Tunggak Jarak Mrajak, Tunggak Jati Mati

Secara Sadar Hati ~ Bismillahirrahmaanirrahiim bahaSA DAeRah HArus diminaTI, sebagai orang yang lahir dan dibesarkan dengan bahasa pengantar Bahasa Jawa dan hingga sekarang pun berdomisili di central of Java, maka sehari-hari  berbicara Boso Jowo dengan logat Lamongan. Kalau bertemu dengan sesama Orang Jawa, biasanya saya lebih suka menggunakan bahasa percakapan Jowo-an saja. Karena terbiasa berbahasa Jawa, kadang suka keceplosan ngomong Jawa saat berbicara dengan orang yang non Jawa. Atau bicara Bahasa Indonesia tapi bercampur Jowo. Bagi yang pernah berinteraksi dengan orang Jawa Lamongan (seperti saya), tentu pernah mendengar penggunaan kata-kata seperti: bereng, genyo, mari, muleh, sugeh, puteh, koclok, ora ilok, geneyo, dan masih banyak lagi kekhasan Bahasa Jawa dalam kultur Lamongan. Maka benar banget jika bahasa daerah kita sungguh kaya, sekaya sumber alam kita. Misal dalam tatanan tatakrama, kata makan saja bisa memiliki beberapa tingkatan, mulai yang biasa (kasar): mangan--> nedo --> dhahar. 

Terkait dengan kekayaan Bahasa daerah, mulai ragam bahasa, kosa kata dan gramatikalnya, bagi yang dibesarkan dalam ranah Jawa, pernah mendengar kan peribahasa ini: Tunggak Jarak Mrajak, Tunggak Jati Mati. Peribahasa ini sudah akrab di telinga saya sejak usia kanak-kanak, bahkan mungkin sebelum saya mengenal bangku sekolah. 
Matahari terbit diantara pohon jati yg meranggas
(Picture By Dian)
Adalah Ibu saya yang mengenalkan kalimat tersebut, baginya peribahasa Jawa tersebut tak hanya bisa meredakan gundah gulana dan sedikit menetralkan rasa pahitnya hidup, tapi juga diyakininya suatu saat anak-anaknya bakal bisa hidup lebih baik dari yang sedang di alaminya saat itu.  Ketika kondisi ekonomi yang sulit semakin meningkat levelnya hingga akut, ketika cari pinjaman uang dari pintu  ke pintu tapi yang di terima malah sindiran/cibiran yang kalau diverbalkan kira-kira “atase wong mlarat wae kok neko-neko nyekolahno anake”.

Ibu bilang  kalau Tunggak Jarak  Mrajak, Tunggak Jati Mati, sembari memberikan contoh sebuah keluarga yang anaknya banyak dan dulunya juga hidup serba pas-pasan tapi toh anak-anaknya bisa meraih sukses. Sekaligus juga menyebutkan contoh sebuah keluarga yang kaya, sawahnya luas dan memiliki perhiasannya banyak tapi anak-anaknya malah rebutan harta yang ditinggalkan orang tuanya yang endingnya harta itu habis sehingga anak-anaknya mau tak mau mencari nafkah kesana kemari karena tidak memiliki pekerjaan yang jelas.  Yang dalam kalimat Ibu saya “ disik wong tuwone uripe susah, dienyek-enyek. Akhirnya anak-anake iso urip mulyo kabeh tho. Gusti Allah ora turu, nek turunane wong mlarat iku ora selawase bakal urip susah.” 

Dimulai dari akhir era 70an, ketika kebutuhan semakin berlipat ganda dan sekolah masih dianggap exclusive, tapi orang tua saya bersikeras agar anak-anaknya bisa sekolah karena berharap agar memiliki kehidupan yang lebih layak dari yang dialaminya.  Sedangkan bagi kebanyakan keluarga yang lain, meskipun berkecukupan materi tapi enggan menyekolahkan anak-anaknya karena takut hartanya berkurang. Lebih baik nanti hartanya dibagi-bagi sebagai warisan, atau bagi yang senasib dengan kami, banyak memilih untuk menyuruh anak-anaknya bekerja mengumpulkan uang daripada sekolah buang-buang uang dan waktu. 

Peribahasa yang dipegang teguh oleh orang tua kami memang bukan mantra sim sala bim. Butuh waktu, tenaga, keteguhan hati, menguatkan perasaan karena harus tega mengajak anak-anaknya yang masih SD juga ikut berjibaku bekerja jadi buruh tani atau angon sapi orang lain, makan asal ada nasi dengan lauk garam/sambal korek, bayar SPP nunggak-nunggak, kalau pun harus beli baju ya baju second yang dijual keliling kala itu.

Dan, sekian puluh tahun kemudian…
Mengutip kalimat yang disampaikan oleh adik bungsu saya, ketika mewakili keluarga untuk memberi sambutan (memperkenalkan) keluarga dalam acara walimah “ …. Bapak Ibu kami berprofesi T-A-N-I (dieja), bukan TNI lho? Dan bisa dibilang wong TANI tanpa sawah, tidak pernah merasakan indahnya duduk di bangku sekolah, jadi harap dimaklumi jika kedua orang tua kami tidak bisa berbahasa Indonesia. Tapi InsyaAllah bisa nyambung kok kalau mendengarkan percakapan Bahasa Indonesia. Alhamdulillah, ke-10 anaknya bisa baca tulis semua… “

Jika ilustrasi di atas masih memiliki unsur subyektif dimana tingkat keberhasilan kami, mungkin belum seberapa dibandingkan pencapaian kesuksesan orang-orang lain.  Tapi dalam skala ukur dan variable yang dihadapi orang tua kami, boleh kan saya memantaskan case keluarga (besar) kami sebagai contoh Tunggak Jarak  Mrajak, Tunggak Jati Mati
Pinjam dari FB Suparto
Contoh lain yang LEBIH REPRESENTATIF dalam menerjemahkan peribahasa di atas dengan tingkat kesuksesan yang spectakuler adalah SUPARTO (teman sekolah di SMP – SMA) yang sukses menjadi wirausahawan dibidang peternakan. Untuk liputan kesuksesannya yang menginspirasi sudah pernah tayang dalam acara Sarjana Kembali Ke Desa dan Kick Andy. Saya ambil dia sebagai contoh nyata dalam membuktikan peribahasa (atau filosofi?) Tunggak Jarak  Mrajak, Tunggak Jati Mati. Suparto menyelesaikan pendidikannya dengan berlatar kondisi ekonomi yang sulit, orang tuanya petani sederhana di Desa Gunungrejo, Kedungpring, Lamongan. Untuk lulus SMA dan kemudian bisa sukses wisuda dari Kedokteran Hewan di Unair dengan predikat lulusan terbaik tingkat fakultas tahun 2000, ia bekerja keras tak kenal lelah agar bisa membiayai sekolahnya. Maka baginya betapa gelar sarjana memang sangat mahal bagi kebanyakan orang seperti dirinya. Setelah lulus kuliah, Suparto sempat bekerja di salah satu perusahaan peternakan yang cukup ternama, tapi hanya setahun dan mengundurkan diri karena ingin kembali ke desanya. Ia ingin mengubah desanya yang miskin menjadi desa peternakan yang makmur dan dimulai dengan usaha berternak ayam petelur. Tak ayal dia pun menerima cemoohan warga desa "Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau hanya untuk beternak ayam di desa," kata mereka.

Bagi Suparto, ejekan orang desanya adalah tantangan untuk membuktikan bahwa peternakan itu berbeda jika dihandle oleh orang yang punya ilmunya. Dalam tempo setahun dia berhasil membuktikan usaha ternak ayamnya bisa menghasilkan keuntungan banyak. Orang-orang yang awalnya mencemooh, akhirnya ikut bergabung karena memang usaha itu terbukti bisa memberikan keuntungan yang besar. Di tahun 2008, Suparto berekspansi dengan memulai usaha peternakan sapi potong dengan 37 ekor sapi yang kemudian berkembang jadi 215 ekor.

Pinjam dari FB Suparto
Kini, Sebagian besar warga di desa yang dulu hanya menjadi buruh ternak, kini telah menjadi peternak mandiri. Bahkan, sebagian anggota kelompok tani ternak ini berasal dari desa-desa sekitar, tak hanya dari Desa Gunungrejo. 

After all, 
Jika diringkas, Tunggak Jarak  Mrajak, Tunggak Jati Mati  adalah narasi lain mantra Man Jadda Wa Jadda dan merupakan filosofi yang memotivasi dengan luar biasa.

" Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
   sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri ( Qs. Ar Ra’d: 11) "


Tulisan ini disertakan dalam kontes GA Sadar Hati – Bahasa Daerah Harus Diminati



 Facebook | Twitter | Instagram | Linkedin 


NOTED: Sengaja pressure kisah pada pengejawatahan TUNGGAK JARAK MRAJAK karena saya lebih ingin menonjolkan nilai inspirasi dan motivasi bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih baik (sukses)


Tentang Suparto bisa dilihat di:

Noted: Alhamdulillah menang urutan ketiga di SINI.

Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

42 comments:

  1. Tunggak Jarak Mrajak, Tunggak Jati Mati itu bukannya bahasa motivasi Mba ?

    Salam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi pak,
      Setau saya itu peribahasa Jawa, dan sy beberapa org jg mengenalinya dgn makna yg semiripan. Walaupum ada pula yg memaknainya berbeda #jadi pengen nulis diperpanjang lago

      Delete
    2. ditulis jadi lagu aja Mbak

      Delete
    3. Nanti pak zach yg aransemen yaa

      Delete
  2. kehidupan memang demikian....ibarat roda kehidupan,,terkadang di atas terkadang pula di bawah,,,yang penting bagaimana bisa mengisi kehidupan dengan kebaikan agar berakhir juga dengan kebaikan....selamat berlomba semoga menjadi salah satu yang terbaik,,,keep happy blogging always,,,salam dari Makassar :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hidup itu berputar, walaupun yg kaya itu sangat mungkin utk bisa kaya lagi keturunanya, tapi juga sangat mungkin yg kondisinya serba pas-pasan utk naik lebih baik kondisinya. KArena siapa yg mau berusaha, Allah akan memberika jalan terbaikNYA

      Delete
  3. Pribahasaya pernah denger tapi baru tahu artinya di sini mbak hehehe...

    kalau gak salah mangan--> nedhi/nedho --> dhahar Mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. oooo, kalau nedhi (di desaku) artinya minta= bahasa krama madya untuk anak ke orang tua.

      Delete
  4. kalo denger unen-unen itu, kemrenyes Mbak, rasanya. hati menjadi tentram dari kemrungsungnya peradaban. iya nggak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya pak, peribahasa di atas bisa menentramkan hati dari galau duniawi

      Delete
  5. Tunggak jati sebenernya belum tentu mati lho ... ada banyak juga sih tunggak jati yang bersemi kembali :)

    Thanks sharingnya ya mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya Mbak, sebelum saya posting ini, sempat survey singkat mengenai peribahasa tsb. DAn faktanya, beda daerah beda grammar peribahasa, juga beda sudut pandang pemaknaan. Dan yg saya ambil adalah dr konteks yg diwejangkan Ibu saya selama ini (dan ini memiliki kesamaan juga dengan beberapa respon yg saya dapatkan sebelum posting)

      Delete
  6. kerja keras, ketekunan dan doa akan menjadikan sesuatu yg terlihat tdk mungkin menjadi mungkin ya mak...

    ReplyDelete
  7. Usaha maksimal. Semangaaaaat....

    ReplyDelete
  8. wolaa...gak buka letop sebulan jadi gak tau ada lomba gini yang sebegini menarik :(.

    Moga sukses dengan lombanya ya mbak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, tema GAnya menarik. Makanya ta usahain utk ikutan meski kudu kejar tayang.

      Delete
  9. kok tak goleki artine nggak ono sih?
    opo aq kelewatan sing moco.
    baleni pisan ngkas.

    oh iya, ada yang lebih halus dari dhahar mbak.
    Ngunthal :D

    saya sangat terinspirasi ini.
    semangat Sinau mbi nglembur ah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ono maneh sing luweh alus soko nguntal? Boso Jowo ala Suroboyoan, kamu pasti familiar kan dgn boso alusane ngunthal tho

      Delete
  10. bahasa daerah memang mulai banyak ditinggalkan
    #bahasa alay naik ke permukaan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya pak, kalau menggunakan bahasa daerah dianggap gak gaul. Yg dianggap trending jk bisa niru gaya bahasa selebritis atau alay kayak di sinetron

      Delete
  11. Terus terang saya baru pertama kali ini mendengar ungkapan bahasa Jawa seperti ini ...
    terima kasih Ririe telah memberikan penjelasan mengenai makna ungkapan ... bahkan mungkin nasehat yang baik ini...

    salam saya Ririe
    (3/10 : 11)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Peribahasa ini umum di jawa timur Om,
      Di jogya juga familiar dgn quote ini tp dgn definisi yg berbeda.

      Delete
  12. kisah Suparto itu inspiratif ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, saya sangat sangat salut padanya. Dan bangga karena kami pernah satu sekolah

      Delete
  13. Cerita yang sama juga saya alami Mba Rie. Alhamdulillaah meskipun tidak sampai kaya melintir tapi bisa bantu-bantu bapak Ibu sekarang. Sukses ya Mba GAnya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas, kalau sy melihat ukuran kesuksesan lbh dr kondisi awal. Start from.zero utk tiap2 orang ttp memiliki variabel yg berbeda.

      At least, dg sgala.kondisi yg srba pas ortu kita mampu menginjeksikan mantra man jadda wa jadda salah satunya dg peribahasa yg memiliki makna filosofi dan memotivasi

      Delete
  14. tiap kali kesini rasa2x pengen nyicil.,
    nyicil bacaan, soal agak panjang :)

    mf baru sempat mampir mbk..

    ReplyDelete
  15. intinya adalah usaha dan kerja keras serta pantang menyerah menghadapi cobaan

    ReplyDelete
  16. bahasa daerah adalah bahasa ibu yang harus kita lestarikan sampai akhir hayat demi kelestariannya.
    semoga cerita tunggak jarak tunggak jati mati lah yang memenangkan kontes nya ya...aaamiiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamin, ma kasih pak.
      semanagt menggunakan bahasa daerah

      Delete
  17. Bener Ibune, Tuhan Maha Adil. Enggak pandang siapa, mereka punya jalan masing2. Terpemting terud optimis dan berusaha ya. :)

    ReplyDelete
  18. saya sudah dikenalkan pribahasa tersebut sejak sd dulu...hehe..salam kenal. izin follow ya :)

    ReplyDelete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.