kemudian di tambah HP hilang kemudian cyber friensdhip dengan Pak harry (demikian aku selalu memanggilnya) jadi blank sampai aku baca tabloid yang memuat kisah “harry van jogya, Penulis The way Becak”
Kembali pada uraian yang mengisi dua halaman tabloid tadi, paragraf demi pragraf yang aku baca semakin membuatku aku yakin kalau sosok yang di ulas tersebut adalah orang yang sama yang pernah aku kenal sekitar 4 tahun silam. Chatting (kala kebetulan aku pas OL), sms, atau telpon. Yang kami bicarakan banyak hal, dan aku yakin dia orang yang berwawasan luas. Dia cerita tetangga istrinya yang meninggal sewaktu gempa melanda Jogya tahun 2006, tentang putri bungsunya yang lolos dari gempa dan tentang profesinya sebagai tukang becak, lokasi mangkalnya serta penumpang langganannya yang wisatawan asing (dari Belanda). Jujur sejujurnya satu hal yang tidak ku percaya kala itu adalah “ apa iya dia beneran tukang becak?” Masak tukang becak tiap hari On line, suka nulis, dan rajin ke warnet (4 tahun lalu warnet belum semudah sekarang akses nya, bahkan kala itu untuk menghemat pengeluaran ke warnet aku ambil sistem paket Rp. 30.000,- dengan masa aktif sebulan. Kalau tidak seperti itu, billing internet pembulatannya satu jam kan boros tho?). Jadi bagaimana aku tidak ragu kalau dia berprofesi sebagai tukang becak yang menafkahi 3 orang anak sebagai single parent?. Tapi ya sudahlah, tukang becak atau bukan tidak masalah, ANDAI (kesimpulanku kala itu) dia memang benar tukang becak tentunya dia tukang becak yang tidak sembarangan, tukang becak yang high class wong langganannya saja wisatawan asing dan andai jadi penumpangnya mungkinaku juga tidak sanggup bayar tarifnya. Maklum kalau bisa berwisata juga kelasku masih back packer alias mbolang, hehehe... ....siapapun dia toh sepanjang aku mengenalnya dia merupakan teman yang baik, enak di ajak ngobrol, bisa sharing banyak hal, serta suka memberikan nasehat. Waktu berlalu, kemudian kami jadi jarang ‘ketemu’ bareng OL, karena kesibukan kuliah (lagi) sehingga aku jarang ke warnet, kalau ke warnet juga seperlunya kemudian di tambah HP hilang kemudian cyber friensdhip dengan Pak harry (demikian aku selalu memanggilnya) jadi blank sampai aku baca tabloid yang memuat kisah “harry van jogya, Penulis The way Becak”
Membaca keseluruhan ulasan kisah di tabloid tersebut , aku bisa punya confident Level 99,9% bahwa dia adalah orang yang sama yang aku kenal. Really great achieve, now he’s become popular with his book The way becak. Iya sey, masih ada kemungkinan 0,01% dugaanku meleset. Karena itu, ketika menyalakan YM aku beranikan diri menuliskan sapaan, setelah cukup lama vacuum tapi ID YM’nya memang masih ada di friendlistku. Ragu-ragu juga sey sebenarnya, kalau Pak Harry memang sudah jadi orang yang terkenal tentu sibuk dan apa masih mau kalau aku sapa di YM?. Tapi aku ingin mencari jawaban 0,01% agar hipotesaku tentang sosok yang aku baca di tabloid bisa jadi kesimpulan yang akurat.
Tarararaaa.....reply muncul di Ymku, and he’s really the same person, sosok di tabloid memang pak haryy teman cyber yang aku kenal. Orang yang aku ragukan sebagai tukang becak dan ternyata memang dia tukang becak yang luar biasa. Kalau dulu Pak harry suka memberi nasehat, maka sekarang Pak harry adalah sosok yang memberikan inspirasi....no matter who you are...you still have chance to achieve....to reach your dream...He proven that no one can change your life but you..
Terima kasih buat pak harry~~ harry van jogya~~ I learn so much from you...
Ngaturaken agunging pangaksami kagem sedantenipun.....