Filipina dan Kebebasan BerEkspresi

Fenomena berekspresi, khususnya dalam berpendapat baik secara lisan maupun tertulis sepertinya menjadi isu yang  Bismillahirrahmaanirrahiim masih memerlukan banyak perjuangan untuk meraih dimensi Kebebsan Berekspresi yang bisa dipertanggungjawabkan. Fenomena Kebebasan berekspresi yang mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan kecepatan perkembangan IpTek, khususnya teknologi informasi dan social media yang difasilitasi oleh internet. Meski demikian, tingkat perkembangan kebebasan berekspresi dan berbagi informasi tidak seragam di masing-masing negara. Demikian pula untuk ruang lingkup komunitas anggota ASEAN, kebebasan berekspresi masih sangat berfluktuatif. Di beberapa negara, kebebasan berekspresi sangat di dukung bahkan sampai kelompok netizen jurnalism atau blogger yang produktif sebagai jurnalis warga dalam menyebarkan informasi, seperti yang sekarang berkembang di Indonesia saat ini misalnya. Tapi faktanya, masih ada beberapa negara yang alergi dan antipati tehadap kebebasan berekspresi dari kaum jurnalisme sendiri maupun warga negaranya, terutama jika tulisan/pendapatnya yang berisi kritik terhadap kebijakan dan policy parlemen/pemerintah, sehingga dengan mudahnya didakwakan pasal-pasal untuk menjugde dan mengebiri siapa saja yang dianggap tidak cooperative dengan pemerintah.

Kalau di Indonesia sekarang ini pencapaian iklim berkespresi yang kondusif bahkan hingga ke level blogger sedemikikan berkembang pesat dan mendapat dukungan – tentu saja pada awal-awalnya membutuhkan waktu dan proses perjuangan yang lengkap dengan ragam lika-likunya- lantas bagaimanakah status perkembangan berekspresi di Filipina sebagai negara yang termasuk serumpun dengan Indonesia?.

Filipina yang memiliki bentuk wilayah tipically seperti Indonesia, yaitu dengan kepulauannya yang berjumlah sekitar 7 ribu dengan mayoritas penduduk beragama Katholik dengan life style yang western dibandingkan negara-negara Asean lainnya [efek dari imperialisme Spanyol dan Amerika]. Bisa dibilang Filipina merupakan salah satu negara yang serumpun dengan Indonesia, dari ciri-ciri fisik penduduknya dan penggunaan Bahasa Melayu dalam dialek bahasa yang digunakan oleh beberapa suku di negara tersebut. Tapi secara perkembangan Kebebasan Berekspresi [secara lisan dan tulisan] bisa saya sebut jika Filipina memiliki iklim kebebasan berekspresi yang beranomali seperti dua sisi uang logam yaitu saling berseberangan/kontradiktif.

SISI KONDUSIF.
Di kawasan Asia Tenggara dan Asia, Filipina termasuk negara yang longgar dalam kebebasan berekspresi dan informasi bagi para warganegaranya, Tak untuk kalangan pers dan media resmi, tapi sudah memasyarakat sehingga banyak bermunculan penulis yang bermedia internet yaitu para blogger sebagai kelompok jurnalisme warga. Fenomena melejitnya tingkat kebebasan pers yang sangat tinggi sebagai hasil eksplorasi sistem pendidikan yang diberlakukan di Filipina dengan program-programnya yang saling berkaitan secara simultan, antara lain yaitu:

  1. Undang-undang yang meWajibkan setiap anak usia sekolah untuk mendapatkan pendidikan formal selama 13 tahun [dari sebelumnya HANYA 10 tahun: SD 6 tahun dan 4 tahun di sekolah menengah], sehingga menempatkan penduduk Filipina merdeka dari Buta Aksara mencapai kisaran 99% dari populasi penduduk yang ada di negara tersebut. Besarnya populasi warga negara yang mampu baca akan equal dengan tingkat kecerdasan yang akan membuat setiap warga negara semakin sadar akan hak-haknya, termasuk hak untuk mengemukakan pendapat.
  2. Di Filipina terdapat lebih dari 150 bahasa dan menetapkan Bahasa Tagalog sebagai Bahasa Nasional. Tapi untuk bahasa pengantar dalam sistem pendidikan formal adalah Bahasa Inggris. Pemilihan Bahasa Inggris sebagai bahasa utama dalam pendidikan ini menjadi katalisator transformasi informasi global.
  3. Kurikulum Pendidikan sejak level Dasar yang bermuara pada penggunaan IT, antara lain yaitu: Matematika, Science, Basic Komputer, Seni dan Teknologi dan Mata pelajaran seperti musik, Home ekonomi, Pendidikan Jasmani dan lain-lain menjadi bagian integral dari mata pelajaran inti. Kondisi ini secara multiple efect mendukung tingkat kecerdasan dan kompetensi siswa.

    Pinjam dari SINI
Sisi KONTRA Kondusif Kebebasan Berekspresi
Sistem dan kurikulum pendidikan yang diwajibkan di Filipina, memang sangat compatible untuk “menghidupkan” kebebasan berekspresi yang sangat luar biasa disana, bahkan melampui perkembangan kebebasan pers dan berekspresi di kawasan Asia tenggra lainnya, tak terkecuali Indonesia. Dan karena kebebasan berekspresi yang sedemikian luar biasa ini pula, batasan mana yang hak dan kewajiban jadi semakin kabur batasannya, membuat Filipina meraih predikat sebagai Negara yang paling berbahaya bagi jurnalis, yaitu menempati rangking ketiga, selama 4 tahun berturut-turut. Posisi yang “ironi” terhadap dari Perkembangan Kebebasan Berekspresi tersebut bisa dilihat dari beberapa fakta yang terjadi, antara lain: jumlah jurnalis yang terbunuh dari tahun 2010 sampai dengan sekarang [ dalam pemerintahan Presiden Benigno Aquino], data dari kepolisian menyebut angka delapan, sedangkan serikat wartawan nasional mengklaim setidaknya ada 15 orang jurnalis yang dibunuh dengan 10 tersangka yang tidak bisa dibuktikan sebagai otak peristiwa pembunuhan tersebut.

Masih terkait dengan kondisi kontra kondusif yang terjadi pada dunia jurnalisme, Pemerintah menyikapi dengan mengeluarkan Undang-undang Pencegahan Kejahatan di Dunia Maya 2012 [Cybercrime Prevention Act  of 2012] atau secara resmi disebut dengan Republic Act No. 10175 yang mengatur:

  1. mengenai seks di internet (cyberseks), 
  2. Cybersquatting (kejahatan di dunia maya yang dilakukan dengan cara membeli domain nama perusahaan tertentu lalu menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga mahal),
  3. pornografi anak di internet, 
  4. pencurian identitas, 
  5. akses ilegal terhadap data 
  6. pencemaran nama baik. 

Al hasil, Undang - Undang tersebut membuat banyak pihak [para jurnalis] mengambil sikap kontra karena menganggap implementasinya akan membatasi kebebasan berekspresi, berpendapat, dan  mengancam kerahasiaan data bagi para pengguna jejaring internet. Ketentuan baku untuk kategori pornografi anak dan pencemaran nama baik yang belum diperjelas, menimbulkan keresahan dan kekhawatiran yang meluas di kalangan Social networkers.

Melihat melesatnya laju dunia IT yang membawa dampak Kebebasan berEkspresi di Filipina yang bersisi Kondusif dan KONTRA KOndusif, memberikan pembelajaran yang sangat berharga bahwa Idealnya memang kita [seharusnya] bisa menggunakan dengan bijak yaitu dengan adanya komitmen kendali diri dan pemahaman yang tepat tentang kebebasan berekspresi., antara lain:

  1. Membangun kesadaran bahwa Kebebasan Berekspresi mensyaratkan kesadaran bagi penggunanya (kita) dalam MEMILIH, dan MENCIPTAKAN informasi. Faktanya penyampaian berita/cerita/interaksi sosial di internet bisa dibilang tanpa proses, kecuali proses internal dalam diri kita sendiri.
  2. Perlu mengasah kemampuan untuk mengolah “menu” yang akan kita publish karena dalam kebebasan berekspresi terdapat kombinasi: download dan upload dimana filter dan sensornya adalah: kembali pada integritas diri sendiri lagi !

Segala sesuatu tentu memiliki dua sisi yang berbeda, tinggal bagaimana kita memilih sisi mana yg hendak kita explore. Banyaknya kasus criminal, pelecehan, penipuan, bahkan kadang sampai ada yg ‘terpeleset’ terpaksa harus berurusan dengan hukum, menyadarkan kita betapa dibalik pesona Kebebasan berekspresi dalam jejaring social, Bahwa setiap orang memang memiliki Hak Asasi untuk berpendapat dan mengemukakan pikiran dengan caranya masing-masing. NAMUN tetap perlu dipedomani bahwa setiap kebebasan yang kita miliki BERBATASAN dengan kebebasan orang lain. Karena itulah, sudah sewajarnya diperlukan adanya peraturan/undang-undang yang memberikan rambu-rambu yang jelas sehingga kebebasan berekspresi bisa membawa iklim yang mempersatukan dalam kerangka saling menghargai hak-hak orang lain dan memforward norma-norma humanity yang beretika..



References:
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Filipina
2. http://oseafas.wordpress.com/
3. http://wsantoso.tripod.com/l







Ririe Khayan

Assalamulaikum. Hi I am Ririe Khayan a Lifestyle Blogger and live in Jogya. I’m the Author Of Kidung Kinanthi, a Personal Blog about my random thought, parenting, traveling, lifestyle, & other activity as well as Personal & Working Mom Story. Kindly feel free to contact me at: ririekhayan(at)gmail(dot)com

1 comment:

  1. Filipina berarti sudah menerapkan demokrasi pada rakyatnya terbukti dengan adanya bebas melakukan kebebasan berekpresi.

    ReplyDelete

Leave a comment or just be silent reader, still thank you so much.
Terima kasih telah singgah di Kidung Kinanthi.
Mohon maaf, atas ketidaknyamanan MODERASI Komentar.

Maaf ya, komentar yang terindikasi SPAM atau mengandung link hidup tidak akan dipublikasikan.

So, be wise and stay friendly.