Sampai sekarang pun saya masih belum bisa menjawab secara precisely jika ada yang bertanya atau minta pendefinisian sosok Ibu itu bagaimana. 26 huruf dan 10 angka Bismillahirrahmaanirrahiim bisa dirangkai menjdai berjilid-jilid cerita, karya ilmiah, skenario drama, prosa, pantun dan aneka ragam karya literasi. Tapi untuk medeskripsikan apa, siapa dan bagaimana sosok ibu, sepertinya kombinasi 26 huruf dan 9 angka tersebut masih akan jadi laksa cerita dan definisi berkesinambungan tiada akhir.
Bapak dan ibuk, tentu punya peran penting yang proporsional dalam kapasitas dan posisinya masing-masing. Kehadiran dan posisi mereka senyatanya adalah peran yang saling melengkapi dalam rangka mendampingi anak-anaknya memasuki gerbang kehidupan, menjadi individu yang sebaik mungkin menatapi proses demi proses meunuju bahagia dengan tidak menjadi sosok yang individualis serta eling marang ingkang Maha Dumadi. Bapak dan Ibu adalah sepasang manusia yang berkolaborasi intens dengan landasan tak mengharap kembali ~ ikhlas.
"Kalau kau sudah selesai belajar, berkerja dan berkeluarga... Tidak banyak yang ibu inginkan... hanya dengan mengunjungi dan menyapa ibupun cukuplah". Kalimat yang tak pernah terucap, tapi sangat mungkin terbersit dihati setiap ibu. Harapan yang sederhana dan tidak neko-neko.
Selesai sekolah, bekerja dan berkeluarga...berserta ragam aktifitas terkaitnya, memunculkan satu alasan prestisius “SIBUK” sehingga tak ada waktu untuk mudik meski hanya sehari untuk menyapa ibu di kampung halaman. Kondisi inilah yang saya takuti sejak saya beranjak remaja. Karena itu, saya berjanji pada diri sendiri manakala sudah berada diluar rumah, bahwa akan berusaha untuk pulang menengok ortu sebisa mungkin. Semenjak kuliah dan kemudian bekerja di Banyuwangi, saya usahakan untuk bisa mudik sebulan sekali. Alhamdulillah, bahkan kadang sebulan bisa lebih dari sekali menikamti aroma udara di rumah yang bagi saya memiliki daya magic tersendiri yang mengembalikan lagi segala pixel-pixel peristiwa semenjak saya kecil hingga beranjak remaja dan memulai hidup di rantau [Surabaya maksudnya].
Dan Alhamdulillah, setelah saya menikah pun masih bisa ajeg untuk mudik. Ritual mudik yang tak hanya hari raya ini memang sudah menjadi salah satu permintaan yang [akan] saya ajukan pada [calon] suami, selama kedua orang tua masih hidup saya mengajukan permintaan agar bisa mengunjungi ortu. Ini karena berdasarkan keyakinan saya bahwa ketika sudah menikah saya adalah tanggung jawab suami. Jadi, saya perlu mendeclare-kan sejak masa ta’aruf agar sama-sama enjoy kan? Calon suami yang baik tentu tak akan keberatan selama segala keadaan normally jika [calon] istrinya berkeinginan untuk rajin bersilaturahim ke orang tuanya tho?
Setiap detik IBU mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang terhadap anak-anak serta keluarganya. Dan 22 Desember, seluruh dunia mentahbiskan sebagai hari ibu. Rasanya memang tidak equivalent dengan segala kiprah seorang Ibu dan hanya one day kita bersikap istimewa serta mengistimewakan Ibu. Dan saya pun yakin, bahwa tidak ada satu orang ibu pun yang menginginkan anak-anaknya tak beranjak dari sisinya. Kecil dibesarkan, di sekolahkan, dibekali dengan pendidikan akhlak, pegetahuan umum dan etika yang cukup, harapan Ibu agar anak-anaknya bisa berperan aktif dengan mengaktualisasikan segenap kemampuan diri di lingkungan masyarakatnya. Ibu membesarkan anak-anaknya BUKAN untuk kepentingan dirinya sendiri. Inilah salah satu esensi kenapa ada hari Ibu, agar jadi reminder bagi setiap anak yang sudah aktif dengan kesibukannya untuk meluangkan waktu khusus untuk sang Ibu.
Hemm, speechless mau nulis apa lagi. Mestinya tulisan dengan tema ttg IBU ini publish pas tanggal 22 Desember, serentak dengan anggota KEB lainnya. Lha dasar saya yang labilisasi nulis jadi gini deh molor baru nge-post H+2 deh.
Here I am, nulis tentang Ibu setelah berada kembali di LA dan langsung lanjut pada epilog saja, Ibuku lebih dari sekedar pahlawan tanpa tanda jasa dan Ibuku juga bukan malaikat karena malaikat hanya punya satu jenis tugas, sedangkan seorang IBU memiliki multiperan yang terdispersikan secara automatically [tanpa diminta] dalam bentuk sikap, perkataan, doa dan segala kiprahnya.
Setuju banget dengan ide pemahaman mendasar dalam artikel ini, antara suami-istri saling mendukung dalam suatu komitmen bersama-semisal mengunjungi ortu,bukan ? Bagus deh mbak...
ReplyDeleteSaya acungkan jempol berlusin-lusin jika Mbak Rie telah memiliki komitmen bersama suami untuk selalu memuliakan Ibu dengan serignkali menjenguk beliau meskipun tidak hari raya. Ini perkara sepele tetapi sangat bermakna bagi orang tua
ReplyDeleteIya mba,,,setuju bnget sm pemahaman mba yg kya gitu,,,,
ReplyDeleteceiyeeeh dalem banget jenk. sy dukumg komitmen jenk bersama suami.... ^_^
ReplyDeletebetul jeng..
ReplyDeletenanti di depan pasar, setelah ketemu bu broto sama bu cokro, kita ngumpul lagi ya jeng..
(ngerumpi)
tu Mbak ada kata "menikamti". hayoo ganti dulu. hehe
ReplyDeleteMenikmati tentunya hiehiehie, Masa MENIKAM sih. Pembunuhan donk
DeleteIbu dan ayah, memang dua sosok yang tak akan pernah mampu kita balaskan jasa2nya ya Rie. Setiapnya memiliki peran dan proporsinya masing-masing. Dan ibu, tiada yang mampu menandinginya, terutama dalam 'menyediakan' rahimnya untuk kita tempati selama sembilan bulan sepuluh hari, menyusui dan membelai kita dengan penuh kasih sayang. :)
ReplyDeleteArtikel yang sangat menyentuh dan semakin menumbuhkan rasa kasih terhadap ibu, duh, jadi kangen ibu deh aku Rie... Hiks.
Selamat hari ibu ya Rie, semoga kita juga mampu menjadi ibu terbaik bagi anak2 kita yaaaa...
yang jelas jangan ngaku keren kalo masih membuat ibu menangis :)
ReplyDeleteSelamat hari ibu mbak.... jadi kangen ibu juga...
ReplyDeleteMasih mending H+2 mbak, ... saya udah H+3 masih juga belum nulis, .. :D =))
ReplyDeleteWalau ibuku bukan malaikat, tapi dia merupakan sosok syurga yang berjalan di atas lempeng dunia ini loh mba...... he,, he,, he,,,
ReplyDeleteSalam