Kisah Kasih Permainan Bola Bekel

Membahas tentang permainan masa kecil, Bismillahirrahmaanirrahiim hampir semua saya sukai tidak terbatas pada permainan yang diperuntukkan bagi anak-anak perempuan. Beberapa permainan yang umumnya dimainkan oleh anak laki-laki juga ada yang saya mainkan bersama teman-teman. Mulai dari petak umpet, gangsing, kelereng, das-dasan, engkle (permainan melompat-lompat satu kaki dimana kaki kanan bagian atas dikasih batu sekepalan tangan yang nantinya dilemparkan pada tumpukan batu punyanya lawan), Pathil lele,  lompat tali, kasti, bongkar pasang kertas, cublak-cublak suweng, masak-masakan, layang-layang, yoyo (meskipun tak terlalu piawai), egrank (meski hanya suskses satu – dua langkah), layang-layang juga (pinjam punyae adik), bekel dan masih banyak lagi jenis permainan yang saya mainkan dengan penuh suka cita. 

Oh No, kenapa saya malah ngabsen aneka dolanan jaman unyu-unyu neh???. Harus segera Back to the topic, cerita tentang Permainan Masa Kecil yang punya kisah kasih dramatis yaitu Bola Bekel. Permainan yang mengandalkan pada kecepatan gerak tangan ini termasuk permainan tradisional yang masih bertahan dari masa ke masa. Setidaknya, di era gen Z ini saya masih menjumpai anak-anak yang bermain bola bekel. Permainan yang biasanya dimainkan anak-anak putri, bisa dimainkan  sendiri, berdua atau lebih yang dimulai dengan hompipah atau suit.  
Mainan tradisional; dolanan bocah
Satu Set Mainan Bola bekel
Permainan bekel ini memainkan sebuah bola berbahan karet seukuran bola ping pong dan bisa memantul saat menyentuh lantai (permukaan lantai keras dan halus). Ada 6 – 12 bijih bekel yang dimainkan bersama sebuah bola bekel dengan aturan main yang flexible berdasarkan kesepakatan.
Pada awal permainan merupakan level yang paling mudah yaitu Mi: ‘hanya’ mengambil dan menggengam satu demi satu bijih bekel saat bola masih di udara dan menyebarkannya di lantai semua bijih bekel tersebut. Mulai satu per satu, dua-dua, tiga-tiga dan seterusnya sebanyak jumlah biji bekel yang dipergunakan. 

Jika level Mi yang asal bisa mengambil, menggenggam dan menyebarkan kemabli di lantai sudah berhasil dilewati, level berikutnya adalah menata, mengatur atau memposisikan bijih-bijih bekel tersebut agar sama semuanya. Tahapannya juga sama dimulai satu per satu dan selanjutnya hingga semua bijih bekel habis. Pola permainan lanjutan (versi saya dan teman-teman dulu), ada 4 tantangan penataan posisi (sesuai permukaan  bijih bekel yang terdiri 4 sisi) :
  1. Bagian atas (punggung yang mblendug) atau Roh,
  2. Bagian bawah (perut, yang ada cekungannyan) atau Pit,
  3. Dan dua sisi samping dimana masing-masing sisi ini memiliki tanda yang berbeda, ada semacam tanda TITIK dua dan TITIK tiga .
Bagian perut, yang ada cekungannyan atau Pit
(Dua) sisi samping
Bagian atas (punggung) yang mblendug atau Roh
Permainan akan dilakukan sampai pada level berapa, ditentukan lebih dulu. Semakin tinggi levelnya, berarti semakin banyak bijih bekel yang harus disamakan posisinya dalam sekali lemparan bola bekel. Dianggap gagal dan harus ganti giliran ke teman lainnya ketika bola bekel sudah menyentuh lantai tapi bijih-bijih yang harus disamakan posisinya belum selesai atau bola sudah jatuh duluan. Semakin cekatan dan cepat tangan menata bijih bekel tanpa kesalahan, maka akan semakin lama jatah saya memainkan bola dan bijih bekel tersebut.
Kalau dari sisi menarik, saya yakin mulai generasi awal yang mengenal permainan ini  hingga anak-anak sekarang yang masih melestarikan dolanan bola bekel, (disadari atau tidak) sekaligus belajar mengeksplorasi banyak hal. Ingat saya, SMP masih main bola bekel dan honestly, gara-gara mau ikutan lomba mengenang permainan masa kecil akhirnya membawa saya pada sisi lain dari permainan bola bekel. Beberapa aspek edukatif tersebut  antara lain:
  1. Menstimulasi untuk menerapkan konsep strategi. Untuk bisa mendapat jatah berrmain yang lama tentunya harus bisa mempertahankan diri   dengan seminimal mungkin melakukan kesalahan.
  2. Unsur pembelajaran ilmu hitung (matematika) karena setiap kali mengambil bijih bekel tentu secara spontan kita juga berhitung kan?.
  3. Latihan mengklasifikasikan benda yang bisa dipetik dari level-level memposisikan bijih bekel.
  4. Membuat estimasi atau forecasting dan mengatur strategi kecepatan gerak, seberapa lama bola bekel melambung di udara dan bagaimana caranya agar tangan bergerak cekatan mengambil bijih bekel dan  mengharmonisasikan.
  5. Mengasah percaya diri, kepekaan, ketelitian dan kejujuran, baik saat giliran diri sendiri maupun ketika mengamati lawan main. Yang namanya permainan dengan ragam anak-anak, ada kemungkinan lawan main bablas  melanjutkan permainannya, entah sadar atau sengaja saat sudah melakukan kesalahan.
  6. Ada spektrum untuk belajar berkomunikasi dan berdiskusi alias ada transfer ilmu demokrasi tanpa doktrinasi karena kan masing-masing anak harus punya giliran bermain yang sesuai aturan main yang telah disepakati bersama.  
  7. Belajar sportif, menghargai dan tidak menggangu orang (teman) lain. Saat sedang memainkan bola bekel kan harus memperhitungkan kecepatan tangan agar linear dengan waktu yang dibutuhkan bola bekel sebelum mendarat lagi dilantai.  Sedikit saja terganggu atau kena gangguan, langsung deh buyar konsentrasinya. Mau buktinya, yuk main bola  bola bekel lagi sama saya ?
  8. Dan tentunya juga efektif untuk melatih rasa percaya diri, tetap tenang (sabar) tidak mudah terbawa emosi manakala ada teman yang usil/iseng mencoba  mengacaukan konsentrasi permainan. dengan teman untuk menentukan menang dan kalah.
Point-point di atas tentu hanya sebagian, masih banyak sisi edukasi lainnya yang bisa digali dan dioptimalkan jika ingin menggunakan permainan bola bekel untuk anak-anak di era gen Z ini.
Tapi ada Kisah Kasih Bola Bekel yang terbelah yang tak bisa saya lupakan. Di masa saya masih berjaya dan wajar dengan berbagai aktifitas bermain, sebenarnya mayoritas benda/barang yang dipakai untuk mainan tersebut tidak membeli alias buatan sendiri atau dibuatin oleh saudara atau teman. Saya tidak pernah punya boneka kala itu. Main masak-masakan sudah cukup menyenangkan dengan menggunakan kaleng dan barang bekas lainnya. Eh...karet untuk lompat tali hasil pembelian sih. Intinya, tidak ada kamus untuk beli barang-barang mainan. 
Awal mula saya mulai kenal permainan bola bekel saat masuk sekolah dasar. Hampir tiap kali main nunggu ada teman yang ngajakin. Secara tidak terduga, di suatu hari Minggu ketika kelas 2 SD, sepulang berjualan di pasar (Mbok’e dan salah satu kakak perempuan) memberikan bungkusan yang isinya sebuah bola bekel dan 6 bijih bekel. Gembira, suka cita dan  rasa kejutan indah lainnya membuncah lengkap di hati saya. 
Ada kisah kasih dalam satu set bola bekel yang luar biasa. Saya yang tak pernah terpikirkan untuk minta dibelikan mainan tiba-tiba dibelikan 1 set bola bekel. Terlebih dengan jenis bola bekel yang bening, yang memiliki daya lenting lebih tinggi daripada jenis bola bekel yang penampakannya buthek.

Tak menunggu lama, saya pun segera bermain dengan tetangga sebelah rumah. Dengan mencari lantai (tanah) yang permukaannya halus, kami pun asyik bermain. Menjelang siang, ada temannya  Cak No ~ salah satu kakak saya (kebetulan saya manggilnya juga Cak No dan masih kerabat), datang ke rumah. Tujuannya tentu nyari kakak saya. Sambil nungguin, dia pun tertarik melihat bola karet kecil yang bisa memantul-mantul. Karena penasaran, dia ingin melihat dan memegang bola bekel tersebut.
“ Loh, kok iso pecah ? Ta kiro atos koyo watu dolananmu iki...” belum genap dua menit bulatan bola bekel berpindah dari tangan saya dan sudah kembali dalam keadaan hampir terbelah.
“ Kok sampean cokot to Cak....yo pecah, wong iki karet ?!”
sudah pengen nangis saja saat itu.
Ah, euforia kegembiraan saya segera berubah dengan sesak di dada. Bola bekel dengan penampakan bening berhias semburat gradasi warna mirip pelangi itu nyaris terbelah dalam waktu singkat. Saya pun tak berani minta ganti, bekas gigitannya saya jahit sebisanya disertai rasa perih di hati *dramatis*. Meskipun masih bisa digunakan untuk bermain, tapi lentingannya sudah tak sama lagi melenceng kesana-kemari ketika bekas gigitan yang dijahit tersebut berbenturan dengan lantai. 
Hingga akhirnya bola bekel tersebut benar-benar terpecah belah jadi dua. Selanjutnya saya tidak beli bola bekel lagi selain bergabung dengan teman hingga akhirnya saya lupa kapan terakhir kali memainkan permainan bola bekel. 




"Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Permainan Masa Kecil 
yang diselenggarakan oleh  Mama Calvin dan Bunda Salfa"

Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

33 comments:

  1. #ripbolabekelbening

    kasian amat maen sama tetangga sebelah rumah
    itu tetangganya rumahnya sebelah doang y?

    kakah ajarin dund aku main bekel dari kecil sampe sekarang aq g bisa maen bekel

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya yg di depan anaknya cowok seumuran adek saya. Yg samping kiri gak punya anak. Yg sebelah kanan dan kanannya lagi br ada anak cewek yg seumuran. Klo belakang rumah anaknya dah pada gede.

      Ayo main bareng bola bekel tp di yogya ya?

      Delete
  2. Wah main bekel jd ingat jaman dulu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saat main bola bekel, di seri nyamain tiga bijih bekel saya sdh mulai keteteran mbak.

      Delete
  3. Bola bekel bisa jg ya pake kerang ya..dulu kayamya sy lbh suka yg keranng

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya katanya bs pakai kerang. Tp krn desa saya jauh dr pesisir, jd gak mudah dpt kerangnya. Yg ada kul, sebangsa siput tp di sawah

      Delete
  4. Eh..kalo di Makassar, main bola bekel..biji bekelnya pake kerang kecil…
    Selamat berlomba yaaa.
    Keep happy blogging always…salam dari Makassar – banjarbaru :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau makasar dekat pantai, bnyk hasil tangkap ikan di sana ya bang. Ah....jd ingat Losari

      Delete
    2. Nah bener itu. Klo makassar or bugis, main bekelnya pke kerang kecil yg unyu2 gemesin. Bahkan kami2 yg daerah pegunungan juga pke itu. Klo nda biasanya pke biji salak. Kebayangkan gedenya. Hahahaaa..

      #mendadaknostalgiaselepasmampirdimaree ;))

      Delete
    3. Bisa kebayang kok, wong saya dulu juga pernah pakai biji salak. Pakai batu-batu yg dr pasir-pasir buat bangun jalan raya juga pernah

      Delete
  5. Wuiihh aku kalau maaen bekel yang pake kecil2 itu kyak punyae mbk.e kurang bisa fokus mbk.hhee
    Seringnya agak bingung soalnya kecil2 gitu. Pas kliru klo waktu nyamainn biasanya hhhee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebetulan adanya bijih bekel kecil. Ingetku dulu ada bji bekel yg agak besaran lagi mbak

      Delete
  6. Jadi inget sama gadis tetangga kala SD, saking pecicilannya dia dijuluki gadis bola bekel

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau pecicilan dikasih gelar koyo cabe rawit pak

      Delete
  7. itu kan klo dicemplungin minyak tanah bisa mengembang berapa kali lipat mba, hihi *gagalfokus *ingat masa lalu...

    Ayolah boleh diadu sama aku, nantangin :p

    btw, klo aku biasa pake tutup limun mba atau pake genteng biasanya, aku baru tahu klo pake gituan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, banyak kreasi dlm penggunaan biji bekelnya. Aku juga dulu juga pernah pakai pecahan genting, tutup botol limun. BOlanya juga pernah pakai bola tenis meja (entah dulu kok bisa dapat bola tenis), juga gelang kareng yg dibundeli (habis banyak gelang karet pastinya). Kalau yg dicemplungin minyak tanah, kayaknya bola bekel yg bahannya gak bening. Soale, aku dulu juga pernah pakai metode begituan

      Delete
  8. Wuaa masih ingat roh, pit ya mbak Rie? Saya sudah lupa tuh meskipun dulu juga sering memainkannya. Saat ini masih ada yang jual ngga ya mbak? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Klau istilahnya masih inget Mbak. Tapi memainkannya..? ehm...paling nyamaian versi satu-satu, saya sdh TKO tuh

      Delete
  9. saya suka main ini dulunya mbak duh jadi nostalgia :)

    ReplyDelete
  10. wah dijahit mbak bolanya , ada kisahnay ternyata permainan masa kecilnya :) makasih udah ikutan ya mbak

    ReplyDelete
  11. wahh jadi kepengen balik ke masa lalu liat temen2 main bekel

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau balik ke masa lalu, bisa pinjam mesin waktunya Doraemon dong

      Delete
  12. Digigit? Oya ampun Caaak. Mbak Rie dulu koq sabar amat siih? *hihi jadi gemas sama Mbak Rie*

    ReplyDelete
  13. Yuk, main bola bekel. Asyik. :D

    ReplyDelete
  14. Bola bekel, mainanku jaman SD. Di sekolah di bawa main, nyampe' rumah main lagi. Kayaknya waktu itu, gak bosen-bosen deh.

    ReplyDelete
  15. di kampungku pakenya kuwuk mbak, itu lho kerang kecil yg gak ada orangnya. seringlah aku main ini

    ReplyDelete
  16. Dibalik permainan yang keliatannya 'gitu doang', ternyata banyak manfaatnya yaaa ^_^

    ReplyDelete
  17. Jadi inget, dulu pas mau bikin bolanya tambah gede kudu dicemplungin ke minyak tanah

    ReplyDelete
  18. Bahas bola bekel jadi ingat kalau dulu pas puasa sering disuruh ibuk mainan bekel aja, nggak ngabisin tenaga, nggak bikin haus, jadi sambil main sambil nunggu maghrib. :D

    ReplyDelete
  19. Ditempatku mainan ini disebut gatheng. Biasanya klo pas istirahat anak2 cewek pada berjejer gitu...main gatheng semua. Bekal sekolah, uang jajan nggak pokok. Yang penting justru piranti mainan

    ReplyDelete
  20. Walah....sampai sekutunya... Hihihi....
    Tapi kadang kala, ketika kecil kita punya trauma sendiri (jika mau dikatakan begitu) yang pada akhirnya kita tertawakan setelah besar

    ReplyDelete
  21. Duuuh..jadi bernostalgia nih.
    Paling getol mainim pas bln ramadhan sambil nunggu buka puasa :D

    ReplyDelete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.