10 Cara Mudah Mencegah Penyakit Diabetes Melitus Sejak Usia Dini. Penderita penyakit diabetes tak lagi di dominasi oleh kelompok usia (menjelang) separuh abad atau orang dewasa, masih anak-anak juga bisa mengidap diabetes dan jumlahnya semakin meningkat.
Pernyataan dan kenyataan tersebut tentu sangat mencengangkan, bukan? Setidaknya Bismillahirrahmaanirrahiim saya terkesima mengetahui kalau penyakit yang lebih umum dikenal dengan nama Penyakit gula atau kencing manis ini sekarang tak sungkan lagi untuk menyerang anak-anak.
Secara habit, tubuh kita sudah mengakrabi 4 rasa dasar: manis, pahit, asam dan asin. Bila ditelusuri lebih jauh lagi ke masa anak-anak usia 1 – 5 tahun, bukankah rasa manis merupakan rasa pertama (umumnya) yang diperkenalkan oleh orang tua pada anak-anak.
Dengan berbagai alasan entah sebagai hadiah, oleh-oleh atau sekedar selingan jajanan, makanan atau minuman manis dianggap wajar dan memang memiliki daya tarik yang manis bagi anak-anak. Permen, coklat, kue tart, minuman kotak, wajar dong jika anak-anak menjadi akrab dengan makanan dan minuman yang berasa manis-manis.
Mengkonsumsi makanan dan minuman manis pada dasarnya tidak berbahaya. Yang berbahaya adalah manakala hal tersebut menjadi kebiasaan dan tidak ingin makan makanan – minuman lain yang lebih sehat (over dosis) sehingga jumlah asupan gula melebihi kebutuhan takar yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai usia.
Masalah datang ketika anak ingin selalu makan makanan manis dan tidak ingin makan makanan lain yang lebih sehat. Konsumsi makanan dan minuman manis berhubungan dengan penurunan asupan zat gizi lain. Hal ini terjadi karena anak enggan untuk makan makanan lain, mereka hanya ingin makan makanan manis. Gula atau rasa manis bisa merangsang pengeluaran zat endorphin yang menghasilkan rasa tenang, rileks dan sejenisnya.
Apabila hal ini tidak dikelola dengan baik, keadaan ini bisa menyebabkan anak menjadi addict untuk memilih makanan/minuman yang manis dan denial terhadap rasa tawar. Pada jangka waktu yang pendek, akibat yang mungkinterjadi adalah karies gigi dan obesitas (overweight) yang bisa memicu terjadinya penyakit diabetes melitus (tipe 2).
Andai pun bila si anak tidak mengalami obesitas, gak ngaruh pada giginya dan tidak terindikasi terkena diabetes. Bukankah kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang serba manis akan menjadi kebiasaan yang tidak sehat untuk jangka panjang? Bisa dikatakan, kebiasaan tersebut bisa menjadi bom waktu di kemudian hari.
Saya punya teman yang mengakui kalau tersiksa untuk minum air putih. Konon, katanya sudah terbiasa sejak kecil sehingga setiap hari, dia tidak bisa kalau tidak minum minuman manis: kopi, teh, sirup atau minuman botol. Di usia 30an, gula darahnya sudah tinggi (masuk zona bahaya diabetes) dan giginya mulai mengalami kerusakan. Mau tidak mau, dia pun memaksa untuk mengurangi konsumsi gula. “ Tersiksa banget tapi harus bisa neh”, demikian tuturnya.
Pendek kata, konsumsi gula berlebihan tak kalah berbahayanya dengan kebiasaan merokok ! It’s just time matter.
Memang iya, belum ada ilmuwan yang sepenuhnya memahami mengapa sebagian orang bisa mengalami peningkatan resiko diabetes atau kencing manis tapi sebagian lagi tidak. Yang jelas, ada beberapa hal yang mungkin menjadi katalisator peningkaan faktor resiko diabetes melitus (tipe 2) antara lain:
- Pola makan yang tidak seimbang sehingga menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas, artinya jumlah lemak semakin banyak sehingga membuat tubuh kesulitan menggunakan insulin dengan benar. Kelebihan berat badan ini merupakan faktor resiko utama terjadinya diabetes melitus.
- Distribusi lemak yang cenderung pada bagian perut. Jika tubuh menyimpan lemak lebih banyak pada bagian perut, mulailah care untuk menguranginya karena memiliki resiko lebih besar mengalami diabetes dibandingkan jika penyimpanan lemak di bagian tubuh yang lain, seperti pinggul atau paha.
- Tidak suka berolah raga fisik. Semakin nihil berolahraga akan meningkatkan resiko mengalami diabetes melitus karena aktivitas fisik akan membantu untuk mengontrol berat badan, mengkonversikan glukosa sebagai energi dan membuat sel-sel tubuh menjadi semakin sensitif terhadap insulin.
- Medical history of family. Diabetes bisa diwariskan, itu bukan hoax. Resiko mengalami diabetes sangat mungkin ketika pada silsilah keluarga atau orangtua atau saudara ada yang terkena diabetes melitus atau kencing manis.
- Usia ( dewasa sampai dengan manula). Bertambahnya usia memiliki peran untuk terjadinya resiko diabetes yang dikarenakan beberapa sebab seperti kurang aktif (olah fisik), menurunya massa otot dan sekali lagi bertambahnya berat badan.
Gula Batu sebagai alternatif untuk gula pasir |
Berbagai sebab tersebut, jika ditarik simpul intinya adalah pola makan, pola makan dan pola pikir. Pola dan pola hidup sudah jelas memang tak hanya menjadi pemicu terjadinya diabetes. Tapi bagaimana dengan pola pikir? Iyap, mind set atau pola pikir yang sejatinya menjadi penyebab utama meningkatnya jumlah penderita diabetes. Banyak Pola Pikir yang perlu dikoreksi, beberapa diantaranya adalah:
- Menganggap hal biasa jika masih anak-anak banyak makan dan minuman yang berasa manis-manis, kan usia anak-anak masih masa pertumbuhan dimana asupan gula akan terbakar menjadi energi untuk keperluan aktifitas sehari-harinya yang terbilang super aktif (dibandingkan orang dewasa). Hal ini perlu dikoreksi, memberikan porsi asupan gula tanpa adanya pengendalian bisa menjadi habit, bila konsumsinya berlebih akan tertimbun dan akan menjadi eksplosive di kemudian hari.
- Banyak pendapat yang membuat orang merasa just fine karena tidak gemuk, yaitu kalau orang kurus tidak bisa terdampak diabetes, terlebit jika si orang kurus tersebut memiliki perut yang buncit atau disebut juga obesitas sentral. Menurut Public Health England 2014, seseorang yang perutnya buncit, apakah kurus atau gemuk jika lingkar pinggangnya melebihi 80 centimeter untuk wanita dan lebih dari 90 centimeter untuk kaum pria maka akan memiliki tingkat resiko 7 kali lebih besar terkena diabetes daripada yang tidak buncit. Nah lho? Ayo deh, buruan check lingkar pinggangnya masing-masing. Lebih cepat tahu kondisi sebenarnya akan lebih baik karena bisa sesegera mungkin melakukan tindakan pencegahan (corrective action) agar peluang diabetes bisa diminimalisir kan?
- Nanti-nanti saja kelola asupan jumlah gula saat usia sudah memasuki tigapuluhan tahun? Oh dear, bukankah kita juga tahu kalau menghentikan atau mengubah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan itu membutuhkan daya upaya yang tidak mudah, tidak cepat dan bagaimana jumlah gula yang berada dalam darah bisa seketika didistraksi? Kalau manis makanan dan minuman bisa dikelola mulai sekarang, kenapa masih menunggu nanti kan?
Berdasarakan sharing tulisan Mbak Diba, dimana penulis sangat aware akan potensi dan resiko diabetes yang diwarisi dari eyangnya, Si Emak yang akrab dengan sapaan Mak Diba ini share langkah-langkah preventif yang dilakukannya untuk mengurangi resiko diabetes melitus tipe 2. Yups, cara-cara jitu yang diterapkannya menurut saya sangat bisa saya adopsi untuk saya dan keluarga, terlebih saya juga paham jika anak-anak kami memiliki situasi yang mirip dengan mak Diba yaitu mewarisi (resiko) diabetes dari kedua orang tua kandungnya. Salah satu saudara dari ayahnya ada yang terkena diabetes, demikian pula dari garis keluarga ibu kandungnya (ayah).
Setelah menyimak experience yang dilakukan oleh Ibuknya Ais alias Mak Ardiba untuk mencegah diabetes, saya mencoba membuat modifikasi menjadi 10 Cara Mudah Mencegah Penyakit Diabetes Melitus Sejak Dini, melalui cara-cara antara lain:
- Setiap ada kesempatan dan suasananya bisa diajak kompromi, kami suka bilang bahwa yang namanya makan itu tak melulu harus nasi (beras). Istilahnya diversifikasi pangan yakni sumber karbohidrat lain yang bisa difungsikan sebagai “nasi” seperti: Ssngkong, ketela, talas, kentang, jagung atau komoditas lainnya. Bagi saya pribadi, pola diversifikasi makanan pokok (karbohidrat) ini sudah dibiasakan oleh orang tua sejak kecil. Kala itu, situasinya mendukung yaitu harga beras itu mahal. Jadi untuk berhemat, ibu membuat rekayasa dengan sesuai musim tanaman yang bisa dipanen diluar musim tanam padi, antara lain jagung, singkong, ketela, Uwi, Gembili, Ganyong, gaplek (bentuk kering singkong), bulgur, juga ada Jagung Cakul. Khusus untuk varietas yang saya kenal dengan nama jagung cakul ini, setelah dewasa saya belum pernah menemuinya lagi. Orang tua saya dan semua warga di desa saya juga sudah lama tak menanamnya. Dulu, jagung cakul tak memiliki nilai jual sehingga hasil panen dihabiskan untuk makanan sehari-hari.
- Membuat porsi makan sayuran dan buah lebih banyak. “ Kalau makan sayuran dan atau buah sudah bisa merasa kenyang, sebenarnya sudah bisa dianggap makan meski belum makan nasi “. Poin ini jelas tak mudah, khususnya bagi Azka yang pola makannya belum variatif. Tapi sAlhamdulillah, ada Lothek (beberapa jenis sayuran rebus yang dikasih bumbu semacam bumbu pecel) yang sudah bisa diterima oleh Azka.
- Membuat skenario (atau drama?) agar anak-anak suka beraktivitas fisik dan di luar rumah. Gadget, game online dan nonton sepak bola adalah 3 magnet yang memiliki daya magis luar biasa yang bisa membuat anak-anak bertapa di dalam rumah. Oleh karena itu, saya suka “kreatif” membiarkan battery gadgetnya menipis dan tidak mengcharge. Atau gadgetnya saya bawa ke kerja sehingga sepulang sekolah dia bingung ngapain di dalam rumah kan? Dan saya yakin, masih banyak drama lain yang bisa dibuatkan skenario agar anak-anak terpaksa tertarik untuk beraktifitas fisik yang cukup untuk membakar gula di dalam tubuhnya menjadi energi.
- Jangan ragu-ragu untuk menghitung berapa banyak porsi gula yang secara langsung dikonsusmi dalam sehari. Ini biasa saya lakukan jika anak-anak minta minta minuman yang berasa manis. Saya akan mulai menghitung mulai dari pagi yakni segelas susu, minuman manis yang dibawa ke sekolah, sumber rasa manis dari makanan yang dimakannya dalam hari itu. Saya akan lantang bilang kalau jatah mengkonsumsi gula adalah sekian sendok makan sesuai usiamu.
- Minuman manis jenis soft drink juga harus saya waspadai, apalagi sekarang ini produsen minuman ringan mengandung gula seperti soda dan minuman jus dalam kemasan semakin ngelunjak dengan memproduksi massal dalam kemasan ekonomis dan harga yang lebih murah sehingga menjangkau level uang saku anak-anak. Salah satu cara agar anak-anak memiliki komitment untuk tidak sering membeli sendiri minuman manis adalah ajak mereka untuk membaca komposisi pada label kemasan. Sebutkan ada berapa jenis bahan kimia yang akna masuk dalam tubuh dan tidak dapat diuraikan melainkan ditimbun. Cara ini cukup ada hasilnya karena di sekolah juga sudah ada penjelasan terkait bahan kimia dalam makanan yang bisa membahayakan kesehatan jika sering dikonsumsi.
Lebih Baik Jus daripada Soft Drink atau minuman kemasan lainnya - Saya tidak membiasakan menyediakan camilan atau kue manis (coklat) dalam kaleng, toples atau kemasan lainnya. Sesekali saja saat mengajaknya dan Azka minta kue/roti/es krim, cukup sekali makan habis. Juga sudah lama saya meminimalkan kembang gula, permen dan sejenisnya. Jarang banget ada sesi ngemut permen.
- Selalu tersedia buah, terutama yang memang sudah disukai seperti pisang, peer, pepaya, jambu biji, semangka, melon. Demikian juga dengan ketersediaan sayuran, meskipun masih sebatas dipandangi, saya yakin lama-lama akan “meracuni” pikirannya hingga suka rela makan sayuran. At least, sudah doyan kan makan lothek yang isinya serba sayuran direbus.
- Tidak pandai masak dan bikin kue bukan penghalan untuk memberikan anak makanan manis yang dibuat sendiri di rumah untuk mengantisipasi mereka beli makanan manis (instan) kemasan. Bikin puding, agar-agar, jus kombinasi buah dan sayur, so far ini yang saya lakukan untuk menyediakan makanan camilan di rumah.
- Menggunakan gula batu untuk mengurangi penggunaan gula pasir dalam keseharian. Iya sih, harga gula batu terbilang lebih mahal, tapi akan lebih mahal lagi jika terkena diabetes kan ya?
- Never give up to assure everyone that mineral water is still the best one! Kalau di rumah, ingatkan selalu untuk minum air putih lebih banyak daripada minuman manis. Maklum, sampai dengan sekarang minuman yang dibawa Azka masih dominan minuman manis dan masih sesekali saja mau dibawain air putih. Juga saat bepergian selalu sedia membawa air putih yang cukup untuk persediaan dalam perjalanan atau selama di luar rumah.
Sebaik2 perkara adalah pertengahan. Seperti halnya gula2
ReplyDeleteIya Mbak, karena sebenarnya yang membuat makanan itu tdk sehat adalah ketika konsumsinya berlebih-lebihan.
DeleteReply
wah, keren nih mbak infonya.. harus belajar menahan diri nih biar tiap hari gk makan terlalu banyak gula2.
ReplyDeleteBaru baru ini aku jug sudah mengganti dengan gula batunmb ririe, rasanya pun lebih manis
ReplyDeletewah ini bener banget,, emang, diabetes menjadi slaah satu penyakit paling banyak penderitanya dan semua berawal dari pola makan.. hati2 deh soal pola makan hehe
ReplyDelete