Ada yang bilang bahwa selain seperti panggung sandiwara, hidup juga bisa diibaratkan “lukisan”. Lukisan adalah out put dari hasta karya saat tangan memainkan kuas dengan memoleskan warna-warni di atas kanvas.
Bismillahirrahmaanirrahiim, Bagaimana hasil lukisan tergantung pada keputusan kita memilih warna dan mewarnakannya pada sketsa yang telah dibuat. Sketsa yang telah dibuat pun masih ada peluang untuk mengalami revisi dan perbaikan manakala dicermati (sebelum dimulai pewarnaan) ternyata perlu ada tambahan atau pun penyesuain bentuk. Saat kuas yang kita pegang bergerak gemulai menggoreskan wewarnaan ke atas selembar kanvas dengan kombinasi-kombinasi tertentu, bagaimana hasilnya pun tergantung warna yang kita pilih dan komposisi. Akan bagaimana hasilnya, tergantung siapa dan bagaimana caranya melihat dan menilai. Termasuk juga apakah melibatkan unsur subyektifitas atau pure menggunakan sudut pandang yang obyektif.. Apalagi jika yang jadi obyek adalah lukisan beneran? Artinya, ada banyak variable yang mempengaruhi sebuah opini, pendapat, penilaian dan seterusnya.
Aiiiihhhh, tulisannya lagi begaya sok ngerti dunia lukis melukis ya? Sekedar coret-coret menggambar bunga matahari, sawah dan gunung, Alhamdulillah bisa sih yang hasilnya seperti anak TeKa belajar menggambar. Tapi melihat dan menilai sebuah karya lukis?.
(Hadiah) Lukisan Kaligrafi |
“Menurutku setiap lukisan ya indah dan artistik karena merupakan karya seni…” demikian jawab saya ketika minggu lalu Kang Suami membawa pulang lukisan kaligrafi dan menanyakan pendapat saya mengenai lukisan tersebut.
“ Emang lukisan dari siapa ?”
“ Titipan dari Habib Novel, katanya buat istrinya Abii…”
“ Emang Habib sekarang suka melukis juga ya ?”
“ Di kasih pas ngisi pengajian di sekolah apa gettu. Lukisan dari salah satu siswa di sekolah tersebut. “
“ Terus piye kalau jawaban dari sisi kuratorisme…nyrempet-nyrempet sedikit bolehlah…anggap saja Belajar MEMBACA Lukisan ”
“ Hemmm….apa ya? Secara teknik melukis, sepertinya sudah bagus skill-nya. Goresan warnanya halus, gradasinya natural. Komposisi warnanya juga oke…Secara keseluruhan sudah oke tuh. Dan….menurut sudut pandang orang amatir dan gagap soal lukisan neh, kalau improvisasi pada back ground di mainkan lebih lepas lagi, lukisan kaligrafi ini bisa deeply impression at the first sight “, *demikian kupas singkat dari orang yang gak ngerti tentang lukisan. After all, highly appreciated untuk sang pelukisnya. He painted so well *
Ketika lukisan sudah selesai dan warna mengering, beberapa waktu berlalu dan saat kita melihatnya lagi, “rasanya” ada yang kurang pas atau bahkan “keliru” penempatan warnanya. The painting is painted. Perhaps, kita masih bisa mempermaknya lagi. But there is more important lesson than just make over it. Diluar konteks Ilahi sang Maha Pelukis, bukankah ada nasehat yang bijak: lukisan yang telah jadi tak ubahnya seperti hari kemarin yang tak bisa di otak-atik lagi. Tapi masih ada kanvas-kanvas berikutnya yang lebih penting untuk diwarnai agar menjadi lukisan yang lebih indah dari sebelumnya. Tentu saja dengan belajar mengambil pelajaran dari lukisan sebelumnya.
Seorang pelukis tak akan berhenti dengan satu karya lukis. Lukisan yang sudah jadi tak perlu terlalu disesali, sejelek apapun itu. Merasa kecewa dan menyesal, it’s normal for being human. BUT One (fine) day, saat melihat lukisan yang dianggap lukisan “gagal” tersebut, kita tak akan tahu kalau justru akan bisa tersenyum dan deep inside mengakui bahwasanya setiap pilihan yang kita buat akan membawa pada pilihan-pilihan baru berikutnya yang harus disikapi dengan pengambilan keputusan.
Yaahh komen ku ilaang :'(
ReplyDeleteAku ga ada lukisan di rumah mbak jadi belum bisa belajar membaca lukisan..
Kalau beli sendiri belum pernah, maunya dikasih aja mbak, hahaaha
Lukisan dapat berupa pesan, imajinasi, cermin diri dari seorang pelukis. Mengenai keindahannya sangat tergantung dari masing-masing diri seseorang.
ReplyDeleteAku sih cuma bisa baca kalau itu shalawat... Hehe
ReplyDeleteDalam kaligrafi arab kalo ga salah itu jenis tulisan khat diwani
ReplyDeleteMantap.
DeleteLukisannya bagus. Jadi inget tukang lukisan kaligrafi yang suka lewat. Kalau lewat dia pasti ceramah. Gayanya ikutin Aa gym. Jadi tetangga suka pada ngumpul dengerin
DeleteLukisan itu menggambarkab seribu makna.
ReplyDeleteSaya anak guru menggambar ...
ReplyDeleteTetapi ... jujur ... saya masih tetap tidak mengerti ... mengapa lukisan (yang menurut saya) amburadul itu bisa dihargai sedemikian tinggi sekali ...
(saya tidak akan pernah bisa mengerti seni)(hehehe)
Salam saya Mbak
Kalau lukisan saya hanya bisa melihat isi gambarnya saja, misalnya pemandangan pegunungan, atau pantai, hanya sebatas itu tanp bisa menilai lebih dalam mbak Rie :)
ReplyDeleteBelum pernah punya juga karena harganya mahal biasanya :)
Jadi inget pas sekolah dulu pernah di suruh gambar kaligrafi, alhamdulillah dapet juara walau gak juara 1.. hehe... tapi ya gak bisa mengartikan juga, bisanya gambar doank:)
ReplyDeleteimprovisasi pada background...... mantab ibu satu ini...cocok benar jadi ahli kurator lukisan....keren
ReplyDeletekeep happy blogging always..salam dari Makassar - Banjarbaru :-)
Aku sih gak pinter menggambar, Mbak. Jaman sekolah dulu malah benci pelajaran melukis. Tapii saya suka lihat pameran lukisan. Kalau dijalan-jalan saya menikmati mural di sepanjang jalan. Mungkin efek pengen jadi pelukis tapi gak kesampaian, cuma bisa jadi penikmat aja hehe..
ReplyDeleteKarena lukisan itu indah. :)
ReplyDeleteSeni lukis semakin tenggelam ditelan Hp Android,,,
ReplyDeletesaya yakin nantinya lukisan akan menjadi harta karun yang harganya sampai millyaran...
melukis dapat menjadi sarana untuk menuangkan ide bagi pelukisnya.
ReplyDeleteDengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar.
ReplyDelete